Siang itu, suasana kelas 9-3 itu terdengar cukup riuh. Telah terjadi pertengkaran antar dua sesama perempuan di sana. Namun, tak ada satu pun dari sekian banyak penonton di sana yang berniat untuk menghentikan pertengkaran tersebut. Mereka tahu, percuma mencoba menghentikan kedua perempuan itu karena hanya akan membuang-buang waktu.***
Hantaman keras mendarat di meja di ruang BK tersebut. Sontak, kedua perempuan yang habis bertengkar itu seketika terkesiap, membungkam. Sorot mata sang guru itu menatap tajam ke arah kedua gadis yang selalu membuat onar di sekolah. Entah sudah berapa kali mereka masuk ruang BK akan kasus yang sama.
"Ini sudah ke sepuluh kalinya kalian bertengkar. Apakah kalian tidak malu? Apa kalian mau diskor lagi? Kalian itu perempuan!" Kesabaran bu guru BK itu sudah hampir habis.
"Apa masalahnya jika kami perempuan? Apa kami harus jadi laki-laki baru bisa bertengkar?" tanya Grisha sedikit ragu-ragu. "Lagian, bukan aku yang pertama kali membuat keributan, Buk. Caca yang memulainya terlebih dahulu!" tuduh Grisha.
"Ha? Enak saja! Bukannya kau yang duluan mengejekku?" elak Caca tidak terima. Kedua gadis itu saling menatap dengan sorot mata dan hawa yang menusuk.
Sang guru kembali menghantam meja. Entah apa dosa yang meja tersebut perbuat hingga ia harus menerima pukulan keras untuk yang kedua kalinya. Grisha dan Caca kembali terdiam.
"Bersihkan toilet!" titah buk BK singkat. Namun, kedua muridnya itu masih mematung berdiri di hadapannya. Mungkin saja mereka tidak peka akan perintah tersebut. "Saya katakan Bersihkan toilet. Sekarang!" Buk BK itu mempertegas ucapannya. Seketika kedua muridnya langsung bergegas menjalankan hukuman yang mereka terima.
Grisha bertugas membersihkan area toilet laki-laki, sementara Caca membersihkan area toilet perempuan. Pelajaran ketiga mereka lewatkan, tetapi tidak ada gunanya juga mereka masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran karena kebiasaan tidur Grisha dan kebiasaan Caca yang suka mengusik teman sekelasnya saat sedang sibuk memahami ilmu yang sedang diajarkan. Kedua gadis itu tidak hanya suka membuat onar di kelas saja, tetapi di seluruh sekolah hingga membuat mereka populer di sekolah tersebut. Bahkan, hingga di lingkungan luar sekolah pun mereka melakukannya.
"Dasar," gerutu Grisha sambil membersihkan lantai toilet laki-laki asal.
Grisha berdiri di ambang pintu toilet laki-laki tersebut sekilas. Kemudian, keluar saat satu cowok juniornya datang ingin memakai toilet tersebut. Awalnya, cowok tersebut merasa takut memakai toilet tersebut karena adanya Grisha di sana. Namun, rasa takut itu kalah ketika diare yang ia rasakan memburuk.
Cowok tersebut keluar. Ia sudah merasa jauh lebih baik. Kemudian, Grisha masuk ke toilet yang baru dipakai itu. Bau tak mengenakkan menyeruak masuk ke kedua lubang hidung Grisha. Spontan ia langsung menutup lubang hidungnya itu, kesal.
Grisha keluar dari toilet untuk memarahi cowok tersebut, tetapi cowok itu sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Lantas, rasa kesalnya itu ia lampiaskan kepada sapu toilet yang ia pegang. Dengan berat hati ia harus kembali membersihkan toilet tersebut lagi.
Setelah selesai, cowok tersebut datang lagi dengan kondisi yang sama sama seperti sebelumnya--tidak. Bahkan, lebih buruk. Saat cowok tersebut masuk ke toilet yang sama, Grisha sedang sibuk membersihkan toilet sebelah. Suara guyuran air membuatnya sadar bahwa ada yang menggunakan toilet yang baru saja ia bersihkan.
Suara knop pintu toilet yang dipakai cowok tersebut berbunyi. Cowok yang sama itu keluar dengan kondisinya telah kembali seperti sedia kala. Aman. Ia pun langsung pergi dari tempat tersebut. Sementara Grisha hanya menahan emosi. Ia mengintip cowok tersebut pergi dari toilet kedua yang ia bersihkan. Firasatnya mengatakan, bahwa juniornya itu akan kembali. Pasti ... dan benar saja. Cowok tersebut kembali dengan keadaan yang gawat. Ia juga masuk ke toilet yang serupa. Grisha pun keluar dari tempat persembunyiannya dan berdiri mematung satu meter di depan pintu toilet yang sedang digunakan itu.
Satu menit lebih kemudian, cowok tersebut keluar. Namun, ia tidak menyadari keberadaan Grisha. Grisha pun mengerutkan keningnya, seketika.
"Hey!" panggil Grisha sembari menghampiri cowok yang telah menghentikan langkahnya itu. "Apakah aku terlihat pantas seperti babu di sini?" Grisha mendekatkan wajahnya di wajah cowok tersebut dengan raut wajah menusuk. Senyuman yang terukir di wajahnya itu seakan menusuk hati juniornya itu.
Cowok tersebut membungkam. Ia menelan ludahnya kasar. Hanya mengucapkan satu kata saja rasanya sulit. Mulut cowok itu seakan telah dikunci rapat-rapat oleh tatapan maut Grisha.
"Ma-maafkan saya, Kak!" Cowok tersebut spontan menunduk.
Cowok tersebut tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat hingga membuat seniornya itu marah, tetapi ia asal meminta maaf kepada Grisha untuk menghindari kemungkinan kemarahan Grisha memuncak jikalau ia bertanya apa kesalahannya atau bertingkah sok polos.
"Heh, minta maaf?"
Grisha yang hanya setinggi seratus lima puluh lima meter itu sedikit menunduk melihat wajah cowok tersebut. Sepertinya, cowok malang itu membuat kesalahan. Raut wajah Grisha semakin menakutkan hingga cowok tersebut enggan menatapnya.
Perlahan, senyuman yang Grisha ukirkan di wajahnya itu memudar. "Apakah kau enggak melihat aku lagi membersihkan toilet, ha?! Terus, kau yang bolak-balik ke toilet itu tujuannya apa? Mau menjahili aku? Anda salah orang!"
Grisha memelintik kening cowok tersebut. Spontan cowok tersebut pun mundur beberapa langkah sambil memegang keningnya yang memerah itu.
"Ambil ini dan bereskan sisa hukumanku. Oke?" Tanpa pikir panjang Grisha langsung memberikan sapu toilet tersebut ke juniornya dan melangkah pergi.
Cowok tersebut hanya mampu diam mematung, pasrah menerima tanggung jawab yang seharusnya diselesaikan oleh Grisha sendiri. Namun, apalah daya cowok tersebut? Jika ia Memberontak, mungkin keadaannya akan semakin buruk, selain itu Grisha juga adalah seniornya. Ia harus hormat kepada seniornya itu.
Tersisa sepuluh menit sebelum bel pulang berbunyi. Grisha malas ke kelas dan memilih menghabiskan waktu sepuluh menit itu di kantin. Pada saat setengah jalan menuju kantin, kedua netranya menangkap sosok laki-laki yang disukainya sejak kelas satu SMP itu.
"Darling!" panggil Grisha sembari tersenyum. Ia mengangkat tangan kanannya dan menyapa laki-laki seusianya itu dari kejauhan.
Laki-laki tersebut menatap Grisha datar. Lalu, kembali melanjutkan langkahnya bersama satu teman cowoknya itu dan pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku pelajaran yang dipinjam.
Hampir seluruh siswa di sekolah itu tahu bahwa Grisha menyukai cowok yang bernama Jonathan Kenzi itu hingga membuatnya menjadi cowok terkenal di sekolah. Ia tidak ingin itu. Namun, apalah daya. Semua telah terjadi. Jonathan juga menganggap Grisha sebagai pengganggu dan selalu mengacuhkannya. Namun, sikap dinginnya itu secuil pun tidak menyakiti hati Grisha.
"Yah, dia pergi. Ya sudahlah." Grisha pun kembali melangkahkan kakinya ke kantin sembari bersiul kecil.
To be Continue
Setelah sekian lama, saya kembali post cerita di sini💫. Eheq
Semoga suka sama cerita baru saya^^
Dan berharap kali ini punya pembaca😪See you next part✨
08 Jan 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertukar Tubuh
Random"Hey, apakah kamu tahu seperti apa rupa takdir itu?" "Entahlah. Mungkin, takdir itu mempunyai rupa seperti sekumpulan udara tak terlihat yang tinggal di dimensi gelap tak berujung dan juga tak beralas maupun beratap. ...