Malam itu aku bersamamu, Kita jadi satu.

103 3 0
                                    

Bell sekolah berbunyi, menandakan waktunya pulang. Aku segera berkemas dan bergegas menuju rumah, Papah sudah menunggu di pagar sekolah, sudah menantiku dari setengah jam yang lalu. Aku meminta Papah untuk bergegas sampai rumah, dia pun bertanya, ada apa ? Aku hanya beralasan banyak tugas yang akan aku kerjakan. Namun itu hanya alasan belaka, alasan yang sebenarnya ialah Gema, aku ingin tau kabarmu, kamu kemana ? tanpa melepas sepatu aku langsung masuk ke kamar dan melihat ponselku. Ternyata ada whatsapp baru, tertera jelas pengirimnya ialah Gema, setidaknya aku lega walaupun belum membacanya.

'Cika mencariku tidak tadi di sekolah ? hehe. Aku terpaksa izin karna disini hujannya sangat tidak bisa untuk berkompromi. Bahkan airnya pun nyaris meredam rumahku. Tapi tak apa, aku sudah aman di rumah Paman, tidak jauh dari tempat tinggal-ku. Nanti malam sibuk tidak ? kebetulan besok sabtu dan kita libur, bisakah nanti malam kita bertemu ? nanti aku ajak kamu ke sebuah tempat. Soal urusan izin gampang. Nanti aku yang meminta kepada Bapak Ibu mu. Semoga kamu mengiyakan.'

Aku tersenyum, namun juga sedikit kwartir akan keadaannya. Siapa yang tidak cemas dengan banjir ? tidak heran jika daerah sini rawan dengan genangan air tinggi jika hujan turun. Tapi tidak mengapa, dia sudah aman di tempat Pamannya. Bagaimana nanti ? aku baru kali pertama keluar malam dengan seorang lelaki. Jantungku berdebar hebat. Namun hatiku tidak pernah berbohong, iya aku sangat senang. Aku membalas pesan itu. Mengiyakan dalam bahasaku sendiri. Aku menyiapkan pakaian yang hendak aku kenakan nanti. Aku bingung, baju mana yang patut aku pakai ? agar Gema terpesona kepadaku, ternyata aku tidak punya banyak baju. Memang aku anak rumahan, tapi tak apa ada beberapa baju yang pantas aku pakai bersamanya. Aku sengaja tidak mengabari Papah Mamah kalau aku hendak pergi, aku belum siap, biar Gema saja yang nanti meminta izin. Aku hanya mengurung diri di kamar sembari menunggu kedatangannya. Aku tak sabar, Gema aku tunggu di rumahku, aku sudah siap. Kataku dalam hati.

Terdengar sangat jelas suara motor yang berhenti persis di depan rumahku, aku tebak pasti itu Gema. Jika benar itu Gema, aku tunggu dia mengetok pintu terlebih dahulu. Aku sangat tak yakin Papah dan Mamah mengizinkanku pergi malam itu. Jika memang tidak boleh, yasudah mau gimana lagi. Suara ketokan pintu terdengar jelas, benar itu Gema, yang aku nanti dari tadi.

"Assalamualaikum" suara dari lawan pintu rumah

Aku berlari dan lekas membuka pintu itu "Walaikumsalam" jawabku.

"Gema, tunggu sebentar ya, aku panggilkan mamah dulu" dia hanya mengangguk dan menunggu di luar rumah.

"Mah, kenalin ini Gema teman Cika"

"oh iya, masuk sini nak, ada perlu apa datang malam-malam ?" sambut Mamah

"perkenalkan Bu, saya Gema, saya ingin mengajak Cika pergi sebentar, boleh ?" Gema lekas meminta izin dan menjabat tangan Mamah

"sudah malam ini loh nak, apa tidak bisa esok hari saja ?"

"sudah biarkan saja Mah, biarkan Cika merasakan masa mudanya, jarang-jarang kan Cika pergi malam ?" suara itu datang dari dalam rumah dan mendekat, ternyata Papah. Syukurlah Papah sudah mengizinkan. Kalo memang dari Papah mengiyakan, Mamah selalu mengikuti apa katanya. Papah menghampiri Gema dan menjabat tangannya. Tidak seperti yang aku pikirkan. Tidak setegang berucap ikrar nampaknya, hehe.

"yasudah kalo dari Papah boleh, Mamah ikut saja baiknya gimana. Tapi ingat jangan pulang larut malam dan tau batasnya ya" mama mempertegas lagi

"iya mah, pasti Cika pulang tepat waktu" kataku

"Gema, titip Cika ya, jaga dia baik-baik" lagi-lagi Papah mempertegas

"siap Pak Bu, pamit ya, pinjam Cika sebentar" Jawab Gema, lalu kami berpamitan dan saling berjabat tangan.

Ternyata Gema lelaki yang pemberani. Gema, kali ini aku sungguh teramat kagum dengan-mu. Kali pertama dan baru kali ini ada lelaki yang seberani kamu meminta izin kepada orang tuaku. Aku tak pernah menyangka, kamu lah orang-nya yang selama ini aku tunggu dan aku cari. Semoga.

***

Malam itu, kami menyusuri kota Bekasi, gemerlap lampu, bintang yang teramat terang dan awan entah kemana dia bersembunyi, nampaknya malu melihat kemesraan kami. Oh indahnya malam itu. Gema mengajak-ku ke sebuah Coffe Shop, tidak amat jauh tempat-nya, namun aku juga belum pernah ke tempat itu. Tidak ramai, tidak juga sepi tapi selalu ada pengunjung yang datang berlalu lalang. Kami memesan kopi, Gema memesan Kopi Tubruk dan aku Caffe Late tidak lupa dengan Roti Bakar, sepertinya sangat nikmat jika di sajikan bersama Kopi. Kebetulan aku belum makan malam, memang sengaja biar bisa makan malam bersama Gema. Kami memilih tempat duduk yang cukup jauh dari para pengunjung. Ada banyak hal yang ingin di sampaikan Gema padaku, katanya berbisik padaku, apakah itu ? aku penasaran di buatnya.

"tunggu kopi-nya datang dulu ya Cik, nanti aku sampaikan"

"kenapa harus nunggu ? kenapa tidak sekarang saja, Gema ?"

"Ngopilah denganku, maka akan aku ceritakan semua pengutaraan isi hatiku" dia menatapku dalam-dalam.

Gema, kenapa engkau selalu membuatku tersenyum malu, membuat kejutan tak terduga. Jantung-ku tidak bisa untuk berkompromi, berdebar amat kencang. Aku tak tahu maksud-nya apa. Aku diam seribu kata. Menunggu kopi itu datang.

"silahkan kopinya Mas, Mbak. Ini hidangan Roti Bakar yang di pesan ya, selamat menikmati, saya tinggal dulu" seorang pelayan datang membawa pesanan kami.

"terimakasih" ucap Gema.

Dia bertanya padaku, suka atau tidak dengan tempat ini, aku dengan mantap menjawab, suka. Memang teramat jarang aku pergi dan menikmati suasana malam seperti ini, tidak pernah sepertinya. Kita ngobrol banyak hal. Dari masalah sekolah sampai ke pribadi masing-masing. Dia lebih mengenal-ku, begitupun aku, lebih mengenal dia lebih dalam, semua tentang-nya. Kali ini obrolan sangat serius. Aku tegang dibuat-nya. Sampai dimana dia menyatakan semua yang di rasa, dari mata turun ke hati. Semua kata-kata manis-nya bisa meluluhkan hatiku. Jantungku berdetak kencang tidak seperti biasanya.

"Cika, ada banyak kata yang ingin aku utarakan, namun cukup sebagian saja yang ingin aku sampaikan" ucap Gema lalu menatapku dalam-dalam

"lantas ? apakah itu Gema ?"

Tanpa meminta dia memegang tanganku, lalu mengutarakan semua

"kamu masih ingat pertama kita bertemu ? yaa pertemuan singkat tanpa perkenalan satu sama lain, tanpa bertanya kamu dari mana dan siapa ?"

"terus ? " ucapku semakin penasaran

"ya karna nyari kelas lah mana ada kepikiran buat nanya nama kamu" ucapnya lalu tertawa

"kamu ih, aku kira serius ada apa" aku bete dibuatnya, serasa di permainkan

"bodohnya aku waktu itu, tidak menanyakan semua itu padamu, aku masih kagum padamu, penasaran tapi belum sayang" ucapnya dalam-dalam dengan semua tatapan tajamnya

"aku tidak mengerti maksudmu Gema, sungguh" aku hanya mengernyitkan dahi

"tapi sekarang sudah sayang, dan berujung cinta, mau kah kamu menjalin asmara ? membuat cerita cinta kita ?"

Aku tidak bisa berkata-kata, pandanganku kosong. 17 tahun ada di bumi baru kali ini ada lelaki yang mengutarakan semua isi hati. Aku harus gimana ? aku bertanya pada diriku sendiri, tapi aku juga tidak bisa membohongi hati-ku sendiri, aku sudah membalas perasaannya dari awal. Iya, hatiku mantap, aku harus menetap.

"Gema, kamu serius ?" tanyaku meyakinkan

"memang dari tadi aku kelihatan bercanda Cika ?" lalu dia mencoba meyakinkan

Sungguh, aku tidak bisa berkata kata, aku hanya tersenyum dan mengangguk, dia pun sudah paham maksudnya. Hatiku mantap, dia lah orangnya, aku harus menetap padanya, bisikku pada diri sendiri. Kami berpelukan, bintang dan langit tersenyum, semesta pun menyukainya.

Nafsu mu yang menggema, Bukan Cinta (ON REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang