Kali ini aku pengen nulis cerpen
Cerpen ini diangkat dari kisah nyata, semoga suka***
Vote dulu sebelum baca
Komentar setelah baca***
“Dipanggil Bu Sasha di ruangannya,” kata temanku
“Oke, makasih,”Ibu Sasha adalah guru Bimbingan dan Konseling di sekolahku, beliau sosok yang sangat dekat dengan siswa-siswinya. Ibu cantik yang berhasil membuat jantung kami selalu berdetak sangat cepat ketika beliau memasuki kelas kami dengan membawa buku poin. Di sekolahku, setiap pelanggaran ada poinnya, dan apabila ada yang melanggar maka namanya akan masuk buku tersebut, poin akan dikumpulkan, dan ketika mencapai 25 poin akan diberikan SP (Surat Peringatan) 1, ketika mencapai 50 poin maka akan diberikan SP 2 dan pemanggilan orang tua, bisa juga ditahap ini akan dikenai skors jika memang pelanggarannya berat, dan setelah itu ketika masih melanggar peraturan lagi, maka jalan terakhir akan terkena “pecat sekolah”. Kalo sekolahmu bagaimana?
Aku memasuki ruangan Ibu Sasha, beliau sepertinya sudah menungguku. Ibu memberiku amanah agar membantu beliau memberikan surat peringatan kepada orang tuanya temanku, Andrian. Dia selalu telat jika berangkat sekolah, dengan mata yang terlihat kurang tidur dan selalu tidur ketika pelajaran berlangsung. Ibu juga mewanti-wanti agar aku bisa memberikan itu langsung pada orang tuanya. pun mengiyakan perintahnya.
Setelah pulang sekolah, aku dan temanku mencari tahu rumahnya, 30 menit perjalanan akhirnya kami bertemu dengan rumah yang bisa dikatakan masih setengah jadi, temboknya masih terbuat dari batu bata, belum tergores dengan warna-warni cat.
Kita mencoba mengetuk pintu tersebut, namun sampai beberapa kali tetap tidak ada respons. Sampai akhirnya ada tetangga yang menghampiri kita. Beliau menanyakan hendak mencari siapa, ku beri tahu bahwa hendak mencari orang tua Andrian. Lalu kami diajak berbincang dengan tetangganya, dan penjelasan dari tetangganya sungguh mengejutkanku.
Aku terkejut saat mengetahui bahwa ternyata kedua orang tua Andrian merantau. Dia tinggal di rumah dengan adiknya yang masih berusia 5 tahun. Di rumahnya tidak ada kamar mandi, jadi setiap pagi sebelum subuh dia sudah bangun dan harus menimba air dari sumber mata air yang letaknya kurang lebih 500 meter dari rumah, air itu digunakan untuk mencuci baju dan direbus agar bisa digunakan untuk minum dan memandikan adiknya. Katanya menimba air dari sumber mata air sebenarnya hal yang wajar di desa tersebut. Hanya saja, ini berbeda dengan yang dialami Andrian.
Sambil menunggu air rebusan matang, dia menyapu rumah, dan pergi membeli sarapan, sepulang membeli sarapan, barulah dia membangunkan adiknya dan memandikannya, namanya masih kecil, terkadang susah untuk diajak bangun dan dimandikan. Tapi Andrian tetap sabar dalam merawatnya, setelah memandikan adiknya barulah dia mandi. Lalu dia sarapan sambil menyuapi adiknya yang terkadang rewel.
Setelah semua selesai, barulah dia bisa berangkat sekolah. Dan adiknya dititipkan pada tetangganya. Terkadang adiknya tidak mau ditinggal, namun biasanya tetangganya meyakinkan bahwa adiknya tidak apa-apa jika ditinggal olehnya, dia tidak perlu khawatir. Semua itu yang membuat Andrian telat.Mendengar penjelasan tersebut rasanya ada yang sesak dihati, sebuah tamparan dahsyat bagi diriku, malu sekali. Selama ini aku kalo bangun selalu dibangunin, dan itu pun setelah subuhnya selalu tidur lagi, bangun kalau sudah ditengok matahari, buru-buru mandi dan sarapan sudah tersedia di meja makan. Akhirnya kuputuskan surat tersebut ku simpan, dan esok mengenai semua ini akan ku ceritakan, ibu Sasha harus mengetahui semua ini karena pasti Ibu punya keputusan yang lebih bijak lagi.
Ah, Andrian! Kau, kau, aku tak menyangka
KAMU SEDANG MEMBACA
Deary Mahasiswa Bimbingan Konseling
Science FictionCatatan hati dan catatan harianku.