Bagian (2/3)

63 0 0
                                    

"Ran, anter gue ke toko buku yuk, ada yang harus gue beli nih."

"Nggak bisa, Di. Lo nggak liat kerjaan gue numpuk gini? Ini juga gue kayaknya mau lembur." Ujar Randi menunjukan pada Diandra tumpukan kertas demi kertas di atas meja kerjanya yang sudah dikejar deadline.

Jika melihat persahabatan antara Randi dan Diandra, pasti banyak orang yang iri dengan jenis persahabatan mereka berdua, bahkan tidak sedikit yang mengira mereka sepasang kekasih. Bagaimana tidak, sejak kecil mereka selalu bersama, belajar di sekolah yang samaan selama 12 tahun dan di kelas yang sama pula, saat memasuki perguruan tinggi mereka kuliah di kampus yang sama, juga jurusan yang sama. Sekarang, Tuhan masih enggan memisahkan mereka berdua, disaat mereka sudah lulus kuliah, mereka disatukan kembali di tempat kerja yang sama, juga di departemen yang sama, seakan alam masih ingin melihat persahabatan mereka yang tak terikat apapun itu.

"Si Dira kemana emang?" Tanya Randi tanpa memindahkan pandangannya pada layar komputer. "Hmm.. dia sibuk, ada pertemuan sama kliennya di luar kota." Keluh Diandra.

Adira Septian, ialah laki-laki yang berhasil merebut hati Diandra, satu-satunya orang yang mungkin menarik jauh Diandra dari Randi. Lelaki yang beberapa waktu lalu menyatakan ingin menikahi kekasihnya itu, dan membuktikan keinginannya dengan membawa orang tuanya menghadap langsung kepada keluarga Diandra. Sekarang, betapa bahagianya Diandra menjadi tunangan salah seorang bos muda tersukses di Ibu Kota. "Yaudah deh, Ran. Kalau lo lagi sibuk, gue jalan sendiri aja. Selamat lembur ye."

"Di!" Baru beberapa langkah, Randi memanggil Diandra, reflek Diandra langsung membalikan badannya. "Kenapa Ran? lo mau nganter ya?"

"Nggak, di luar mendung, jangan lupa bawa payung."

Mendengar jawaban Randi, Diandra langsung merengut. "Nggak apa-apa, Kalau pun Hujan nggak masalah kok. Lo tahu lah. Ya udah ya."

"Di!" Kembali Randi memanggil Diandra saat Diandra melangkah lagi. Diandra tersenyum. "Pasti sekarang mau nganter, kan?"

"Hati-hati ya, Di."

Kali ini Diandra tidak menjawabnya, langsung pergi tanpa membalikkan badannya lagi kepada Randi yang terus melihat punggung Diandra menuju keluar ruangan.

Sebenarnya ada keraguan dalam diri Randi saat tahu Diandra dilamar oleh Dira beberapa waktu lalu. Kebersamaannya dengan Diandra selama bertahun-tahun membuat ia takut tak terbiasa tanpa Diandra, karena setiap hari, selalu perempuan itu yang paling sering ia temui, Seorang sahabat yang selalu ada waktu untuk sekedar minum teh di pagi hari, seorang sahabat debatnya saat membicarakan yang sebetulnya tak perlu didebatkan, seorang sahabat yang selalu ada di sisinya disaat ia tertimpa masalah, dalam hati kecil Randi, ia takut kehilangan sosok sahabatnya itu.

***

Aku adalah daun yang terhempas angin,

yang tercabut dari rantingnya, meninggalkan pohon,

terbang dari satu tempat ke tempat lain,

demi mencari setitik kebahagiaan.

Di toko buku, Diandra sedang membaca deskripsi singkat dari novel yang akan dibelinya itu yang tercetak di belakang sampulnya. Ia diam beberapa saat, seperti sedang berpikir. 'Setitik kebahagiaan?' batinnya. "Hmm.. memang ya, untuk mencari kebahagiaan itu sulit, bahkan hanya untuk setitik kebahagiaan  saja orang-orang harus berjuang banget. Gue bersyukur punya Dira sebagai tunangan gue, juga sahabat gue, Randi. Mereka bukan cuma ngasih gue setitik kebahagiaan. Tapi setumpuk kebahagiaan buat hidup gue." Ujar Diandra sendiri, seoalah dia sedang berbicara pada seseorang, dan mengabarkannya betapa bahagia dirinya saat ini.

Setetes hujan yang jatuh cinta pada manusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang