📖|16. Pesan

16 4 0
                                    

———◐☆◑———

“Sikap seseorang itu tidak mudah untuk ditebak. Orang yang telihat baik sekalipun bisa melakukan apa yang tidak bisa kita bayangkan.”

———◐☆◑———
.
.
.
.
.
.
.
.
📖

Jam menunjukkan pukul 05.40 WIB. Terlihat kebanyakan murid SMA Biru masih berada di lingkungan asrama, tetapi beberapa tengah berlari di lingkungan sekolah.

Lalu, ditambah dengan lagu dari Bunga Citra Lestari berjudul Harta Berharga terputar begitu nyaring. Bahkan, di lingkungan asrama pun tidak ketinggalan. Ya, sudah tentu di sana pun akan dipasang son.

“Kamu enggak ikut siaran, Ma?” tanya Nadira. Kini, keduanya nampak tengah melangkah di lapangan sepak bola, setelah lari beberapa putaran.

“Gue enggak dikasih tahu, tuh. Makanya enggak ikut,” jawab Alma.

Setelah itu, mereka memilih untuk duduk di tengah lapangan, kemudian meminum air mineral dan memakan roti.

***

“Oke, sudah hampir setengah jam kita berjumpa dengan siaran pagi ini,” ucap Defar dari studio. Terlihat dia duduk di kursi yang berada di ruang berbeda dan hanya dibatasi oleh kaca. Sementara Iwan duduk untuk mengatur perlatan dan Endang hanya duduk di sampingnya.

“Dalam minggu ini sepertinya tidak ada berita yang begitu menarik untuk dibahas,” ungkap Defar, kemudian beralih menatap layar laptop menunjukkan beberapa foto juga video Nadira, Raga, dan Adira.

Memang, dalam siaran selalu ada sesi pembacaan berita terbaru. Entah itu berhubungan dengan sekolah ataupun dari luar.

“Ada postingan di grup angkatan kita, Far,” ucap Endang menunjukkan layar ponsel menunjukkan foto Raga yang menyondongkan badan pada Nadira. Lalu, saat Raga menyimpan tangannya pada kepala Nadira.

“Siapa, sih, yang up foto itu?” Raut muka Iwan menunjukkan ketidak sukaan.

Defar langsung memberikan kode dengan ibu jari dan telunjuk yang dibentuk huruf O.

Setelah itu, dia memutar lagu dari EXO berjudul Ko Ko Bop dan menghampiri kedua temannya.

“Lagian yang ngirim E-mail itu ke kita enggak guna banget. Ya, walaupun bakalan menarik dibuat bahan gosip.” Endang langsung tertawa kecil diiringi senyuman miring, menyiratkan ketidak sukaan.

“Untung kita enggak jadi up, nih, berita. Kayanya terlalu agak sensitif. Lagian, itu, sih, urusan mereka,” tutur Defar.

“Nah, bener.” Endang menanggapi.

“Gila! Si Anjani yang up.” Iwan langsung menunjukkan postingan itu, baru menyadari siapa pelaku nama dari yang memposting.

“Berarti E-mail itu dari Anjani, dong?” Iwan menambahkan.

“Kenapa bisa? Bukannya dia sekolah di rumah?” tanya Endang.

“Beneran Anjani? Gila, sih! Apa dia bayar orang?” Pertanyaan Defar hanya mendapat gelengan kepala dari kedua temannya.

Memories of Eighteen (Hujan & Tangisan) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang