Koin Lima Ratus Perak

31 1 0
                                    

Bel yang ditunggu-tunggu itu berdering keras menggema ke seluruh SMP Citra Bangsa itu. Suara yang paling dirindukan itu seolah-olah menjadi surga kecil bagi mereka. Murid yang sedang kantuk saja pun bisa menjadi semangat apabila mendengar suara tersebut. Suara terampuh saat ini dan Grisha merupakan salah satu perumpamaan tersebut. Tiada hari sekolah tanpa adanya adegan 'tidur' di kelas atau membuat ricuh.

Sesuatu mengingatkan Grisha yang mengharuskan ia pulang cepat hari ini. Namun, mobil yang menjemputnya itu belum datang. Entah berapa kali gadis berusia lima belas tahun itu harus berulang kali melirik arloji di pergelangan tangannya.

Pukul 12.30. Sudah lebih dari sepuluh menit Grisha menunggu hingga akhirnya mobil yang menjemputnya tiba.

"Lambat!" sergah Grisha sambil masuk ke mobil tersebut.

Sopir yang bernama Edo itu hanya membungkam menerima kesalahannya. Lalu, menjalankan mobil dan bergegas pulang.

Siang nan terik itu, jalanan macet lebih lama dari biasanya. Sudah hampir dari dua puluh menit kendaraan tidak bergerak sama sekali. Grisha semakin geram. Kepala, hati, beserta tubuhnya terasa panas. Namun, anak-anak jalanan di sana memanfaatkan kemacetan tersebut untuk mencari uang untuk bertahan hidup di era modern ini. Ada yang mengamen, menjual koran, air mineral atau barang lainnya dengan harga murah.

Satu anak kecil laki-laki berusia sekitar sepuluh tahunan datang menghampiri mobil Grisha. Anak kecil itu mulai bernyanyi sambil memainkan alat musik ukulele tua yang ia dapat dari pembuangan sampah sana. Grisha tidak memperdulikan anak laki-laki itu dan sibuk menyesali keterlambatannya mengikuti event game online.

Kemarin malam, Grisha begadang karena game sehingga ia terlambat bangun dan lupa membawa handphone-nya walaupun peraturan di sekolah Grisha melarang murid membawa handphone ke sekolah.

Anak laki-laki itu masih saja menyanyi, mengharapkan uang dari Grisha. Kekesalan Grisha pun memuncak. Ingin rasanya ia membentak anak laki-laki itu untuk tidak memaksanya memberikan uang. Namun, ia mengurung niat itu setelah melihat koin lima ratus perak tergeletak begitu saja di dalam mobilnya. Grisha mengambil koin tersebut dan membuka kaca jendelanya sambil menebar senyuman palsu. Anak laki-laki itu seketika tersenyum penuh harap.

Grisha merasa sedikit kasihan kepada anak laki-laki itu bahwa uang yang akan ia peroleh tak sesuai dengan realita. Namun, ia tidak perduli selama itu tidak membuat dirinya menderita.

Grisha mengulurkan tangannya keluar jendela dan melepaskan uang tersebut tepat di atas kaleng bekas yang dipegang oleh anak laki-laki itu. Uang tersebut memukul sang kaleng hingga menghasilkan suara "kring".

Anak laki-laki itu menolehkan pandangannya ke lubang kaleng itu untuk melihat jumlah uang yang diberikan. Momen kekecewaan yang diharapkan Grisha akan terjadi setelah anak laki-laki kembali menegakkan kepalanya.

"Terima kasih, Kak!" ucap anak laki-laki itu penuh semangat. Lalu, pergi dengan senyuman yang lebih lebar lagi. Akhirnya, ia mendapatkan uang setelah seharian mengamen di pinggir jalan.

Grisha diam mematung, kaget. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa anak jalanan itu akan senang diberi koin lima ratus perak yang jika dibeli permen saja hanya mendapat dua. Sorot mata Grisha terus tertuju pada anak laki-laki yang berlari menghampiri gadis yang seusia dengannya itu dan memamerkan pendapatannya itu. Gadis itu juga ikut senang. Ia mengelus pucuk rambut anak laki-laki itu lembut. Sepertinya, gadis itu adalah kakaknya. Kini, tercatat dua orang yang bahagia mendapat koin lima ratus perak.

"Duh, mengapa orang-orang jalanan ini dipenuhi oleh orang-orang aneh? Aku harap mereka menghilang saja." Grisha tidak mau ambil pusing akan kejadian langka yang baru dialaminya. Ini adalah pertama kalinya ia memberi kepada orang jalanan dan ini juga pertama kalinya ia melihat orang yang bahagia mendapat koin lima ratus perak.

Mobil Grisha bergerak. Ia pun kembali menutup kaca mobilnya dan mengacuhkan kedua orang aneh itu.

***

"Aku pulang."

Grisha melemparkan asal tasnya di sofa di ruang tamu dan ikut menghempaskan bokongnya di sofa yang sama. Letih, telah banyak hal yang ia lalui satu hari itu. Kejadian tentang anak laki-laki dan koin lima ratus perak itu juga perlahan hampir ia lupakan.

"Bi, buatkan aku jus jeruk dong. Haus nih," pinta Grisha ke salah satu pembantu di rumah mewahnya itu. "Bawa ke kamar, ya." Grisha mengangkat tubuhnya malas sembari membawa tasnya ke kamar.

Grisha melempar asal tasnya di ranjang. Ia meraih handphone-nya dan duduk di meja belajarnya yang berserakan itu.

"Cih, aku benar-benar ketinggalan event-nya." Kecewa, itu yang Grisha rasakan meski ia sudah tahu. Grisha melemparkan handphone-nya ke ranjang dan meletakkan kepalanya di meja belajar yang berantakan itu.

Seketika senyap, tetapi kesenyapan itu tidak berlangsung lama setelah salah satu pembantu di rumah Grisha mengetuk pintu dengan membawa jus yang Grisha minta.

"Lambat," keluh Grisha tanpa menggerakkan kepalanya sedikit pun. Hanya kedua matanya yang menoleh ke arah si pembantu.

"Ma-maaf, Non."

Pembantu itu menundukkan kepalanya, sesal. Kemudian, ia meletakkan jus tersebut di meja berbentuk kubus yang diapit oleh meja belajar Grisha dan ranjang. Lalu, pembantu itu meminta izin pergi.

Grisha menegakkan kepalanya sekian detik setelah kepergian pembantunya itu. Ia pun meraih jus tersebut dan meneguknya. Ia tidak membutuhkan sedotan atau sejenisnya.

"Aku pulang." Suara dari sang kakak terdengar dari lantai bawah. Seketika Grisha langsung berlari menghampiri kakaknya itu.

"Kak, Kak Farraz!" seru Grisha antusias. "Minta uang dong. Hehe," kekehnya.

"Untuk apa?" tanya kak Farraz. "Untuk game lagi?" tebaknya.

"Iya. Ayolah, Kak. Aku mau top up nih," bujuk Grisha sambil menarik-narik pergelangan tangan kakaknya pelan.

"Uang yang kakak kasih kemarin mana?"

"Udah habis buat beli kuota."

Kak Farraz berhenti bertanya.

"Oh ayolah, Kak. Sekali ini aja. Janji dan kali ini Grisha bakal tepatin deh." Grisha menyakinkan kakaknya agar memberinya uang.

Kak Farraz memutar kedua bola matanya, lalu mengambil selembar uang merah. "Nih."

Grisha sedikit kecewa. Ia mendapatkan uang yang jauh dari ekpetasi.

"Gak mau nih? Yaudah."

"Eh, mau dong." Grisha spontan mengambil uang yang hendak di masukkan ke saku celana kakaknya itu. "Terima kasih, Kak." Ia pun langsung berlari kembali ke kamarnya.

Malamnya, Grisha kembali begadang bermain game. Saat orang tuanya baru pulang bekerja dan datang ke kamar Grisha, ia langsung berpura-pura tidur. Begitu juga ketika kakak laki-lakinya datang untuk mengecek apakah Grisha sudah tidur atau belum. Akibat acting pura-pura tidur itu juga terkadang membuatnya kalah bermain game. Grisha sangat asik bermain game hingga ia lupa waktu.

Pukul empat subuh dan handphone-nya lowbet. Itulah yang menjadi rem ampuh untuk menghentikan Grisha berhenti bermain game. Grisha menarik selimutnya dan tertidur. Ia membiarkan handphone-nya lowbet begitu saja di samping bantalnya.

To be Continue


Baru up. Hhe ... terima kasih teruntuk 3 readers yg telah bersedia membaca cerita saya saat ini🤧.

See you next part✨

Bertukar TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang