THE COUNTDOWN - Kekasih Hitung Mundur
22 Days Remaining
Terima kasih dan selamat membaca 💕
•°•°•
DUA puluh detik berlalu sejak Patraksa menahan napas dengan mata terpejam di bawah percikan shower. Dengan tergesa tangannya memukul tuas tap di dinding untuk menghentikan air. Setelah serampangan meraup wajah, matanya terbeliak, mulutnya terbuka dan napasnya terengah-engah karena kehilangan pasokan oksigen.
Entah apa yang salah. Beberapa hari ini, sosok pasien kamar 219 bangsal jantung kerap bermain di alam bawah sadarnya. Contohnya adalah barusan, Patra hanya sekadar memejam untuk membilas diri, namun senyuman gadis itu lewat tanpa permisi. Rasanya seperti dipelototi saat sedang telanjang-telanjangnya begini—kan tidak sopan namanya.
Sayangnya, meski Patra sudah keluar shower dengan berbalut bathrobe, kalimat Asia masih bergema di kepalanya. Gerakan tangannya yang mengeringkan rambut dengan handuk kecil otomatis terhenti.
" ... aku sesenang itu, sampai aku lupa aku ini sakit dan mau mati."
Harus disingkirkan.
Patra menggerakkan tangannya kembali dan kali ini makin kasar, tetapi kalimat lain justru terdengar lagi.
" ... aku takut, jatuh cinta bikin aku lupa diri dan berharap waktuku bisa sedikit lebih lama."
Patra membanting handuk dengan tenaga amarah.
Berengsek. Saat ini segalanya terasa berengsek. Disambarnya ponsel dari meja, membuka email, mencari balasan atas apa yang dikirimnya tiga hari lalu. Berengseknya, tidak ada.
Archer Park, nama yang tertera pada kartu berlogo WHF dengan jabatan direktur riset itu pastilah bukan orang santai. Sejauh pengalaman Patra, mencoba berkomunikasi dengan jajaran petinggi dalam suatu struktur jabatan butuh kesabaran menunggu yang tidak sedikit. Jika beruntung, email Patra akan mendapat respons seminggu kemudian, tetapi jika sial, email tersebut akan masuk kotak spam dan terlupakan begitu saja.
Tidak.
Patra tidak bisa menunggu meski hanya seminggu. Asia tidak bisa menunggu selama itu. Patra butuh shortcut.
Harapannya adalah Yudha. Patra sangat beruntung karena Yudha segera mengangkat panggilannya pada nada sambung pertama. Setelah menjelaskan situasinya, Patra diminta menunggu sesaat. Yudha butuh waktu untuk membongkar arsip mendiang ibunya.
"Bro, are you listening?" Yudha memastikan. "Di catatan Mama, Archer Park dari WHF, punya semacam kerja sama dengan pemkot untuk distribusi bantuan medis. Salah satu misinya nyari rare cases untuk pengumpulan data. Berkas MR atas nama Ramadhan tempat kamu nemu kartu nama itu, case-nya sindrom Brugada, isn't it? Kamu tahulah ya se-rare apa sindrom Brugada, Pat. Aku rasa Mama sempat berencana mengajukan untuk pasien displasia kamu itu juga."
"Ya. Wait. Pengumpulan data? Cases yang masuk ke sana bakal jadi test subject? Subjek uji coba?" Patra menggeleng gelisah. Bukan ini yang dia harapkan untuk pasiennya.
"Nggak ada yang menyebutkan itu di sini. Data collecting, Pat, bukan testing. Prosedur dan pengobatan yang mereka pakai sudah paten. Mereka butuh data buat riset, ini semacam kamu nulis tesis dan kamu butuh data valid. Dari mana? Bayar. Dalam konteks ini WHF membayar dengan layanan kesehatan mereka yang lebih kredibel daripada di sini."
"Ada kontak pribadinya selain email? Nomor telepon? Aku butuh cepat."
"Nggak ada. Yang komunikasi ke sana orang pemkot."
KAMU SEDANG MEMBACA
[REPOST] THE COUNTDOWN: Kekasih Hitung Mundur
Romance"We are lovers starting today, counting down 'till you die." Akasia Cendrasari divonis oleh dokter bahwa dia tidak akan bertahan sampai akhir tahun. Terlahir dengan kondisi lemah jantung kongenital, selama bertahun-tahun hidup gadis itu hanya berput...