———◐☆◑———
“Sebuah pertemuan dan kebersamaan. Entah itu karena disengaja atau tidak, yang namanya sudah ditakdirkan, maka akan tetap terjadi pada kehidupan.”
———◐☆◑———
.
.
.
.
.
.
.
.
📖12 Februari 2018
Koridor sepi itu nampak dihuni oleh empat siswi—Nadira yang berdiri di hadapan dengan Geng CJA.
“Mau apa lagi kalian, hah?” Nadira bertanya dengan nada suara cukup membentak. Sontak, perlakuannya itu membuat Caitlyn, July, dan Anatari tersenyum miring, kemudian memutar bola mata malas.
“Punya nyali lo sekarang buat lawan?” tanya July memasang wajah begitu angkuh dengan kedua lengan yang disilangkan di depan dada.
Nadira mengepalkan tangan kuat, tanpa mereka sadari tubuh perempuan itu bergetar merasa takut.
Ya, bagaimana tidak. Sudah beberapa kali dirinya dirundung oleh mereka setelah bersekolah di sini.
Nadira terdiam. Rasanya untuk menanggapi tidak akan ada gunanya.
“Kok, lo enggak jawab? Takut?” July langsung tersenyum miring. Lalu, dia beralih berdiri di belakang Nadira dan menendang bagian antara paha dan betis hingga perempuan itu—Nadira—berlutut.
Nadira meringis merasa sakit pada lutut, membuat ketiga orang itu terlihat puas dengan suara tawa yang terdengar.
“Sorry, kaki gue nakal banget, sih, berani-beraninya nendang si Peringkat 2 di sekolah elite ini.” July langsung menahan tawa, begitu pun dengan kedua temannya. Sementara Nadira hanya bisa menunduk.
“Uh, kok di sini panas banget. Lo panas enggak, Ra?” July berucap seraya mengipasi dirinya dengan kipas.
“Pasti panas banget dia. Tapi, tenang, sebentar lagi dia bakalan hujan. Dan sekalian aja …. ” Belum sempat Anatari menyelesaikan ucapannya dia lebih dulu menyiram Nadira dengan setengah ember air.
“Ana—” Suara Caitlyn tertahan, kemudian membuang napas kasar.
“Sorry, gue enggak tahan.” Anatari mengulas senyum simpul pada Caitlyn yang menatapnya tajam.
Namun, Anatari tidak begitu mempedulikan, kembali beralih pada Nadira.
“Nah, sekarang lo udah enggak panas 'kan, Ra?” tanya Anatari. Lalu, dia dan July tertawa puas, sedangkan Caitlyn hanya terdiam dengan lengan disilangkan di depan dada.
Sementara Nadira menunduk seraya berusaha menahan tangisan dan mencengkeram ujung rok.
“Ra? Nadira? Lo masih sadar, 'kan?” tanya July yang kemudian beralih berdiri di hadapan Nadira dengan sedikit membungkuk untuk menatap karena kepalanya menunduk.
Nadira masih terdiam, enggan untuk menjawab. Perempuan itu benar-benar merasa ketakutan sekarang.
“Jangan bilang suara lo juga ngilang sama kaya nyali lo, Ra?” Kali ini July beralih berjongkok di hadapan Nadira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Eighteen (Hujan & Tangisan) [Revisi]
Novela JuvenilWARNING ⚠⚠⚠ Cerita ini sudah versi direvisi (o∩_∩o) Sebelum kalian membaca, author akan memberitahukan jika cerita ini dibumbui sedikit dengan konflik gangguan mental. ╰●╮ ╰●╮ ╰●╮ Ini sebuah kisah masa umur 18 tahun. Di mana kisah masa lalu yang te...