BIP : 06

2 1 0
                                    

The Writers Marigold Present

Bullyship In Friend - Kelompok 4

Created By : sukatypoo

•••

"Kalian nanti yang akur ya, kalo berantem harus baikan secepatnya." ucap Rendra sambil membaringkan tubuhnya diatas rumput yang diikuti kedua sahabat nya.

"Ga ada alasan buat kami berantem kali, tumben banget, kenapa emang?"

Bianca hanya diam saja, enggan masuk kedalam obrolan yang paling sensitif baginya.

"Hah ... ya enggak. Cuma ngingetin aja."

Vinka menyipitkan matanya penuh curiga, "aneh banget. Oh iya, besok jadi ga main ke rumah gue? Sekalian ngambil dvd yang lo minta kemarin,"

"Gak bisa,"

Vinka mengernyitkan dahinya, "loh kenapa? Katanya besok free."

"Gue mau pergi," ucap Rendra pelan lalu menghela nafas.

"Gabisa lo batalin? Walaupun demi kita?"

Rendra menatap Bianca, meminta untuk tidak memperpanjang obrolan tersebut.

"Iya tuh, demi kitaa!"

"Tetap gak bisa, sorry."

"Yaudah deh, minggu depan aja kalo gitu, " kata Vinka, menyerah membujuk sahabat laki-lakinya ini.

Ia sangat mengenal Rendra, apabila keputusan sudah ditetapkan, maka tidak bisa diganggu gugat, walaupun orang terdekatnya sekalipun.

"Gue mau pulang," ucap Bianca yang langsung berdiri dan berlari menuju mobil.

"Eh Bi! Kenapa deh, akhir-akhir ini dia sensitif banget, yaudah yuk pulang."

Rendra hanya diam, sampai Vinka mengajaknya pulang, karena ia tahu alasan Bianca bersikap seperti itu.

•••

"Bi, kok lo diem aja sih dari tadi? Sakit perut? Atau kenapa? Gak biasanya," panggil Vinka sambil memegang pundak Bianca hingga membuat gadis itu terkejut.

"Enggak kok, gue baik-baik aja, perasaan lo aja kali," balas Bianca seraya memegang erat tangan Vinka yang berada dibahunya.

"Kalo emang gak enak badan bilang aja Bi, biar gue anter ke rumah sakit," bujuk Rendra tanpa melihat ke belakang karena fokus dengan ramainya jalan raya.

"Udah gue bilang, gue baik-baik aja! Udah deh kalian lebay banget,"

Vinka menatap sahabatnya heran, tidak biasanya bersikap seperti itu, "mungkin sedang datang bulan." pikirnya.

"Udah-udah jangan berantem, ntar cepat ubanan, emang mau?" canda Vinka sambil melihat kedua sahabatnya bergantian, Bianca dan Rendra sontak langsung menggelengkan kepala.

"Enak aja! Udah cantik gini masa ubanan, Rendra tuh udah mirip kaya kakek-kakek, ubanan plus cerewet!" ejek Bianca tanpa ampun.

"Sembarangan kalo ngomong, nih liat! Item semua rambut gue, lo kali tuh mirip nenek lampir, " kata Rendra seraya menunjuk kepalanya tanpa menoleh kebelakang.

"Ngomong apa lo! Sini, gue botakin rambut lo sekalian!" geram Bianca hendak meraih rambut Rendra yang langsung ditahan oleh Vinka.

"Aduh! Kalian kok malah makin memanas sih, please stop guys, kita lagi dijalan, rame! Rendra, lu diem aja deh, fokus nyetir mobil!" perintah Vinka yang ikut mengomeli Rendra.

Rendra hanya bisa mencibir pelan, kalau dua wanita dibelakangnya sependapat, maka sudah dipastikan ia yang kalah.

•••

"Akhirnya sampe juga! Kalian mau mampir dulu gak?" tanya Vinka pada kedua sahabatnya.

"Gue mau langsung pulang aja, lain kali aja ya Vin," ujar Bianca dengan nada rendah, Vinka yang melihatnya hanya menganggukkan kepala tanpa bertanya lebih lanjut.

"Yaudah, Rendra!"

"Kenapa?"

Vinka tersenyum, "hati-hati nyetirnya, jangan berantem sama Bianca, oke?"

"Iya-iya," decak Rendra pelan lalu melambaikan tangannya saat Vinka sampai di pintu rumahnya.

Sekitar lima menit tanpa bersuara, mobil yang dikendarai Rendra berhenti di depan rumah bertingkat dua dengan halaman yang cukup luas.

Bianca langsung membuka pintu mobil lalu berjalan menuju rumahnya tanpa berpamitan dengan laki-laki yang mengantarnya.

"Tunggu, Bi!"

Gadis itu hanya bisa memejamkan matanya tanpa berniat berbalik, "apa lagi?"

"Maaf,"

"Lu gak salah apa-apa, kenapa minta maaf?"

"Ini juga berat buat gue Bi, sebenarnya gue gak mau pergi, tapi keadaan yang maksa!" teriak Rendra pasrah, membiarkan unek-unek yang sejak dulu terkubur dalam menguar begitu saja.

"Kalo gitu lo tinggal aja dengan gue, atau gak nge- kost kan bisa,"

"Gak bisa Bi, Ayah pergi dari rumah, Bunda sakit, masalah itu terdengar sampe ke telinga Oma. Lu tau kan, gimana Oma? Udah pasti Oma gak akan biarkan Ayah ketemu sama Bunda, Gue gak mau ninggalin Bunda sendirian."

Rendra sebisa mungkin menahan sesak yang menumpuk di dadanya, Bianca hanya bisa menangis mendengarnya, walaupun tidak pernah merasakan kehidupan seperti yang Rendra lalui, ia bisa membayangkan sesedih apa laki-laki di depannya ini.

Tanpa bersuara, ia merengkuh Rendra. Layaknya anak kecil yang kebingungan mencari arah jalan untuk pulang.

Laki-laki itu menangis, menumpahkan segala beban yang menumpuk batinnya. Ia harus pergi, meninggalkan kedua sahabatnya yang paling berharga dari apapun.

"Boleh gue nganter lo besok?" pinta Bianca disela tangisnya.

Rendra memegang pundak sahabatnya, melihat Bianca yang berantakan karena habis menangis, "gak! Ntar nangis lagi, lo tau kan kalo lo jelek,"

Bianca melepas tangan Rendra kasar, bagaimana bisa laki-laki itu bercanda dengan wajah yang kacau ditambah hidung meler.

"Rese banget!"

"Beneran gak mau pamit sama Vinka? Dia pasti kaget banget lo tiba-tiba ngilang,"

"Gak dulu, yaudah gue pulang ya, baik-baik sama Vinka, bye!"

Bianca hanya bisa menghela nafas kasar, sahabat laki-laki nya itu sangat keras kepala, "bye! Hati-hati dijalan!"

•••

Pengumuman keberangkatan sudah disiarkan melalui speaker lima menit yang lalu, anak remaja tersebut menghembuskan nafasnya pelan.

"Rendra? Ayo,"

Laki-laki itu menolehkan kepalanya, menatap seseorang yang paling ia segani, "iya, Oma."

Sebelum kakinya melangkah, ia berbisik di tengah keramaian.

"Selamat ulang tahun, Vinka."

•••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bullyship In FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang