OM TUIR (4)

919 63 0
                                    

♡♡♡

POV KHALISA

________________

"Baik. Kalau kamu menolak perjodohan ini. Maka kamu akan ayah kirim ke desa. Tidak ada melanjutkan sekolah atau kuliah. Kamu juga akan dijodohkan dengan anak Pak Desa yang ileran itu. Mau?"

Suara bapak yang terdengar, membuat aku nyaris melotot tak percaya.

Apa? Aku mau dijodohkan dengan anak Pak Desa yang ada di desa bapak? Si Karjono yang kerap ileran itu?

Malang nian nasib diriku ini. Berharap keluar dari kandang dinosaurus malah hendak masuk ke kandang cheetah.

Nggak ada pilihan lain, gitu? Bisa nggak sih, aku memilih untuk nikah setelah lulus sekolah, lulus kuliah trus kerja?

"Bapak, ih! Masa anaknya mau dinikahkan sama Karjono. Ntar anak Khalisa jadi ayan semua. Ogah! Itu anak sahabat bapak kenapa nggak cari perempuan lain aja buat nikah. Masak mau nikah sama sekolah yang umurnya tujuh belas tahun, pula. Ini kayak pedofil ceritanya kalau dia suka sama anak kecil."

Aku terus saja menolak untuk dijodohkan dengab anak sahabat bapak yang usianya sudah kepala tiga.

Ya ampun. Berasa nikah sama om-om genit.

"Hush! Dia juga nrima karena mau berbakti sama orang tuanya, Khalisa. Kalau menurut bapak, mana mungkin dia nggak punya fans kalau wajahnya saja mirip artis-artis begitu. Dia belum om-om, Nak. Asli masih muda."

Kekeuh tros, Bapak.

"Lagian, Khalisa belum cukup umur buat nikah, Pak."

"Siapa bilang? Itu anak almarhum Ustad Arifin si Alvin bisa nikah padahal usianya waktu itu, tujuh belas tahun lebih sedangkan istrinya dua puluh satu. Ya tergantung niat, Nak dan kesiapan mental aja, Khalisa. Apalagi kamu perempuan bukan pihak yang membiayai."

"Bapak kenapa sih ngotot mau nikahin Khalisa sama si bandot tua itu? Apa bapak sama ibu dulunya dijodohin?" Aku harus kroscek.

"Enggak." Bapak menjawab cepat.

"Ibu sama bapak malah pacaran enam bulan waktu kakek kamu melamar ibu."

"Lalu kenapa sekarang ngotot pengen nikahin Khalisa sama orang yang enggak pernah Lisa tau orangnya?"

Hening.

Bapak sama Ibu terdiam. Aku menatap kedua orang tua yang duduk di hadapanku. Padahal, aku sudah bersiap hendak kabur ke rumah Tita atau Igho, sahabatku. Ada festival musik dari sekolah tetangga yang akan berlangsung jam delapan malam ini.

"Nak, kamu harus tahu. Perjodohan ini ada sebelum kamu lahir karena bapak pengen hubungan dengan sahabat bapak itu makin erat. Dulu, mereka yang nolong keluarga sampai rumahnya enggak digusur."

Aku yang tercekat atas ucapan Bapak. Duh, masa aku mau nolak sementara bapak niatnya hanya ingin balas budi.

"Kalau saja kakakmu si Akbar cewek, mungkin dari dulu dia yang bapak jodohin dengan Rindra. Makanya, waktu tau kamu lahir, ayah Rindra langsung ngasih pesan kalau kamu diberi umur panjang sama Allah SWT maka kamu akan dijodohkan dengan Rindra."

Menggigit bibir, aku makin trenyuh dengan cerita bapak.

Pokoknya, bismillah aja, deh. Kalau dia bukan jodohku ya, pasti enggak jodoh.

Si Rindra baik banget mau nungguin jodohnya yang baru lahir. Mungkin waktu aku bayi, dia sudah duduk di bangku SMU.

"Baiklah. Khalisa terima perjodohan ini dengan syarat enggak ada malam pertama atau nyuruh hamil secepatnya. Khalisa mau lulus sekolah dulu. Trus, Khalisa enggak mau dikekang harus ngurusin suami. Khalisa tetap tinggal di sini dan tidak serumah dengan dia."

Gadis Kecil Itu, Istriku! (Siap Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang