"Selamat malam, Lee. Wow manis sekali, apakah ini hadiah untukku?" ucap seseorang yang berjalan mendekati Doyoung sambil tersenyum menatap Taeyong.
.
.
.
.
.Taeyong menatap tidak suka pada orang tersebut. Dia menarik Doyoung ke belakang tubuhnya. Doyoung yang kebingungan hanya menurut saja saat tubuhnya seakan di "sembunyikan" oleh Taeyong.
Orang itu hanya tersenyum tipis memperhatikan tingkah Taeyong dan berkata "Benar 'kan ini hadiah untuk ku? Boleh ku bawa pulang?,"
Taeyong menjawab dengan tidak minat, "Jangan bercanda, Ten-ssi"
Ten terkekeh pelan, dia menatap Taeyong yang seolah menghindari kontak mata dengannya.
"Hei, aku disini. Mengapa kau melihat ke arah lain?" ucap Ten jenaka.
Taeyong sudah benar-benar tidak tahan, "Sudahlah Ten-ssi, jangan menggangguku,"
Ten yang mendengar itu spontan tertawa dengan cukup keras. Teman bisnis Taeyong yang melihat hanya menatap maklum pada pria yang terkesan manis itu.
"Hahahaha...... , astaga kau benar-benar berubah Tae," Ten mengakhiri tawanya dan menatap intens kepada Doyoung yang hanya diam saja sedari tadi. Doyoung yang di tatap begitu, spontan gugup dan menundukkan pandangannya.
"Manis juga pilihanmu, kurasa kau tidak salah," puji Ten dengan senyum penuh maksudnya.
Taeyong hanya diam, tak berniat untuk menjawab setiap perkataan yang keluar dari mulut Ten. Ten terus menatap lurus pada Doyoung yang "bersembunyi" di balik tubuh Taeyong. Secara tidak sadar Doyoung menggenggam tangan Taeyong erat-erat menimbulkan senyum tipis tak kentara di bibir pria itu.
"Ah, ya sudahlah. Sepertinya memang tidak ada kesempatan bagiku. Baiklah, berbahagialah Tae." Ten melewati pasangan itu dan berhenti sebentar di samping Doyoung, mengusak rambut Doyoung pelan dan tersenyum, lalu melanjutkan jalannya menjauhi mereka berdua.
Arah pandang Doyoung mengikuti kemana Ten pergi. Dia penasaran ingin bertanya pada Taeyong. "Tae, siapa dia?" tanya Doyoung yang masih sibuk menatap pada Ten yang berada di kejauhan.
Taeyong mencubit pipi Doyoung dan mengarahkan pandangan Doyoung kepadanya. "Hei, kalo bertanya menghadaplah kepadaku. Hahahaha... " Taeyong tertawa lepas. Doyoung mengusap pipinya yang baru lepas dari cubitan Taeyong dan menatap kesal ke arahnya.
"Dia Ten, salah satu temanku juga. Karena suatu hal, aku memilih menjauh darinya," Taeyong mulai bercerita. Doyoung menatap fokus pada Taeyong, bukan Taeyong nya sebenarnya tapi pada ceritanya.
"Tapi kenapa?," tanya Doyoung.
Taeyong tersenyum tipis, "Dia mengaku ke publik bila dia menginginkan pria dengan type sepertiku, dan setelah pengakuan itu dia semakin gencar untuk mendekatiku. Aku merasa sangat risih dengan perlakuannya. Ya, begitulah sekarang,"
Taeyong menatap ke arah Doyoung yang tetap terfokus padanya lalu tertawa renyah, dan mengusak rambut Doyoung "Kau manis sekali,"Lagi-lagi Doyoung menatap Taeyong dengan kesal, tapi semburat merah muda di pipinya tidak bisa berbohong. Segera, Doyoung mengubah atensinya ke arah tamu undangan lain.
.
Doyoung menarik kecil jas yang di gunakan Taeyong. "Tae, aku izin ke kamar mandi ya." ucap Doyoung tiba-tiba.
Taeyong yang sedang berbincang itu menoleh sebentar dan, "Ya, kau tau tempatnya?,"
"Aku bisa cari sendiri," jawab Doyoung jengah karena merasa diremehkan oleh Taeyong. Taeyong terkekeh dan mengangguk.Doyoung berjalan melewati beberapa pebisnis-pebisnis yang sedang bercengkerama dengan teman-temannya itu. Tujuannya sekarang hanya satu, toilet. Dia terus melangkahkan kakinya menyusuri lorong-lorong bangunan megah itu.
Dimana ya? Bukankah ini jalan yang benar? Waiter tadi menunjukkan jalannya kemari - bingung Doyoung.
Doyoung memutuskan hendak putar balik, tapi sayang dia ditarik masuk ke dalam kamar mandi oleh seseorang. Doyoung kaget, ia membolakan matanya dan menatap siapa orang itu.
"Hi manis, kita bertemu lagi," sapa Ten dengan senyum ramahnya.
Doyoung menatap Ten dengan heran,
Sendirinya manis, masih saja memanggilku manis - batin Doyoung.Doyoung menatap sekitar,
Kamar mandi!
Wah, Ten membantunya.
"Terima kasih tuan, sudah membantu saya menemukan kamar mandi," Doyoung hendak berjalan menuju salah satu bilik kamar mandi.Senyuman Ten memudar, digantikan tatapan datar yang mengintimidasi. Ten mendorong Doyoung hingga punggung Doyoung menabrak dinding cukup keras. Jelas Doyoung tak terima, Doyoung hendak melawan tetapi ia kalah cepat. Ten sudah menodongkan MAG 4 berwarna emas tepat di bawah lehernya, dan siap untuk menembak kapan saja. Doyoung sedikit mendongakkan kepalanya, berusaha menjauhkan moncong senapan itu dari lehernya.
"Kau tau? Hanya aku yang pantas menjadi pasangan Taeyong." ungkap Ten menatap lurus pada Doyoung.
Doyoung gemetar, sungguh. Kedua kakinya lemas, ia tidak berani bergerak ataupun menjawab barang sekata. Ia berharap dalam hati, agar Taeyong segera menyusulnya dan segera menyelamatkannya dari posisi ini.
Tangan Ten yang lain ter-ulur, mengusap lembut pipi Doyoung. "Sayang sekali, kau ini sangat manis. Tetapi malah memilih untuk berurusan denganku,"
Doyoung melirik Ten takut-takut, "L-lepaskan aku, b-biarkan aku hidup," mohon Doyoung dengan lirih.
Ten tersenyum, dia sedikit menurunkan senapannya. "Tatap aku!," perintah Ten.
Doyoung menurunkan kembali kepalanya dan menatap Ten dengan tatapan memohon, "Ah....., sudah lama aku tidak melihat tatapan seperti itu," ungkap Ten.
"Aku akan membiarkanmu hidup, tapi---"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Husbands • Hiatus
FanfictionBook utama [ 2 chp., akan di up secara bertahap ] Bagaimana jadinya kalau kau terbangun di kamar orang lain, dengan kehidupan yang sangat berbanding terbalik dari sebelum kau tidur?! Kim Doyoung, seorang freelance designer yang berharap segera menik...