[07]

5 2 0
                                    

Kamis pagi yang cerah, matahari bersinar cukup terik padahal pukul 6 pagi baru melewati menit ketiga puluh delapan. Alyssa tengah menyantap sarapan dengan sepasang anak kembarnya. Anak tertuanya duduk tenang dengan rahang yang mengeras, sedangkan putrinya terlihat sangat berusaha menutupi sisa sembab diwajah dengan polesan bedak dan senyum palsu.

Dirinya tahu ini tidaklah mudah, apalagi untuk kedua anaknya yang sedang dalam usia remaja. Tapi, manusia hanya bisa berencana. Sisanya, Tuhan-lah yang menentukan.

"Ini hari pertama Ujian Semester kan? Gimana persiapannya?" tanya Alyssa memecah hening. Kembar sontak mengangkat pandangannya yang semula fokus kepada hidangan sarapan, kini mengalihkan atensi pada sang ibunda.

Hancur, Ma. Ingin sekali Arjuna menjawab seperti itu, tapi urung ia lakukan. Pemuda itu hanya mengangguk singkat sebelum menolehkan pandangannya kearah sang adik, "Lumayan mateng lah, Ma. Kami berdua udah belajar kok, kadang sama Fajar juga."

"Iya. Mama tenang aja, kita bisa fokus kok," Airin membantu menenangkan Alyssa.

Ekspresi wanita itu mendadak berubah, rasa bersalah kembali muncul secara terang-terangan. Kedua tangannya terulur, masing-masing menggenggam salah satu tangan anak-anaknya. "Mama bener-bener minta maaf, Nak. Seandainya Mama nggak sakit-sakitan, Papa kalian juga pasti nggak akan pergi."

Arjuna betul-betul membenci saat dimana Mamanya merasa bersalah untuk hal yang sama sekali diluar kendalinya, seperti saat ini. "Ma, udah ya. Kita udah bicarain ini semalem. Bukan salah Mama, kita manusia nggak pernah tau apa yang bakal terjadi di masa depan. Lagipula, dengan begitu Mama bisa tau kalo Papa bukan orang yang tepat buat Mama," pemuda itu berujar tegas. Menekankan bahwa semua yang terjadi bukanlah salah Alyssa.

Genggamannya semakin erat, wanita itu mengusap penuh afeksi punggung tangan si Kembar. "Makasih banyak, Anak-anak. Saat ini, cuma kalian yang Mama punya."

Senyuman ketiganya terkembang. Suasana yang semula suram, kini kembali berganti menjadi lebih hangat. Arjuna yakin, dengan atau tanpa sosok Arya, keluarganya akan tetap baik-baik saja. Sekalipun pemuda itu tahu, bahwa rasanya tentu akan berbeda.

"Mama fokus aja sama proses pengobatan, kami berdua fokus sama UAS, juga Mama tentunya," Airin tersenyum manis. Dia akan meyakinkan Mamanya bahwa mereka akan bisa melewati semua ini.

Sesi sarapan pagi itu selesai, kini Arjuna dan Airin sudah siap melaju dengan motornya. Namun, lagi-lagi si pemuda membuka kaca helm-nya. "Pokoknya jangan berangkat sebelum kami pulang ya, Ma."

Alyssa terkekeh, "Tapi kalau kalian lambat pulang, ya Mama tinggal. Dokter punya jadwal padat, Kak."

Arjuna mengangguk kemudian benar-benar melesat setelah mengucap salam.

---OOO---

"Gumoning, Neng Airin." (Good morning, kali ya maksudnya.)

"Pagi juga, Jar." Balas gadis ayu itu seraya menampilkan senyum manisnya. Fajar? Pemuda itu terkapar, bersandar pada sisi pundak Arjuna sembari memegang dada kirinya. "Beh, damage-nya."

Tak lama, Joana memasuki ruang kelas dengan wajah memelas setelah netranya mendapati presensi sahabatnya. "Rin~ Tega banget sih, sekolah ini nerapin sistem rolling bangku gini. Gue jadi jauh dari elo, kan."

Airin menanggapinya dengan senyuman anggun, "Nggak pa-pa kali, Jo. Enam bulan sekali doang ini."

"Bener, Jo. Lagian kapan lagi gue bisa sebelahan sama pujaan hati. Ya nggak, Neng?" tanya Fajar sembari menunjuk Airin dengan dagunya, benar-benar sumringah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang