[02]

6 5 13
                                    

Good morning, ma Queen.

Alyssa menoleh ke arah sumber suara sembari tersenyum. Disana ada putranya yang tengah menghampirinya di dapur. Arjuna sendiri sudah siap dengan seragam sekolahnya, cukup rapi mengingat ini adalah hari Senin. Namun, Alyssa tak begitu saja mengabaikan kehadiran Arjuna yang hanya sendirian.

Good morning, Boy. Mana adikmu?”

“Tadi pas Juna panggil sih katanya bentar lagi. Sisiran kali, Ma.” Ujar pemuda itu cuek setelah mengecup pipi sang ibu.

Tak lama, suara ketukan langkah kembali terdengar. Sedikit tergesa. Presensi Airin muncul dari arah perpotongan dapur. Gadis ayu itu pun sudah tampil rapi dengan seragamnya, lantas menempatkan dirinya di meja makan. Bergabung dengan Arjuna yang kini ada di sisi kanannya.

“Tumben deh, Mama masak sarapan sendirian. Mbak Tia kemana?”

Airin bertanya begitu karena memang keluarga mereka mempekerjakan satu asisten rumah tangga. Tapi pagi ini, seseorang yang disebut Mbak Tia itu tidak menampakkan diri.

Alyssa membawa dua piring nasi goreng udang kehadapan putra-putrinya, “Mbak Tia ijin pulang, lima hari.”

“Nanti berangkat sekolah sama pulangnya bareng gue ya, Dek.” Arjuna berceletuk sambil memasukkan satu suap besar nasi goreng buatan mamanya.

Airin mengernyitkan kening, tapi tak urung ia menyetujui ajakan sang kakak. “Oke, tapi nggak ada alasan ngebut. Dingin.”

“Kamu suka kebut-kebutan, Kak?” Sahut Alyssa. Meskipun terkesan wajar jika anak muda suka ngebut saat naik motor, tetap saja dia khawatir. Terlebih hari ini anak-anaknya akan berboncengan.

Oh, sebenarnya Alyssa tidak ingin berpikiran tentang kemungkinan-kemungkinan buruk, tapi naluri keibuannya selalu protektif terhadap putra-putrinya.

“Hehe, jarang kok, Ma.” Cengiran khas pemuda itu membuat lesung pipinya terlihat.

Sarapan mereka nikmati dengan khidmat. Hanya bertiga karena sang kepala keluarga sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Si kembar makan dengan lahap, begitu juga ibunda mereka.

“Kita berangkat dulu ya, Ma.” Pamit Airin sembari mencium tangan mamanya, kemudian disusul Arjuna melakukan hal serupa.

“Iya. Hati-hati, kalian. Jangan ngebut-ngebut, Kak.” Pesan Alyssa mewanti-wanti, sedangkan sang putra hanya membalas dengan senyuman. Nggak janji deh, Ma.

---OOO---

“Pagi, Rin,” ah senyuman yang benar-benar cerah selalu dia tunjukkan kepada Airin. “Woy, Jun!”Beda lagi ekspresinya.

“Apaan? Pagi-pagi udah berisik aja lu, Jar.”

Fajar, pemuda itu kini mendengus kesal. Bisa-bisanya temannya itu santai saja ditengah suasana genting begini, menurutnya.

“Bahasa Inggris jam pertama, anjir.”

Arjuna mengangkat sebelah alisnya masih tak mengerti, “Ya, emang. Terus?”

“Ah, untung ganteng. PR lu udah?” Fajar berusaha tidak meraih pipi Arjuna untuk dicubit-cubit. Sahabatnya memang jenius, tapi terkadang juga suka kurang fokus.

Arjuna? Mata pemuda itu kini membola. Jujur saja, Fajar sangat ingin menertawakan komuk Arjuna. Tapi rasa-rasanya itu tidak mungkin, pasti hatinya sedang sangat kacau sekarang. Seperti anak yang kehilangan balon hijau-nya karena meletus.

Setelah tersadar, buru-buru Arjuna mengambil bukunya dari dalam tas. Secepat mungkin membuka buku tugas tersebut. Sedangkan Fajar tengah berusaha menghiburnya, “Tenang aja, gue udah kok. Nih, salin aja punya gue,” ujarnya sambil memberikan bukunya. “Tapi jangan sama persis.”

ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang