Bagian 4

1.8K 291 62
                                    


Di seberang sana Yeji terperajat. Aku mendengar dari suara napasnya yang tertahan. Tak ada balasan.

"Seungmin..." Dan akhirnya Chan datang. Dia membulatkan mata kala melihatku menempelkan ponselnya di telinga. "Apa yang kau lakukan?!"

Chan berteriak. Bersoraklah Yeji-ssi, sekarang kau dengar kekasihmu baru saja membentak pasangannya.

Aku menyerahkan ponsel Chan. "Maaf, kupikir kau masih tidak suka menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal. Tapi, aku yakin kau telah hafal di luar kepala nomor tak bernama ini."

Setelah Chan menerima ponselnya, aku berjalan keluar kamar. Memberinya sedikit privasi untuk bicara, atau mungkin menjelaskan sesuatu pada Yeji.

Lima belas menit kemudian, dia datang ke dapur. Aku menunggunya dengan makanan yang nyaris basi di atas meja.

Makan malam kami diisi dengan kesunyian yang sudah biasa terjadi. Jeongin, biasanya menjadi satu-satunya orang yang dengan semangat bercerita pada kedua orang tuanya tentang apa yang dia alami seharian. Tapi, malam ini dia tidak ada. Dan hanya kami berdua. Keadaan dimana akhirnya aku menyelami masa lalu saat kami baru saja menikah karena perjodohan.

Alasanku sendiri mau menikah dengan Chan adalah, 'kenapa tidak?' Kami berteman dengan baik, juga telah mengerti satu sama lain. Kukira dia juga berpikiran hal yang sama. Namun, saat itu aku tak pernah berpikir bahwa akhirnya, setelah kami punya Jeongin, dia tertambat pada seseorang. Seorang gadis cantik yang juga sangat baik dan berpendidikan tinggi. Kupikir setelah ada Jeongin, pernikahan kami, yah... akan berjalan dengan begitu-begitu saja sampai akhir.

Jeongin sedang dalam masa-masanya meniru. Dia senang sekali menirukan semua yang Chan lakukan. Dia juga sangat suka berdekatan dengan ayahnya meski kesibukan selalu membuatnya harus bersabar. Tapi, dia juga butuh aku. Dia membutuhkanku lebih dari dia membutuhkan orang lain. Suatu saat, di mana semuanya akan bermuara? Aku takut akan akhir itu. Akhir yang mungkin menghancurkan buah hatiku.

"Seungmin.... Kau menangis?"

"Hah?"

Kuusap pipiku. Benar saja, basah. Aku kelabakan.

"Aku agak pusing. Tinggalkan saja piringmu di situ, akan kucuci besok pagi."

Segera aku pergi dari sana menuju kamar. Sedikit aku ragu karena pada akhirnya Chan pun akan masuk ke ruang yang sama. Tapi, aku tidak punya pilihan.

~

Chan Pov.

[Maafkan aku]

Lagi-lagi kata maaf terdengar dari seberang sana. Aku tak mampu menyalahkannya yang juga sangat menyesal.

"Tidak apa-apa. Istirahatlah dulu. Seungmin, aku yang akan mengurusnya."

Setelah itu sambungan telepon kami terputus. Aku masih punya satu pekerjaan yang harus diselesaikan. Semoga berjalan lancar.

Malam ini, makanan Seungmin terasa lebih hambar dari biasanya. Seperti biasa, aku tidak mengeluh atapun berkomentar sedikit pun tentang makanan malam itu. Terlebih saat merasakan keheningan yang sengaja dia ciptakan.

Rasanya begitu tersiksa harus tetap duduk disini dan menikmati makanan yang tak ingin kusentuh, sebenarnya. Pikiranku kacau. Tidak bisa kutebak isi kepala Seungmin sekarang, melihat sikapnya yang biasa-biasa saja.

Aku ingin membuat langkah baru. Berusaha menjelaskan semua yang telah diucapkan Yeji di telepon tadi adalah semata-mata hanya ajakan pergi biasa yang bahkan sudah dia tahu adanya.

Something Called Love | ChanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang