17

690 112 7
                                    


* DOPE *




Tedy datang dengan wajah angkuhnya, matanya bertabrakan dengan mata Lisa yang menatapnya tajam. Jenata segera mendekat dan menerima barang yang dibungkus plastik kecil itu dari tangan Tedy. Lisa segera merebut barang itu dari tangan Jenata lalu masuk kembali ke kamar dan menutup pintu dengan kasar.

Jeka masih meringkuk, masih merintih dengan gemetar. Tangan Lisa bergetar hebat ketika  menyerahkan barang terlarang itu pada Jeka. Karena pemuda ini hanya diam saja melihat benda di tangan Lisa. Gadis ini tiba-tiba melemparkannya ke dada Jeka, lalu berjalan lagi ke luar dengan emosi yang meluap-luap.

Tedy yang hampir membuka pintu mobilnya, terkejut ketika bajunya ditarik seseorang dengan keras. Hingga membuat dia berhadapan dengan Lisa yang berdiri tegang dengan wajah memerah.

"Jangan pernah lagi ngasih barang apapun sama Jeka!" ucapan Lisa pelan tapi tegas.

Tedi tersenyum miring.

"Bukan urusan lo."

Lisa meninju perut Tedy dan mendorongnya ke pintu mobil.

"Gue laporin lo ke polisi!"

Tedy mendecih kesal.

"Bukan gue yang bakal dipenjara, tapi Jeka yang bakal menginap disana kalau lo lapor. Gak penting banget, minggir lo!"

Tedy mendorong bahu Lisa kasar, untung Jenata menangkap tubuhnya sebelum Lisa jatuh ke tanah. Lisa hampir mengejar Tedy, kalau saja Jenata tidak memegang erat lengannya. 

Tedy pergi dengan memberikan tatapan meremehkan ke arah Lisa.

Lisa menjerit menahan ledakan amarah dalam dadanya. Jenata lalu membawanya ke teras kamar Jeka, membiarkan Lisa meredakan emosinya sendiri. 

.

.

"Tedy punya orang-orang dalam yang membuatnya nggak bisa ke sentuh apapun, apalagi hukum dia seperti temenan sama mereka. Makanya sepupu gue juga gak bisa bertindak apa-apa, mengetahui temannya itu penjahat sekaligus pengedar."

Lisa menggeleng tidak mengerti.

"Pengaruh keluarganya terlalu besar Sa, lo nggak bisa ngapa-ngapain untuk membuatnya berhenti ngasih barang itu ke Jeka. Sahabat lo itu salah satu pemakai yang selalu dapat barang dari dia, katanya barang dari Tedy yang paling bagus. Gue nggak tahu sejak kapan Jeka kenal sama Tedy."

Tidak terdengar lagi suara dari kamarnya Jeka, sepertinya Jeka sudah tidak merasakan sakit lagi.

Lisa berdiri dengan lesu.

"Anter gue pulang Jen...gue...belum bisa nemuin Jeka sekarang."

Jenata mengerti, dia mengangguk pelan, lalu ikut berdiri.

"Oke, gue bilang dulu sama Jeka ya."

Lisa mengangguk, perasaannya masih belum bisa menerima kejutan hari ini. Rasa kecewanya yang masih terlalu besar, membuatnya masih enggan untuk bicara dengan Jeka.

.

.

Jeka meremas rambutnya kuat, bekas suntikan, korek api gas, sendok dan bungkus plastik kosong masih berserakan di lantai. Setelah beberapa jam dia mendapat kesadarannya kembali, dia memeluk lututnya sendiri. Menangis dalam diam, dia takut Lisa akan membenci dan menjauhinya. 

YOUR EYE TELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang