"Dia udah minta maaf, lo ga berhak buat hukum dia," ucap cowok itu dengan tegas dan penuh penekanan.
"Heh, siapa lo ngatur-ngatur gue, hah? Dia salah, dan harus dihukum," ujar Ray tak terbantahkan.
Cowok yang menahan tangan Ray tadi melepaskan genggamannya dan memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Dia melirik Zara yang ada dibelakangnya, lalu menghela napas kemudian berkata, "Biar gue yang nanggung semuanya, tapi tolong jangan usik dia."
Cowok itu, Aldebaran Rizki Saputra. Cowok yang sedari tadi di kelas memperhatikan anak baru yang sekarang tengah ia lindungi. Tak menunggu waktu lama, cowok yang biasa disapa Rizki itu meninggalkan kantin dengan Zara yang berada digenggamannya. Mengabaikan tatapan tajam Ray yang sudah merasa kesal dan emosi.
Rizki menarik Zara menuju taman yang berada di area belakang sekolah. Tamannya terlihat sepi, namun tak sedikit murid yang menghabiskan waktu di sana sekedar untuk membaca buku dan bercengkrama.
Keduanya berhenti, tepat di samping pohon mangga yang rimbun. Rizki membalikkan badannya, menatap Zara yang sedari tadi menunduk, ia menatap Zara dengan pandangan yang sulit diartikan. Kemudian, kedua tangannya tertarik untuk memegang kedua bahu Zara yang sedikit bergetar.
"Lo gapapa?" tanya Rizky sembari menunduk agar bisa melihat wajah cewek di depannya. Zara menggeleng, pertanda bahwa ia merasa baik-baik saja.
Cowok itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sapu tangan? Batin gadis itu ketika melihat sapu tangan yang terulur kearahnya. Zara mendongak, menatap cowok yang telah menyelamatkannya itu dengan pandangan penuh tanya. Rizki yang memahami hal itu mengangguk paham.
"Buat bersihin baju lo," ucapnya sembari melirik ke arah baju Zara yang terkena tumpahan kuah bakso. Ia menyodorkan sapu tangan itu lagi. Dengan ragu, Zara mengambilnya dan mulai membersihkan bajunya. Setelah selesai, dia kembali menatap Rizki.
"Makasih udah nolong aku, dan makasih juga buat sapu tangannya, besok aku balikin pas udah aku cuci, ya? Kita satu kelas 'kan?"
Rizki diam, lebih tepatnya, merasa aneh karena ada sedikit getaran dalam hatinya. Rizky mengangguk pelan, dan tanpa mengatakan apapun pergi meninggalkan Zara yang masih bingung dengan sikapnya.
Rizki sedikit menoleh ke arah belakang. "Aldebaran Rizki Saputra, lo bisa panggil gue Rizki." Dan setelah itu punggung cowok itu benar-benar tidak terlihat di mata Zara.
***
Pada akhirnya, Zara kembali menemui Indah dan memintanya untuk menemui guru pembimbing ekstra kurikuler jurnalistik. Dari awal, Zara memang ingin sekali ikut ekskul tersebut dan belajar banyak hal tentang jurnalistik."Permisi, Bu," ucap Indah sembari mengetuk pintu. Setelah terdengar kata 'Masuk' dari dalam, keduanya masuk dengan perlahan.
"Ada keperluan apa?"
"Begini, Bu, teman saya ini adalah murid baru, dan dia ingin konfirmasi terkait ekskul yang ingin diikuti, dan dia memilih untuk menjadi bagian dari tim jurnalistik sekolah," ucap Indah sembari sesekali melirik Zara.
Guru itu, Bu Nisa, pembimbing ekstra kurikuler jurnalistik, menatap kedua siswi tersebut. "Baiklah, Indah kamu boleh kembali ke kelas kamu, biarkan saya bicara dengan Zara sebentar."
"Baik, Bu."
"Gue tinggal dulu ya," ucapnya pelan kepada Zara. Zara hanya mengangguk saja.
"Eh, tunggu Indah. Sekalian, bilang ke Aszriel Rafisqy Al-Farezi, siswa kelas 11 MIA 2 ya, suruh dia ke ruang Ibu sepulang sekolah."
"Baik, Bu," ujarnya sembari menganggukkan kepala.
***
Di sisi lain, Indah sedang berjalan santai menuju kelas 11 MIA 2 yang bersebelahan dengan kelasnya, diliriknya keadaan kelas, dan ternyata sudah ada gurunya. Indah pun memberanikan diri untuk mengetuk kelasnya.Tok, tok, tok...
"Permisi, Pak. Saya diminta Bu Nisa untuk memberitahu siswa yang bernama Aszriel agar nanti sepulang sekolah dia ke ruang Bu Nisa, begitu Pak," ucap Indah dengan lancar.
"Baiklah, siswa yang bernama Aszriel, angkat tangan kamu," perintah Pak Bambang.
"Saya, Pak." Seorang cowok yang duduk di depan dengan kaca mata yang dipakainya mengangkat tangan sembari menatap ke arah Pak Bambang dan Indah secara bergantian.
Indah yang notabennya sudah kenal dengan cowok tersebut tersenyum ke arahnya yang dibalas dengan anggukan singkat.
Aszriel menurunkan tangannya ketika dirasa sudah cukup untuk gurunya tahu. Setelah itu, Indah keluar kelas dan berjalan menuju ke dalam kelasnya sendiri.
***
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Aszriel melangkahkan kakinya menuju ruang Bu Nisa. Dia mengetuk pintu ruangan tersebut sembari mengucapkan salam."Masuk." Suara tegas dari dalam terdengar. Dengan sopan, Aszriel menyapa guru tersebut. Dia belum menyadari ada gadis yang duduk di hadapan Bu Nisa.
"Duduk," Aszriel duduk dengan tenang dan mulai memperhatikan Bu Nisa.
"Jadi begini, dia adalah siswi baru di sekolah kita, dan dia ingin mengikuti ekskul jurnalistik. Kamu, saya tugaskan untuk menjelaskan apa saja tentang jurnalistik dan jelaskan tugas-tugasnya sesuai dengan bidang yang dia pilih nanti. Kalian boleh ke perpustakaan untuk berbincang-bincang." Setelah mendengar kalimat tersebut, akhirnya Aszriel menyadari kehadiran Zara yang dari tadi dihiraukannya.
Dia menoleh ke arah samping dan menemukan seorang gadis yang sedang menatapnya dengan senyum canggung.
'Menarik.'
***
╭❃͜͡❁ཻུ۪۪⸙────────────────────────╮
❆❅ ❈ ❅❆
Tatapmu teduh. Menjadi awal kisah dari ribuan rindu. Namun, itu bukan milikku. Yang kumiliki hanya sekilas senyum halu. Membuat bibirku kelu. Sampai hati ini terbuai kaku.
❅❆ ❈ ❅❆
╰─────────────────────────❃͜͡❁ཻུ۪۪⸙
***
KAMU SEDANG MEMBACA
◇ Rekayasa Cinta ◇
Teen FictionAda banyak hal hebat yang tampil sederhana. Bertemu denganmu mungkin adalah rencana semesta. Entah sementara atau selamanya, pertemuan kita adalah takdir Sang Maha Kuasa. Tak peduli sehebat apapun aku dan kamu menolaknya, kita tetap tidak bisa mengh...