part8

8 4 1
                                    


"Lidia! Mana buku latihan kamu?! Saya nggak mau tau ya, paling lambat sesudah jam istirahat buku latihan kamu harus ada di meja saya!"
Aku yang baru balik dari WC dan hendak ke kelas kebingungan mendengar suara Pak Joko si guru sosiologi yang killer. Tak lama nampak Pak Joko berjalan keluar kelas, kumisnya yang sudah beruban itu bergerak gerak karena ia terus mengomel.

Aku masuk ke kelas hendak duduk di kursiku, "lid, ini buku kamu?" Aku menyodorkan sebuah buku big boss warna hijau tanpa nama ke atas meja Lidia.

"Loh ini buku gue! Lo ambil ya?!" Lidia mengambil buku tersebut dengan kasar.

"Bukan! Tadi aku Nemu dekat kelas." Belaku.

"Tauk ah!" Lidia berjalan keluar kelas dengan terburu buru, aku hanya melihatnya berlalu.

Entah kenapa sejak kejadian itu Lidia tampak tak suka denganku, padahal aku sudah jujur tapi ia tetap tidak percaya, ya sudah aku pun tak acuh soal hal seperti itu.

Beberapa hari ini baru aku sadari tatapan teman kelasku sedikit berubah, aku telat menyadari hal itu, ah pasti seseorang membuat gosip tentangku, ya sudah bodo amat, toh dia yang akan mendapat dosa sedangkan pahalanya terus mengalir padaku.

"Fokus." Gumamku, aku kembali mencari buku di perpustakaan untuk tugas ekonomi, aku butuh lebih banyak contoh soal dan materi tentang pajak.

"Yes ketemu." Di rak buku Sosiologi aku menemukan dua buku tentang pajak, mungkin seseorang salah meletakkannya.

"Yo! What's up?!"

Aku tergelonjak kaget dan langsung menoleh kearah sumber suara, ternyata itu Nanda, aku mendengus pelan.

"Tumben sendiri terus." Sambungnya.

"Lagi pengen sendiriaaaan... sendirian." Aku menirukan adegan di sebuah film kartun tentang laut dan isinya.

Ketika aku duduk di kursi perpus Nanda masih mengekor padaku, sesekali ia melihat buku yang aku baca dengan alisnya yang tertaut. Tak lama ia mengambil sembarangan buku yang terdapat di rak di sampingnya, aku menoleh sesaat lalu fokus membaca buku yang berada di tanganku ini.

"Mau Budi daya bunga Nda?" Celetukku ketika selesai mendapatkan apa yang aku butuhkan.

"Nggak Cuba gabut nunggu kamu." Jawabnya enteng sambil mengembalikan buku berwarna hijau itu ke rak.

"Aku nggak minta di tungguin pun." Aku berdiri hendak mengembalikan buku pajak tadi ke raknnya. Nanda kembali mengekor padaku dan tak merespon kata kataku tadi.

Sampai aku keluar perpus ia masih mengikutiku, "Ngapain sih?!" Aku sedikit risih karena rambut sepunggung miliku di mainkan olehnya dari tadi.

"Bentar diem dulu." Ia masih sibuk dengan rambutku.
Aku menarik rambutku dari tangannya, dan lihat apa yang dia lakukan, di rambutku sudah tertempel beberapa plester bening yang di gunakan ibuk perpus untuk menyampul buku. Aku menatap laki laki tinggi itu dengan kesal, sedangkan ia hanya cengengesan.
Aku lepaskan plaster tersebut dari rambutku lalu pergi menuju kelas, sungguh kurang kerjaan sekali dia.

"Ntan, jangan marah dong, aku cuma bercanda."
Aku masih lanjut berjalan tak menggubris Nanda.
"Liat orang main basket yok?! Di lapangan rame keknya."
Aku berbalik, "oke, cari tempat yang bagus buat nontonnya, kalau gagal aku bakal tetap marah sama kamu!"

"Tenang gue tau kok tempat yang bagus!"

Sejurus kemudian sampai lah kami di depan ruang MPK (Majelis Perwakilan Kelas) konon katanya pangkat mereka lebih tinggi dari OSIS, dan bisa saja memberhentikan ketua OSIS jika tak becus. Ruangan ini berada di lantai dua, dan bagus sekali untuk menatap langsung ke lapangan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang