14 •

96 11 7
                                    

Stella tidak bisa tidur, bahkan tengah malam tubuhnya menggigil dan terasa tidak enak. Rasa pusing di kepalanya masih terasa sampai detik ini. Membersihkan rumah ini- rumah yang tidak bisa dikatakan kecil, bahkan sampai Hyunjae terus mengomeli dirinya dan menyuruhnya beristirahat tidak membuat Stella berhenti bekerja.

Hanya segelas air putih biasa dan selimut tebal menemani malam panjangnya, tatapannya hanya tertuju pada langit yang bertabur permata bintang. Indah, andai Stella bisa bersama mereka. Bersama dengan orang-orang yang telah menjadi bintang, ia percaya bahwa mereka yang baik akan diangkat ke langit dan menjadi cahaya yang begitu terang. Pemikiran sejak kecil hingga sekarang ternyata tak berubah, ia senang dengan pemikirannya.

Pintu kamar Stella tidak ia tutup secara rapat, terdapat sedikit celah yang bisa memperlihatkan dirinya dari luar tengah duduk di sebuah kursi dan tengah menatap ke arah luar jendela.

"Rasanya tinggal di surga gimana, ya?" tanyanya dalam keheningan panjang, tangannya menyentuh jendela dan rasa dingin menyebar ke kulitnya. "Setelah yakin Devan bahagia, lebih baik aku pergi ke surga biar semua orang juga bahagia."

Itu gak akan bikin diri lo bahagia, gumam lelaki di daun pintu kamar Stella.

"Tuhan, aku gak minta apapun selain kebahagiaan Devan sebelum pergi. Pengorbanan seorang kakak untuk seorang adik yang sejak kecil sakit-sakitan bukankah sebuah hal yang pantas untuk dilihat? Bahkan jika harus mengorbankan kasih sayang dari kedua orang tuaku sendiri—yang bahkan sejak kelahiran Devan sudah mengabaikanku dan menjadikanku pribadi yang mandiri. Aku tidak membenci adik laki-lakiku yang manis dan penuh semangat sepertinya, aku hanya benci diriku sendiri yang terlihat membuat orang tuaku merasa diriku hanyalah beban keluarga."

Sejak kapan lo jadi beban keluarga? Lo bahkan seseorang yang sangat tepat untuk keluarga ini, kata lelaki itu lagi di dalam batinnya.

Semenjak tahu bahwa memang Stella sakit— bahkan mungkin lebih parah daripada dugaan Hyunjae, lelaki itu terus mencoba untuk lebih dekat dengannya. Belasan kali ia sudah ditolak entah dengan cara yang kasar maupun halus, tidak membuat dirinya menyerah.

Sekarang ia baru mengetahui salah satu keinginan gadis itu selain melihat Devan bahagia, yaitu merasakan kembali kasih sayang kedua orang tua yang sudah pudar semenjak kelahiran Devan.

Keinginan yang sama seperti yang Hyunjae mau, sama-sama membutuhkan perhatian dan kasih sayang oleh kedua orang tua mereka. Jika Stella mampu tersenyum pada semua orang meski sedang diinjak-injak oleh masalah lain, lain halnya dengan Hyunjae. Kalau memang ia sudah jengkel, maka tidak sulit membaca ekspresi wajahnya dalam waktu kurang dari satu menit saja. 

Masih dalam keadaan yang sama, Hyunjae masih memperhatikan gadis yang masih memandang langit itu. Telinganya yang tajam bisa mendengar suara bukan gumaman yang meluncur mulus dari bibir tersebut.

"Setelah kembali ke kampus, kayaknya gue harus cari part time lagi. Mama sama papa udah bilang kalau seluruh tabungan mereka difokuskan ke Devan aja, dan mulai dua bulan lagi gue harus mandiri. Younghoon masih mau ga ya gue bujuk buat cariin gue kerja?"

Stella berpikir lagi, namun berpikir membuat kepalanya terasa pusing. Seharusnya ia beristirahat di rumahnya, lagi-lagi rumahnya justru sudah terasa tidak nyaman sebagai sebuah 'rumah'.

Satu pesan masuk dari Hyunjae— yang masih saja berada di depan kamarnya namun sama sekali sosok itu tidak sadar akan kehadiran lelaki itu di sana. Stella segera membacanya meski bola matanya berputar malas.

From : Setan Neraka
Free gak besok? Gue mau ajak lo buat temenin gue jalan-jalan sekitaran sini. Younghoon gak bisa

"Apaan sih," gerutunya. "Mandiri, kek! Kayak lo anak bayi aja segala jalan-jalan kudu banget ditemenin." Dengan kesal ia menolaknya dan mematikan ponselnya supaya tidak mendapatkan spam chat dari lelaki yang diberi nama kontak dengan 'Setan Neraka'.

Asmaraloka | Hyunjae Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang