part5.

9 5 0
                                    

Koma, dan harus mendapatkan donor sumsum tulang belakang itu lah fonis dokter terhadap Eca. Bukan masalah uang yang ditangisi bunda Eca sekarang, tapi golongan darah Eca cukup langka AB negatif, serta pendonor juga belum ditemukan.

5 hari berlalu aku masih setia menunggu Eca untuk bangun, mama tak pernah marah aku menemani Eca seperti ini ia mengerti anaknya pasti sangat sayang dengan sahabatnya yang satu ini.

Setiap hari aku mengoceh di samping kasur Eca sekedar membujuknya untuk bangun atau hanya menggerakkan badan, tapi tampaknya mimpi Eca lebih menarik ketimbang ocehanku.

Entah kenapa ketika melihat poster golongan darah yang tertera di dinding rumah sakit ini suatu pertanyaan di kepalaku muncul, "goldar aku apa ya?"
Dari dulu hingga sekarang aku tak pernah tau goldarku apa, dan aku tak pernah berniat untuk menceknya.

Seorang dokter lewat di hadapanku, aku menarik tangannya, "buk dokter, ibuk sibuk kah?"

Dokter itu berbalik dan tersenyum ke arahku, "ibuk tidak sibuk nak, emangnya kenapa?" Dokter yang bernama Humaira ini menatapku ramah.

"Kalau golongan darah AB negatif itu bisa dapat donor cuma dari AB negatif aja ya?"

"Goldar AB negatif itu goldar universal, dia bisa dapat donor dari A negatif, B negatif, O negatif, juga AB positif. Tapi cuma bisa jadi pendonor bagi AB positif."

"Makasih buk dokter." Ujarku girang, setidaknya ada kesempatan bagiku untuk menolong Eca.

"Iya sama sama."

Aku berlari ke ruang ICU, di depan sana ada Bunda Eca yang tengah berbincang dengan mamaku.

"Mama aku mau tes darah!" Ujarku saat itu juga.

Bunda dan juga mama kaget mendengar keinginanku yang tiba tiba ini, "emang buat apa Lia?" Tanya mama lembut.

"Lia mau bantu Eca Ma."

Bunda dan juga mama seperti mendapat sengatan listrik 100volt, mereka sangat kaget dengan keinginanku.

***

Setelah lesai mencek darah, ternyata darahku cukup bersih dan sehat untuk di donorkan tapi sayang golongan darahku B positif yang artinya aku tak bisa mendonorkan sumsum tulangku untuk Eca.

Hiruk pikuk rumah sakit tak bisa mengalihkan kekecewaanku, tatapan mataku kosong melihat orang berlalu lalang di depan ruang ICU ini.

"Lia, kita pulang yuk dah hampir malam." Ajak mama sambil memegang tanganku.

Ku ikuti langkah mama dengan pelan dari belakang, dari sini aku bisa melihat langit yang mulai ungu ke hitaman, gerimis juga mulai turun semesta agaknya ikut bersedih bersamaku. Mama sudah sampai di teras rumah sakit, aku baru di ambang pintu.

Braag!!

Pandangan kosongku langsung teralihkan ke sumber suara tersebut, alangkah terkejutnya aku melihat mama terpental beberapa meter dari tempat ia berdiri tadi, penyebabnya tak lain sebuah mobil ambulance yang datang terburu buru, mobil itu penyok sedangkan mama bergelimangan darah.

"Mama!!!" Aku histeris mengejar mama yang sudah tak sadarkan diri.

Pihak rumah sakit langsung mengerahkan tenaga mereka, orang berbaju putih lekas membawa mama ke ruang UGD.

Bunda yang melihat ke ribuan tersebut mendekatiku yang menangis histeris."kenapa Lia?" Ujar bunda dengan khawatir.

"Mama..hiks...mama bunda...mama!" Aku terisak, kakiku lemas sudah tak sanggup berjalan, perlahan pandanganku mulai gelap segelap langit malam setelahnya aku tak ingat apa apa.

memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang