4. Keanehan

182 31 6
                                    

Posisi kursi itu bergeser kala Aksa menariknya sedikit ke belakang untuk menaruh tasnya. Sang empu langsung beranjak usai tasnya mendarat dengan baik dan tepat di kursi. Ditinggalkannya rumah kontrakan yang bayarannya dengan belajar itu guna mencari teman karibnya, Tama.

Dirinya tengah fokus mencari keberadaan Tama di sepanjang rute jalan yang ia lewati menuju mabes Delet. Tampak sangat gelagatnya sedang mencari sesuatu, sapaan-sapaan yang ditangkap indra telinganya itu hanya dibalas beberapa saja. Aksa hanya menatap balik dengan tatapan datar dan membalas dengan sedikit anggukan.

Kedua kakinya berhenti melangkah, kedua netranya mengunci objek, dan alveolusnya telah memompa keluar karbon dioksida dalam beberapa sekon lamanya. Aksa telah menemukan Tama yang ternyata sedang menikmati sarapan di mabes Delet.

"Sa!"

Aksa pun menoleh ke kanan di mana sumber suara itu berada.

"Eh, Ras, ada apa?" balas Aksa balik bertanya.

"Kamu yang kenapa! Kulihat dari ujung sana sampai berhenti di sini seperti orang kesetanan saja!"

Aksa belum menjawab, ia malah kembali menatap ke arah Tama yang masih tak menyadari kehadirannya. Sedangkan Saras mengikuti arah pandang Aksa dan menemukan Tama di dalam mabes Delet.

"Heh! Malah bengong."

"Sorry, Ras, aku mencari Tama. Duluan ya!"

Mau apa juga lama-lama dengan Saras, bisa-bisa ia pulang babak belur di tangan Darren. Minimal mendapatkan penurunan citra baik dari Darren.

Tak lama setelah itu Aksa memasuki area teras mabes Delet, di mana sudah ada deretan sepatu yang tertata rapi tengah menyambutnya dan mengajaknya bergabung. Disetujuinya ajakan itu, sepasang sepatu Aksa turut berjejer dengan rapi di teras mabes Delet.

Tama langsung membuka suara, menatap Aksa sambil menyapa. Sarapannya itu sudah habis, menyisakan produk serat pohon yang semula membungkus makanan itu.

"Oy!" sapa Tama.

Aksa duduk di hadapan Tama begitu saja tanpa adanya drama perpindahan posisi agar ia dapat tempat untuk duduk. Hanya ada beberapa siswa saja yang saat ini menghuni mabes Delet, termasuk Eric yang tengah tidur pulas di sudut ruangan.

Banyaknya sepatu yang sudah tertata rapi di teras mabes tidak menjamin penghuni di dalam juga banyak. Sering kali diantara mereka terlupa membawa pulang sepatu setelah selesai kegiatan, apalagi saat setelah latihan.

"Tam, kamu hari ini banyak kegiatan gak?" tanya Aksa to the point.

Meski merasa agak aneh, Tama tetap berlagak santai sambil terus melipat bungkus nasi untuk ia buang.

"Nggak sih, kenapa emang? Tiba-tiba banget tanya."

"Diskusi tentang tawaran inti ya? Masalah waktu menyusul, intinya hari ini kalau bisa. Berdua saja, tolong."

Tama merespon dengan tatapan bertanya, rasa ingin tahunya seketika memenuhi pikiran. Tetap berpikir positif, Tama berpikir bahwa mungkin ini akan menjadi awal dari kegiatan sehari-harinya nanti ketika menjadi anggota inti yaitu berunding baik empat mata atau lebih.

"Bisa kok, kabari saja."

Eric yang tadi berada di alam mimpi telah kembali ke alam sadar, meski belum sepenuhnya sadar. Ia mendengar sedikit obrolan antara Aksa dan Tama. Sama seperti Tama, ia juga menjadi kepo.

Memang dirinya bukan atau mungkin belum menjadi teman baik nan dekat Aksa, tapi Eric merasa bahwa cara bicara sang calon penerus Darren itu menyimpan cukup kejanggalan. Aksa biasanya tetap tenang dan santai dalam menyampaikan hal penting, tapi menurut Eric untuk kali ini Aksa terlihat gusar.

RepairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang