Seisi kelas tahu kalau Asih pendiam. Makin parah lagi belakangan ini, Asih tidak saja pendiam, tapi juga sering tidak dengar saat dipanggil. Akibatnya, Bu Guru Tien sering ngomel-ngomel padanya bahkan menjulukinya 'kuping panci'. Dengan sebutan barunya, akhirnya Asih menjadi bulan-bulanan seisi kelas. Siapa lagi kalau bukan Jean, Ane, dan Martha pelopornya
Asih hanya bisa menangis malu sambil berkaca-kaca matanya.
"Sudah, jangan dimasukin hati. Bu Guru Tien tidak sungguh-sungguh kok ngomongnya," kata Sonya menghibur
"Aku nggak keberatan sama Bu Guru Tien. Soalnya waktu itu aku memang sedang melamun. Tapi Jean, Ane, dan Martha sungguh keterlaluan. Siapa yang tahan kalau diejek terus setiap hari. Aku jadi malas setiap kali mau masuk sekolah," kata Asih sambil menahan tangis
"Nggak usah didengarkan kalau begitu," kata Sonya
"Kalau bisa begitu sih enak. Kamu bisa menyihir kupingku jadi kuping panci benaran?" Tanya Asih
"Bisa saja kalau kamu mau. Tapi buat apa? Toh kamu marah melihat tingkah mereka. Lebih baik mereka saja yang disihir, itu baru adil," kata Sonya
Asih berpikir-pikir
"Tidak, aku rasa itu tidak adil. Kau tidak pantas ikut menghukum mereka. Lagi pula sebenarnya asal masalahnya adalah Bu Guru Tien. Dia yang bilang kalau kupingku lebih pantas disebut kuping panci. Bukankah tidak pantas seorang Guru berkata seperti itu?"
Kini ganti Sonya yang berpikir-pikir. Betul juga yang dikatakan Asih. Bu Guru Tien harus dilibatkan dalam masalah ini. Ia juga harus mendapat peringatan
"Begini saja," kata Sonya tiba-tiba. "Aku akan membuat semua perkataan Bu Guru Tien menjadi kenyataan. Jadi, bukan aku yang menyihir, tapi Bu Guru Tien"
Asih setuju. Esok paginya Sonya dan Asih sengaja datang pagi-pagi untuk menaburkan bubuk mantra di meja Bu Guru Tien
Sonya tidak sabar lagi menunggu pelajaran pertama dimulai dan melihat apa yang terjadi
Bu Guru Tien masuk dengan langkah tegap seperti biasanya. Kelas masih ramai
"Sssst, diam. Ini kelas, nanti yang lain terganggu. Apa kalian mau kelas kita jadi pasar?" Kata Bu Guru Tien
Seketika itu juga kelas berubah menjadi pasar seperti perkataan Bu Guru Tien. Ane jualan buku, Jean membeli, dan Martha berbelanja pensil dan penggaris. Sementara anak-anak yang lain sibuk mengangkut tas dan buku sekolah. Bu Guru Tien jadi pusing tujuh keliling
"Apa-apaan ini? Kalian mau menggoda aku ya?"
Seketika itu pasar berubah. Semuanya menggoda Bu Guru Tien. Ada yang bersuit-suit, menyoraki, bahkan menggelitiki kakinya
"Hahaha, hihihi, geli, geli, hentikan, sekarang semuanya diam. Awas kalau ada yang bergerak!" Kata Bu Guru Tien mengancam
Seketika semua anak diam mematung
Bu Guru Tien pucat, tapi kemudian sadar bahwa semua perkataannya terjadi saat itu juga. Ia jadi gugup, tapi dengan cepat bisa menguasai keadaan
"Haha, pasti ada yang bikin jampi-jampi di sini. Baiklah, aku minta maaf atas kejadian yang lalu. Aku hanya ingin semuanya belajar dengan baik. Setelah itu aku ingin mantra ini lepas dari kalian"
Saat itu juga anak-anak langsung belajar dengan tekun. Mereka yang sudah melakukannya terbebas dari mantra itu. Bu Guru Tien senang
"Hihihi, asyik kalau setiap hari seperti ini"
Tiba-tiba Pak Kepsek berjalan melintas di depan kelas
"Eh, jangan-jangan mantranya masih berfungsi... Pak Kepsek, saya mau naik gaji," kata Bu Guru Tien dengan mantap
"Apa saya tidak salah dengar?" Kata Pak Kepsek
"Apa Anda tidak malu berkata-kata seperti itu di depan murid-murid? Sekarang, cepat ke kantor saya!" Kata Pak Kepsek
Hihihi, kali ini Bu Guru Tien hanya bisa menurut sambil merah padam mukanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Sonya Gadis Penyihir
Short StoryHanya kumpulan cerpen dari rubrik Sonya Gadis Penyihir, bersumber dari Majalah anak Ino yang terbit dari tahun 2001-2009 Semua cerita yang ada dalam kumcer ini BUKAN buatan author