9 - Mark dan Haechan (2)

2K 339 67
                                    

Jungwoo yang masih asik makan terperanjat, menelan roti yang ada di mulutnya kemudian berkata, "Ah Yuta hyung, aku ingin menumpang," ia menurunkan lengkungan di bibirnya.

.

"Hei, tak usah bingung. Masih ada aku, cepat habiskan rotinya. Lalu kita berangkat," ucap Jaehyun menenangkan Jungwoo yang menatapnya melas.

"Oke, tunggu hyung," Jungwoo kembali memakan rotinya dengan antusias.

Jaehyun tersenyum, sedikit melirik Doyoung yang ada di sebelahnya. Doyoung seperti sedang melamun memikirkan sesuatu. Ide jahil terlintas di otak pintarnya. Jaehyun mendekat dan mencium pipi Doyoung cepat, menghasilkan delikan kaget dari si empunya pipi.

Bukannya takut, Jaehyun tertawa hingga memperlihatkan kedua lesung pipi-nya. Ia senang sekali berhasil mengerjai teman kecilnya sekaligus istrinya tersebut.
"Kenapa hyung?" tanya Jaehyun kepada Doyoung.

"T-tidak, hanya terkejut." Doyoung mengalihkan pandangannya untuk menyembunyikan kedua pipinya yang merona.

Jaehyun mengusak rambut Doyoung pelan, sungguh ia sangat gemas pada istrinya ini. Ia menopang dagunya menghadap Doyoung, hendak menjahili lagi, tetapi sudah di sela lebih dulu oleh Jungwoo -yang sedang menahan cemburu-.

"Hyung aku sudah selesai, ayo berangkat," ajak Jungwoo beranjak dari duduknya.

"Oh, sudah? Baiklah, hyung aku berangkat. ------

Jaehyun beranjak dari duduknya dan menunduk mendekat ke telinga Doyoung, membisikkan sesuatu,

----- semoga hyung segera mengingatku," Jaehyun menegakkan badannya dan tersenyum. Doyoung menatap Jaehyun sedikit bingung.

Jungwoo menatap jengah pada Jaehyun, ekspresinya langsung berubah saat menatap Doyoung,
"Doyoung hyung, aku berangkat," ia mendekat dan mengecup bibir Doyoung singkat.
"Sampai jumpa hyung," pamit Jungwoo berjalan meninggalkan dapur, mengikuti Jaehyun yang sudah mendahuluinya.

.

Doyoung sekarang sedang duduk termenung di sofa ruang berkumpul, ia bingung hendak melakukan apa setelah semua suaminya berangkat bekerja. Jam menunjukkan pukul 9, satu jam lagi ia dan Hendery harus sudah tiba di stasiun untuk menjemput kedua anaknya.

"Doyoung hyung, sudah siap-siap? Sebentar lagi kita berangkat," kejut Hendery yang membuat Doyoung sedikit terperanjat.

"T-tunggu, aku ambil dompet dan ponsel dulu," Doyoung beranjak dari duduknya, berjalan cepat kembali ke kamar.

'Anak-anakku ya? Semoga mereka anak-anak yang baik' Doyoung tersenyum, ia bergegas kembali ke ruang berkumpul.

"Ayo Hendery," ajak Doyoung

Hendery hanya tersenyum dan berjalan mendahului Doyoung. Ia tak menyadari bila 'tuan-nya' itu sedang berusaha menahan senyum di belakangnya.

.

"Eomma!" pekik kedua bocah itu bersamaan, mengagetkan Doyoung dan Hendery yang sedang duduk di kursi yang disediakan untuk menunggu kedatangan. Kedua bocah itu berlari dan menjatuhkan diri di pelukan Doyoung. Doyoung reflek berdiri dan menangkap mereka, membiarkan mereka menyamankan diri di pelukan-nya.

"Mark, Haechan, jangan lari-lari nak," nampak sepasang lansia yang mengikuti mereka dengan susah payah, karena membawa barang-barang bawaan kedua bocah tersebut.

"Eomma~~~, kita kangen eomma! Eomma kangen kita tidak?," tanya Mark menatap Doyoung melas.

Doyoung tersenyum -sedikit ragu- menatap Mark, "Tentu saja sayang, eomma kangen sama kalian,"
Ia mencium pelipis keduanya dan melepas pelukan mereka.

Doyoung berdiri dan menatap sepasang lansia itu, ia membungkuk-kan badan-nya sejenak lalu memeluk mereka bergantian. Jujur, Doyoung tidak tau harus bagaimana. Karena memang ia tidak tau bagaimana kebiasaan-nya sebelumnya saat bertemu sepasang lansia -yang ia yakini adalah kakek dan nenek anak-anaknya- ini.

"Bagaimana kabarmu, Doyoung-ah?" tanya Ny. Lee tersenyum kepada Doyoung.

"Kabar baik, Nyonya," Doyoung membalas senyuman Ny. Lee. Ny. Lee sedikit kaget, karena biasanya Doyoung memanggil-nya dengan sebutan 'ibu'.

"Tidak perlu formal begitu, panggil saja aku ibu seperti biasanya," Ny. Lee tersenyum maklum. Doyoung tertawa canggung dan melirik Hendery -yang sayangnya tidak sadar saat Doyoung lirik-.

"Oh iya, Doyoung-ah. Bagaimana kabar Yong-ie? Apakah ia tetap bandel? Atau mungkin lebih parah dari sebelumnya?" tanya Tn. Lee dengan nada yang di buat seakan akan ia sedang kesal.

Doyoung menoleh ke arah Hendery yang hanya tersenyum tipis ke arah-nya, "A-ah, Taeyong hyung baik-baik saja. Dan kebiasaan-nya sedikit berkurang,"
Doyoung berusaha bersikap se-natural mungkin di depan orang tua Taeyong. Otak pintar-nya terus berputar mencari kata-kata yang pas agar tidak terjadi kecurigaan.

"Hahaha, baguslah. Lain kali laporkan saja kepadaku bila anak itu bertingkah lagi," jenaka Tn. Lee dengan jokes bapak-bapaknya.

"Eomma, ayo pulang," Haechan mencicit kecil dan menarik-narik ujung baju Doyoung.

Begitu pula dengan Mark yang menggoyang-goyangkan tangan-nya. "Iya~, Mark pengen ketemu Winwin hyung,"

Doyoung menoleh ke arah mereka dan menenangkan mereka, "Iya iya, tunggu sebentar ya sayang,"

Ny. Lee tersenyum, ia bisa maklum melihat kedua anak itu merengek kepada ibu mereka. Mereka pasti lelah, "Ya sudah, nenek dan kakek pulang dulu ya. Mark dan Haechan harus nurut sama eomma, ok? Nenek percaya kalian adalah anak-anak yang baik,"
Ny. Lee mendekat dan mencium pipi mereka bergantian. Begitupula Tn. Lee, ia memeluk kedua anak itu bergantian.

"Doyoung-ah, kami langsung pulang saja. Tolong jaga Yong-ie kami, marahi saja kalau dia tidak menurut padamu, dan sampaikan salam kami padanya," pesan Ny. Lee kepada Doyoung, mereka berpelukan sejenak.

Tak berselang lama, kereta untuk kembali ke desa tiba di stasiun. Tn. dan Ny. Lee berjalan di sekitar peron untuk mencari gerbong kereta mereka. Mark dan Haechan melambai dan mengucapkan sampai jumpa hingga sepasang lansia itu tidak terlihat karena terhalang sibuknya penumpang lain.

Disisi lain, Doyoung terus menatapi kedua anaknya yang bisa dikatakan tidak mirip dengan-nya. Pikiran-nya melayang hingga Hendery menepuk pelan bahunya, "Hyung, ayo pulang,"






TBC

7 Husbands • HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang