BIP : 04

14 1 0
                                    

The Writers Marigold Present

Bullyship In Friend - Kelompok 4

Created By : CaratStay2


•••

Kini Vinka masih dengan pikiran yang bergulat bahwa Bianca sedang menyembunyikan sesuatu atas perginya Rendra. Namun,  disisi lain Bianca merasa bersalah karena telah membuat sahabatnya merasa kepikiran atas kejadian ini.

"Vin …," panggil Bianca lembut.

"Hem …  ada apa Bi?" jawab Vinka dengan mengangkat kepalanya untuk melihat jelas wajah Bianca.

" Lo tu bersyukur ya, punya Ayah yang sayang banget sama lo," puji Bianca saat melihat sikap siaga Ayah Vinka.

"Hahahaha … Iyah he is my hero, Gue juga bersyukur banget Ayah sayang sama gue dan walaupun kehidupan gue pas-pasan itu udah lebih cukup," jawab Vinka sambil membayangkan kehidupannya sekarang.

"Seandainya Vin, Rendra ninggalin kita menurut lo gimana? " tanya Bianca hati-hati agar Vinka tidak sedih atas ucapannya.

"Entahlah Bi, kesepian mungkin," jawab Vinka acuh tak acuh. Hanya sebuah kata itu yang ada dalam pikirannya sekarang.

"Lo ngerasa ada sesuatu yang aneh atas kepergian Rendra?" tanya Vinka gencar. Rasa penasaranya kini berkobar.

"Gue ga ... tau, Vin, lagian juga belum pasti kalau Rendra bakal pergi," lanjut Bianca dengan berharap bahwa Vinka tidak akan mengeluarkan pertanyaan demikan lagi yang akan membuatnya kesulitan dalam mencari jawaban.

•••

Malam kini menjadi muram. Menyaksikan bintang dan bulan bercengkrama di atas semesta sudah cukup untuk membuat tawa sederhana. Rendra sedang duduk digazebo rumahnya. Membayangkan semua kisah bahagia yang ia telah lalui bersama sahabatnya. Sembari menikmati cokelat panas buatan Ibundanya.

Helaan nafas yang panjang keluar begitu saja. Seolah ada beban besar yang tak dapat diungkapkan untuk saat ini. Rasa lelah yang kian menjadi-jadi, seolah tak mau pergi dari hadapannya. Namun, sela-sela kejadian yang dia alami saat ini tersirat rasa yang dia sendiri pun tak dapat mengerti.

"Maafin gue yah Vin ... Bi ... gue harus pergi ninggalin kalian dimasa-masa yang harusnya kita gunakan untuk bermain bersama." ucapnya kepada semesta dan berharap bahwa semesta akan menyampaikan maafnya kepada sahabatnya.

Sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul ntah dari mana. Rendra kini akan mempersiapkan sebuah kejutan untuk kedua sahabatanya sehari sebelum kepergiannya.  Setidaknya akan ada moment spesial yang bisa dia berikan kepada sahabatnya.

•••

Suasana pagi yang segar membuat tiga orang yang sedang duduk ditaman sekolah menjadi lebih bahagia.

"iEh gurls … Pulang sekolah nanti gue ajak kalian ke suatu tempat. Mau gak?" tanya Rendra memecah keheningan diantara ketiganya.

"Wagelaseh mau banget lah … apalagi yang gratisan," jawab Vinka antusias kini ia merasa bahwa kepergian Rendra tidaklah benar.

"Gue sih ikut Vinka aja," sambung Bianca.

"Oke kalau gitu, nanti pulang sekolah langsung keparkirannya." pesan Rendra kepada sahabatnya sebelum masuk kedalam kelas.

•••

Keheningan dikelas menjadi hal yang sangat biasa ketika Pak Anton guru matematika itu datang untuk memberikan hasil ujian. Tatapan Pak Anton menusuk semua indra penglihatan. Rasanya hasil ujian kali ini pasti banyak yang harus remedial. Pak Anton membuka tasnya dan mengeluarkan selembaran kertas hasil ujian. Saat ini Bianca merasa sangat deg-degan dengan hasil yang akan dia peroleh. Bagiamana jika Pak Anton tau bahwa ia telah menyontek ujian Vinka.

"Bianca silahkan maju kedepan," ucap Pak Anton dengan nada sedikit lebih tinggi.

Deg-

Bianca sangat gemetaran. Keringat begitu saja meluncur membahasi kulit putihnya. Dengan langkah pelan ia maju kedepan kelas.

"Selamat kamu memperoleh nilai tertinggi dalam ujian matematika kemarin. " puji Pak Anton sambil memberikan selamat kepada Bianca.

"What?!!! Apa ini gue nilai tertinggi matematika. Mampus guee!" ucap Bianca dalam hati. Seolah pujian yang diberikan tadi adalah sebuah beban buat Bianca. Karena setiap yang memperoleh nilai tertinggi maka dialah yang akan mengajari teman-temannya didepan kelas sampai paham.

"Silahkan Bianca, kamu pasti sudah tahu apa yang harus kamu lakukan seperti yang Vinka sering lakukan."
perintah Pak Anton menohok. Yah, memang Vinkalah yang selalu melakukan hal tersebut karena dia cukup ahli dalam bidang matematika.

" Ma ... af ... Pak ... Sa ... ya ... Ti ... dak ... Bi ... sa," ucap Bianca terbata-bata dengan kepala tertunduk karena takut melihat wajah Pak Anton.

"Kenapa tidak bisa? Nilai kamu hampir terbilang sempurna Bianca," sindir Pak Anton yang sudah mulai paham bahwa Bianca telah menyontek atau membuka google saat ujian berlangsung kemarin.

"Dari mana kamu memperoleh jawaban ujian itu?  Dari google kah?  Dari Vinka kah?  Atau dari langit?!" tanya Pak Anton yang mulai marah karena kelakuan Bianca

"Maaf Pak ...  Saya menyontek dari ...," ucapan Bianca terpotong ketika seorang anak OSIS datang untuk memanggil Pak Anton keruang Kepala Sekolah. Kini Bianca selamat ia tidak akan dihukum untuk lari keliling lapangan ataupun membersihkan kamar mandi.

" Hufftt hampir aja." helaan Bianca sembari berjalan menuju kursinya. Jantungnya kini sudah hampir berpindah tempat kala melihat wajah seram gurunya.

" Bi ... Lo gak kenapa-napa kan?  Nih minum dulu." tanya Vinka khawatir sambil memberikan botol yang berisikan air agar diminum oleh Bianca. Bianca pun dengan senang hati menerima minuman itu.

" Asal lo tau Vin … Jantung gue rasanya mau copot tau gak," ucap Bianca hiperbola dengan memberika sedikit ekspresi lelahnya.

" Seandainya tadi anak Osis gak datang, tamatlah riwayat gue Vin." ucap Bianca sambil menggoncangkan badan Vinka.

" Yah bukan lo aja,  gue juga kali bakal keseret dengan hukuman lo." titah Vinka.

" Hehehe maaf Vin," lanjut Bianca dengan memberikan tanda v didua tangannya. Yang menandakan bahwa dia tidak akan mengulangi hal demikian.

" Iyah gue maafin," balas Vinka sambil kembali fokus ke novel yang sedari tadi dibacanya saat Bianca sedang didepan kelas.

•••

Bel pelajaran terakhir pun akhirnya berbunyi. Semua siswa/i dikelas Vinka sangat bersorak bahagia. Seolah mereka baru keluar dari tahanan guru Bahasa yang sangat membosankan dan monoton.

Vinka dan Bianca pun juga merasakan hal yang sama dengan temannya yang lain. Pelajaran Bahasa adalah pelajaran yang paling dibenci mereka berdua. Setelah menyusun semua buku kedalam tas mereka, dengan sigap mereka langsung menuju parkiran untuk menemui Rendra. Setidaknya Rendra dapat mengubah suasana hati mereka yang rusak karena pelajaran Bahasa.

" Woi Vin, Bi, sini cepetan… Lama banget lu kaya onta,"cerca Rendra yang sudah menunggu sahabatnya hampir 10 menit.

" Yaelah nyamuk berisik amat lo dah, "timpal Bianca tak enak.

" Kenapa tuh wajah lo berdua kusut kayak baju yang belum disetrika?" tanya Rendra yang kini menebak bahwa kedua sahabatnya pasti baru saja melalui penjara sementara.

" Hah gue tahu ni pasti karena pelajaran Bahasa kan? "tebak Rendra sempurna.

"Hem gitulah," jawab Vinka seadanya.

"Yaudah jangan kusam lagi, kan ada gue yang bakal balikin mood kalian." ucap Rendra memberikan semangat sambil mengacak-acak pucuk kepala kedua sabahatnya memberikan sentuhan hangat yang terakhir bagi keduanya.

" Yaudah masuk mobil," perintah Rendra.

" Ahsiap." balas Vinka dan Bianca bersamaan.

•••

Bullyship In FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang