Bagi orang lain, hidup Hyunjae nyaris sempurna. Menjadi anak salah satu pengusaha batu bara di negaranya, harta yang dimiliki keluarganya tentu melimpa ruah. Katanya, hartanya bisa tidak habis sampai tujuh turunan.
Itu hoax.
Kehidupan Hyunjae tidak ada bedanya dengan anak-anak lain yang tidak terlalu mendapat kasih sayang orang tuanya. Memang, mereka memberikan segala fasilitas untuknya mulai dari mobil, kosan termahal, uang bulanan lebih, hingga ia memiliki sebuah black card yang dimiliki oleh satu keluarganya. Tidak sulit mendapatkan black card karena sang Ayah memiliki kenalan dalam dunia perbisnisan hingga mengurus hal seperti ini.
Sayang beribu sayang, kesibukan orang tuanya yang tidak dapat dikontrol membuat ia jauh dari kata sayang. Dari kecil, Hyunjae selalu dititipkan oleh pengasuhnya dan tumbuh menjadi anak yang mandiri. Kadang-kadang, ia berusaha mengajak kedua orang tuanya untuk berkumpul bahkan saat libur nasional, namun tidak berhasil.
Mamanya sering meminta uang, padahal memiliki pegangan sendiri. Aneh, tapi Hyunjae tidak bisa menolaknya. Ia selalu memberikan sebagian uang yang dimiliki kepada sang mama.
Setelah mengetahui fakta yang sesungguhnya, alangkah terkejutnya jika Emma, sang Mama, memiliki hutang bernilai milyaran dan enggan bercerita pada sang papa. Karena bila sang papa sudah marah besar, seisi rumah bisa hancur.
"Bro, lo kenapa? Mabok?"
Younghoon cukup khawatir melihat kawannya sempoyongan dan hampir terjatuh dari tangga. Dibilang sakit juga enggak, soalnya Hyunjae cowok kuat dan jarang sekali sakit.
Kepala yang masih terasa diputar-putar itu dipegangnya kuat. "Enggak, gue gak tau kenapa tiba-tiba pusing aja sih. Semalem cuman minum air dingin, bukan alkohol, Hoon. Paling bentar lagi pusingnya juga ilang."
"Hmm, tumbenan. Nanti istirahat dulu di kamar, sarapannya dihabisin nanti nasinya nangis. Gue kayaknya mau keluar bentar beli something buat Devan," kata Younghoon.
Hyunjae segera menghabiskan sarapannya yang sudah dibuat enak oleh Stella pagi tadi. Sahabatnya itu pun bergegas mengambil kunci mobil lalu pamit kepada Stella untuk keluar dan diangguki oleh gadis tersebut tanpa ditolak. Awalnya Stella ingin ikut, namun teringat ia harus membersihkan rumah tersebut dan menjadi pembantu dadakan sehingga dirinya langsung mengurungkan niat.
Melihat Stella baru saja mengambil makanan dari kamar Devan, cowok tersebut berdecak kagum dengan perhatian cewek itu kepada adiknya.
Sejak awal Hyunjae iri, ia pun ingin mendapat perhatian darinya namun tak pernah diberi. Setelah tahu bila Devan ternyata sakit, Hyunjae menepis rasa iri tersebut dan ikut kagum dengan perjuangan Devan yang ingin sehat dan normal seperti anak lain.
Tiba-tiba saja, hidung Stella mengeluarkan darah cukup banyak dari kejauhan. Sebagai seorang yang khawatir akan keadaan cewek itu, Hyunjae mengambil piring-piring kotor di meja dan membawanya ke wastafel, di mana Stella ada di sana. Darahnya begitu deras mengalir.
"Lo gak pa-pa?" tanya Hyunjae.
Bodoh, jelas itu jauh dari kata baik-baik saja.
Stella menggeleng, mengisyaratkan dia tidak apa-apa. Tangannya masih sibuk menahan pendarahan yang sulit dihentikan karena sakitnya.
"Bentar, gue ambilin wadah gak kepake aja buat tampung darahnya. Lo tunggu di sini dan jangan pingsan dulu," kata Hyunjae segera berlari ke kamarnya dan mengambil wadah bekas makanan yang dia bawa ke mari. Ia pun menaruhnya di bawah kepala Stella, lalu melepaskan jari cewek itu yang tengah menjepit hidungnya. "Buka, biarin lima menit habis itu jepit lagi."
Mendengar instruksi dari cowok tersebut karena memang benar, Ara pun melakukannya secara bertahap. Darahnya sulit dihentikan lama, butuh sekitar lebih dari 15 menit untuk membuat hal tersebut berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka | Hyunjae
Fanfiction"Heh! Ngapain gue jadi pacar lo, nyir." Stella ini kaget setengah mampus pas ditembak sama most-wanted Fakultas Hukum di tengah lapangan. Iyalah, gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba Hyunjae ini nembak dia. Akrab aja engga, mana acara nembaknya gak...