Warning:
Sang author yang keren ini cuma penulis pemula yang berharap ada readers-readers baik hati yang mau mengingatkan jika ada kesalahan kata maupun hal-hal penting lainnya, dan semoga aja jari-jari kalian menebar hal yang bermanfaat & menghibur selama mengikuti perjalanan cerita ini.Oke, segitu aja.
Selamat membaca, guys!°
°
°
/\/\/\Diva merajut langkah seraya membawakan dua gelas es teh ke meja di mana sahabatnya berada. Sahabat yang akan mengukir kisahnya di dalam cerita singkat yang terbilang rumit ini.
"Ra, tunggu bentar, ya. Gue mau nganter minuman dulu." Diva berjalan menuju meja lain setelah menaruh pesanan milik gadis bernetra coklat gelap itu. Hanya beberapa menit, setelah itu Diva kembali dengan celemek kedainya yang menutupi baju bermotif bunga yang dia kenakan.
"Udah?" Yurarin—tokoh utama yang masih menduduki bangku SMA itu bertanya setelah menyeruput es tehnya.
Diva mengangguk pelan. "Ada perlu apa lo? Sampe repot-repot ke sini?" Alih-alih menjawab, Yura malah memutar bola matanya malas. Pertanyaan bodoh macam apa itu? Jelas-jelas Diva lah yang menyuruhnya untuk segera datang ke sini.
"Harusnya gue yang nanya gitu. Udah deh, to the point. Cepetan!"
Diva terkikik geli. "Iya-iya. Nggak sabaran bener lo, ah!" Diva meredakan tawanya dan memasang wajah serius. "Gue ada ghibahan yang up to date, nih," ucap Diva berbisik.
Yura melongo, menatap sahabatnya beberapa saat dengan tampang tak habis pikir. "Lo nyuruh gue ke sini malem-malem gini cuma buat ngomongin hal yang kayak gitu?" tanya Yura serius.
Diva mengangguk mantap.
"Asli, buat kesekian kalinya gue pengen ngutuk lo jadi sempak, Div!" Yura berkata dengan mata yang melotot.
Yura benar-benar tak mengerti bagaimana bisa gadis berumur dua puluh tahunan ini adalah sahabatnya dan bagaimana bisa semesta setega itu karena mempertemukannya dengan Diva yang tidak ingat umur ini? Apa karena usia yang terpaut jauh, makanya tante-tante ini bersikap seenak jidat? Meresahkan sekali.
“Tapi, berita kali ini bener-bener hot kok, Ra. Bukan kaleng-kaleng,” ujar Diva membujuk.
Yura memutar bola matanya malas. “Hot, hot, lo pikir dispensasi, hah?”
Alis Diva bertaut bingung. “Dispensasi? Dispenser kali!” koreksi Diva tak santai. “Mau izin ngambil ijasah lo emangnya? Dongo banget,” hina Diva enteng.
“Ck,” decak Yura. “Lidah gue kepeleset dikit doang elah. Dipermasalahin amat, sih.” Yura menyeruput es teh manis kesayangannya, lantas menatap Diva dengan tatapan antusias. “Jadi berita panasnya apaan, Div? Manurios mau jadi suami gue kah?”
“Jangan halu!” Diva menoyor kepala Yura tanpa takut. “Gue udah punya cowok,” ucap Diva dengan nada bangga disertai senyuman manis tapi berniat mengejek kesetiaan Yura pada kesendiriannya.
“Jangan halu!” balas Yura mengikuti aksen Diva.
“Gue nggak halu! Gue bukan lo, ya!”
Yura menyenderkan punggungnya di kepala kursi, matanya bergerak gratis untuk menilai penampilan Diva yang dalam tangkapannya tak ada spesial-spesialnya. “Duh, nggak, nggak.” Yura menggeleng pelan. “Gue nggak percaya,” sambungnya lagi.
“Gue serius anjir,” ucap Diva tak terima. “Perlu bukti? Nih liat.” Diva menjulurkan ponselnya pada Yura. Di sana tertampil isi percakapan Diva dengan kekasih katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]
Teen FictionKalau biasanya kupu-kupu cuma dijadiin pencuci mata atau ditangkap untuk dikagumi keindahannya, Nan si laki-laki super nyebelin malah menjadikan hewan bersayap itu sebagai pelepas kesedihan-kesedihan milik gadis random bernama Yurarin-gadis yang dia...