———◐☆◑———
“Saat keadaan memaksa untuk merasakan hal membingungkan, tentang hujan ... dan dia.”
———◐☆◑———
.
.
.
.
.
.
.
.
📖Jakarta, Indonesia
Selasa, 1 Februari 2000HUJAN DAN DIA
Aku menyukainya ... hujan!
Bagiku suara alunan hujan begitu sangat menenangkan. Terlebih, saat aku merasa sedih dan memilih untuk menangis saat dirinya turun dengan deras. Rasanya begitu menenangkan dan melegakan. Selain itu, setidaknya suara tangisan akan tenggelam oleh suaranya yang kencang, bukan?
Lalu, rasa dingin pun tidak selalu terasa saat dirinya hadir. Sebab, seseorang selalu memberikan kehangatan dengan kasih sayang ataupun perlakuannya. Seperti ... pelukan.
Aku sangat bersyukur kepada Sang Pencipta. Setidaknya Ia masih memberiku seseorang sepertinya, yang menyayangiku apa adanya. Sekalipun dia harus kehilangan sesuatu, hanya demi bersamaku.
“Apa aku akan tetap menyukainya setelah semua yang terjadi? Atau aku masih harus berharap jika dia masih tetap ada sekarang?” Suara yang terdengar serak dan lemah. Bahkan, kedua mata sembab dan wajah pucat.
Wanita itu kini duduk di atas lantai, bersandar pada pinggir ranjang seraya menekuk lutut.
Perlahan pegangan pada buku melemah hingga terjatuh dan pandangan beralih menatap jendela terbuka.
Air yang jatuh terlihat jelas, begitu pun dengan suara hujan terdengar begitu nyaring.
Sekarang hanya ada kebingungan untuknya ... hujan dan dia, batin wanita itu, kemudian memeluk betis.
Bayangan masa lalu terlintas, di mana dirinya tengah berdiri dengan seorang pria-yang memeluk dari belakang-tepat di depan jendela itu.
“Semua itu hanya kenangan, dan aku membenci hujan,” gumamnya. Lalu, bulir bening menetes begitu saja. Bahkan, rasa sesak di dada semakin terasa dan hati seakan disayat menimbulkan rasa yang amat menyakitkan.
“Tapi ... aku juga masih menyukai mereka.” Suaranya semakin terdengar lemah, kemudian menggigit bibir bawah mencoba untuk menahan isak tangis. Setelah itu, kedua mata dipejamkan bertepatan dengan bulir bening kembali menetes.
“Aku harus bertahan untuknya.” Lalu, kedua tangan beralih memegangi perut.
Mengapa semua menjadi membingungkan? Semua ini menyakitkan, tentang hujan ataupun dia. Rasanya aku ingin lenyap dengan ingatan yang tidak lagi menyimpan memori semua kenangan masa lalu.
Tidak ada lagi kehangatan saat hujan. Tidak ada lagi pelukan yang dia berikan. Kini, hanya ada hujan dan tangisan, hujan dan kedinginan. Dan aku ... sendirian.
***
Senin, 12 Februari 2018
16.00 WIBKedua kelopak mata perlahan terbuka hingga memperlihatkan langit-langit berwarna hitam. Setelah itu, wanita yang sedari tadi terbaring di atas ranjang pasien perlahan duduk. Samar-samar telinga mendengar suara hujan.
Memang, hujan kini tengah turun begitu deras. Namun, tidak terlalu terdengar jelas dari ruangan yang ditempeli pengedap suara itu.
“Hujan,” gumam wanita itu. Lalu, tiba-tiba menangis dan menutupi telinga dengan kedua tangan, mencoba menolak untuk tidak mendengar suara hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Eighteen (Hujan & Tangisan) [Revisi]
Teen FictionWARNING ⚠⚠⚠ Cerita ini sudah versi direvisi (o∩_∩o) Sebelum kalian membaca, author akan memberitahukan jika cerita ini dibumbui sedikit dengan konflik gangguan mental. ╰●╮ ╰●╮ ╰●╮ Ini sebuah kisah masa umur 18 tahun. Di mana kisah masa lalu yang te...