Colossom, batas wilayah Kekaisaran manusia, tahun 1016 Masehi.
.
Duaar!
Bumm!
Sekali lagi tanah subur ini kembali bergetar terbelah menjadi beberapa bagian seperti biskuit yang jatuh dari tempat tinggi. Seruan yang menggema menelusuk telinga dan bau anyir begitu pekat. Berbagai jenis dan macam sihir dikeluarkan oleh mereka yang memakai jubah. Sementara lawan mereka berpenampilan serba hitam seperti arang, kuku setajam mulut tetangga, dan api di tangan yang sepanas melihat dia bercumbu mesra dengan yang lain tidak mau kalah. Mereka saling menyerang satu sama lain. Jika melihat keadaan ini mungkin yang muncul di benak kalian adalah perang.
Kalian tidak salah. Ini memanglah perang antara manusia dan Iblis.
"Mundur semuanya!" seru seorang lelaki dengan melambaikan tangan.
"Mundur, kita butuh waktu untuk memulihkan mana. Beberapa penyihir kita juga terluka parah," jelasnya.
"Aiden, beritahu hal ini ke markas pusat!" kali ini ia berteriak.
Secepat kilat seseorang telah berada di sampingnya, "baik," jawab pria bernama Aiden lalu pergi dengan mantra teleportasi.
Semoga bantuan segera datang.
"Tapi guru, kita tidak bisa mundur begitu saja," sanggah seseorang membuatnya menoleh sesaat.
Serangan dari Raja Iblis Ravian dan para pasukannya kembali di lancarkan. Beberapa mengenai perisai pelindung sihir dan tanah menghasilkan dentuman membuat semuanya bergetar.
"Apa maksudmu tidak bisa, Lucuria?" tanya lelaki yang di panggil guru itu.
Gadis bersurai putih itu tersenyum, "kita habisi mereka semua," ucapnya membuat beberapa orang tertegun.
"Menghabisi mereka sekarang juga?" salah seorang penyihir laki-laki mendekat. "Itu mustahil. Kita sudah berperang selama 4 tahun. Mereka tetap tidak ada hentinya menyerang. Seperti yang di katakan guru Niels, sekarang kita kekurangan pasukan dan butuh waktu untuk mengembalikan mana," jelas pria itu sedikit putus asa.
"Itu benar, Lucuria," ucap Niels membenarkan.
Gadis itu menyeringai, "tentu saja bisa. Aku yang akan menghabisinya," ucapnya mantap dan jelas.
Semua yang berada di sana ternganga dengan kenekatan Lucuria kini berjalan santai membawa tongkatnya. Ia mendongak menatap Ravian, sang Raja Iblis.
"Lucuria, hentikan!" titah Niels sementara gadis bermanik merah jambu itu tetap tak bergeming.
"Oi, apa kau sudah gila? Kau akan mati!" seru salah satu penyihir.
Beberapa penyihir tampak panik sebagian lain begitu menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan ada yang menggunakan teropong untuk melihat aksi gadis keras kepala itu. Cahaya berwarna merah bersinar di tongkatnya. Bibir mungil semerah jambu itu bergerak merapalkan mantra sesaat dan berhenti.
"Jika kita tidak menghabisi mereka, peperangan ini tidak akan berakhir. Pertumpahan darah juga akan terus terjadi," ucapnya.
"I-itu benar juga. Tapi-"
"Karena itu aku akan menyelesaikannya. Guru selalu bilang jika tidak menyelesaikan seluruh tugas maka aku akan mendapatkan suami yang brewok-an," jelasnya memotong ucapan Niels.
Satu
Dua
Tiga
Hening.
Semua terdiam hingga salah satu dari penyihir Kekaisaran manusia tertawa pecah. Mereka menggelengkan kepala mendengar ucapan Lucuria.
"Itu 'kan karena kamu malas membersihkan kelas saat jam piket!" Niels menepuk jidat, "Lagian ini tidak ada hubungannya dengan itu," ujarnya.
Sebenarnya aku yang salah mengajar atau muridku ini yang terlalu pintar ... batinnya.
Raja Ravian yang sedari tadi diam terkikik geli melihat aksi bocah kencur pemalas dengan mantap ingin menghabisinya. Mata merahnya menatap santai duduk menopang dagu. Sebenarnya ia sedikit merasa aneh dengan mantra yang dirapalkan gadis itu. Mantra yang tidak begitu asing di telinganya. Sekejap ia sedikit terkejut melihat gadis berwajah pucat itu kini menampilkan sebuah senyuman mengerikan.
"Generate umbra element."
Tak butuh waktu lama, sihir Lucuria melesat cepat ke langit. Membuat awan hitam dan petir yang bergemuruh berkumpul. Hembusan angin membuat jubah mereka bergerak hebat kian lama makin kencang. Para penyihir dan Iblis berlindung menggunakan mantra yang menghasilkan perisai. Sementara Lucuria tak bergeming. Ia bahkan tak lagi mau mendengar seruan untuk menghentikan aksinya.
Ini saatnya
"Makhluk jahat yang merusak bumi, aku melenyapkanmu dari dunia ini!"
"Ocean Fire Hell."
Awan hitam pekat itu mengeluarkan petir yang begitu banyak melesat cepat ke tanah membentuk kawah dengan lautan api. Melahap tubuh Raja Ravian dan pasukannya seperti kutu busuk yang menggerogoti tubuh manusia. Bangsa Iblis berteriak kesakitan sebelum akhirnya hangus menjadi abu. Para penyihir menatap ngeri dan takjub pada Lucuria yang kini telah selesai melenyapkan musuh mereka. Sementara gadis itu melangkahkan kakinya mendekati tubuh Raja Ravian yang ambruk mencium tanah.
Ia menatap datar seorang Raja Iblis tampan dengan baju sobek menampakkan tubuh atletisnya sedang terbatuk mengeluarkan darah segar. Dalam sekejap lelaki itu meraih kerah jubah Lucuria tanpa di sadari. Menepis jarak di antara mereka hingga dahi hidungnya menyentuh wajah gadis bersurai putih sepinggang. Manik merahnya bertemu dengan manik merah jambu milik Lucuria. Ia dapat merasakan hembusan napas hangat dari manusia ini. Bibirnya tertarik hingga pipi memperlihatkan deretan gigi yang tajam begitu mengerikan. Tenang, dia sudah menggosok gigi sebelum berperang.
"Ingat ini baik-baik," lalu menarik belakang leher Lucuria, "aku akan kembali, Lucuria," sampai akhirnya lebur menjadi abu.
.
To be continued.
768 kata.
Yurika note:
Holla, semoga ceritanya menghibur dan kalian menyukainya. Baru prolog lho besok Part 1 nya aku post. 😁Dukung author dengan vote and coment. Di tunggu yak. 😊
Salam manis, Yurika Rahma
KAMU SEDANG MEMBACA
Rissa Became A Witch (HIATUS)
FantasyBlurb: Berkisah pada suatu zaman di mana manusia bertahan hidup dari serangan bangsa Iblis yang ingin menguasai bumi. Peperangan dan pertumpahan darah terus terjadi hingga manusia mempelajari sihir demi kelangsungan hidup. Cerita ini berpusat pada...