꧁ H+1 ꧂

3 0 0
                                    

   Jadi manusia itu tidak ada asyik-asyiknya. Semakin hari berganti menjadi seorang manusia yang manusiawi sangat melelahkan. Dulu sewaktu di surga, mungkin saja aku terbujuk rayuan Iblis Jahanam hanya karena satu buah khuldi. Mungkin, itu sebab banyak bayi yang lahir menangis, termasuk aku. Dihukum Tuhan, sebagai satu bentuk dosa besar pertama di surga-Nya.

   Untungnya Tuhanku, atau banyak Tuhan lainnya yang diaku-aku, memaafkan seorang bayi terlahir penuh kelemahan bahkan untuk sekadar menghentikan tangis.

Tuhan Maha-pemaaf.
  
   Dan dari frasa itu aku paham satu hal tentang manusia. Manusia tidaklah hebat dalam sebuah seni bernama memaafkan.

   Manusia..., egois, dengan segala ke-goblok-annya, merasa dirinya paling dizalimi padahal dia yang paling mahir dalam kezaliman.

   Manusia, lebih binatang dari bintang. Memamah apapun yang dirasa paling benar, menjamah segala hal dalam balutan hak, dan menghajar prinsip berlawanan dengannya.

   Makin hari makin sulit menjadi manusia. Makin hari perikemanusiaan habis, terbitlah peri-kebinatangan.

So, let's be apathetic!

Minggu, 17 Januari 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LET'S BE APATHETICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang