Prolog

88 6 0
                                    



Tiga ambulan terparkir di samping bangunan, di sebelah Instalasi Gawat Darurat. Sesekali akan membawa badan-badan bernyawa atau pun tidak. Banyak sekali terlihat perempuan dan laki-laki berbaju putih keluar masuk rumah sakit sambil menenteng berkas atau resep dari dokter. Mobil-mobil para penjenguk terparkir rapi di halaman rumah sakit yang luas itu. Satu mobil hitam baru saja berhenti dan parkir sembarang. Pemilik mobil sedang terburu-buru. Langsung keluar dan berlari masuk ke dalam rumah sakit.

Pemuda itu setengah berlari. Tak peduli seruan perawat yang ia kenal. Pemuda itu langsung menuju ke satu ruangan, cepat membuka pintu. Ia menjadi panik ketika seseorang yang seharusnya tidur di ranjang kamar itu tidak ada. Ah, ia sama sekali tidak tahu apa yang membuatnya begitu khawatir sebelum ini. Firasatnya membuat pemuda itu terlalu terburu-buru seperti ini.

Pemuda itu menutup pintu, Kemudian mengeluarkan ponsel. Menelepon seseorang. Ia mendesah kecewa ketika tak ada jawaban dari telepon itu. Pemuda itu memutar kepala, mencari-cari. Ia kembali berlari dengan tujuan yang tak jelas.

Ia sedang mencari seorang perempuan yang telah dirawat di sini beberapa minggu. Perempuan yang masih terbaring lemah dan ia tidak sempat melihat matanya terbuka. Pemuda itu yakin perempuan itu masih di rumah sakit. Setidaknya itu yang ia yakini sebelum sebuah panggilan mengharuskannya datang ke rumah sakit pagi-pagi.

Nihil. Di taman rumah sakit perempuan itu tidak ada. Di belakang rumah sakit pun tidak ada. Bahkan di kafetaria rumah sakit tidak ada. Hanya satu yang dipikirkan pemuda itu. Mungkinkah ada lantai tertinggi di gedung ini yang bisa terjamah orang? Jika ada, maka ia akan menuju ke sana.

Setelah bertanya pada perawat dan petugas keamanan. Setelah memohon-mohon untuk menunjukkan tempat yang cukup aneh untuk dipijaki pasien. Akhirnya pemuda itu berjalan menuju tangga di bagian belakang rumah sakit. Rumah sakit yang tinggi itu membuat langkah kakinya yang cepat langsung pegal hanya dalam beberapa lantai. Ia tidak dapat membayangkan jika perempuan itu benar-benar naik sampai lantai paling atas. Di atap di atas gedung.

Pemuda itu berhenti sejenak sambil mengatur napas. Angin berembus kencang di atas sini. Hanya perlu satu tengokan pemuda itu melihat pemandangan ibukota di bawah. Gedung-gedung tinggi, kemacetan, dan asap berwarna abu-abu dari kendaraan. Pemuda itu menunduk, namun kemudian justru tertawa. Menertawakan diri sendiri. Dasar bodoh. Mana mungkin perempuan itu di sini? Perempuan itu bahkan tidak mampu menyebutkan namanya, mengenalnya pun mungkin tidak.

Tetapi, di mana dia sekarang?


***


Winter Wish in ViennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang