[18] Für Elise II

2.1K 478 13
                                    

📌 Untuk membaca bab ini, wajib dengarkan juga alunan musiknya. Siap dan kuatkan hati. Di menit ke 15, kalian akan merasakan luka dan isakan Angel yang begitu pilu.

💔💔💔

Angel menapaki tiap anak tangga. Pandangannya kosong dan terbang entah ke mana. Gadis itu terlihat hidup meski sekarang wajah pucatnya yang dipoles make up tetap terlihat cantik. Jari jemarinya bergerak tak beraturan, mengikuti sebuah alur melodi yang menyedihkan di otaknya.

Keinginan untuk menghibur diri dengan mendatangi setiap stand di taman depan sekolah pun urung. Suasana hati yang susah payah dia bangun runtuh seketika saat bertemu dengan dua manusia yang ia benci. Angel mengangkat kepalanya, berusaha dengan keras agar tetap terlihat baik dan superior.

Angin sepoi-sepoi memainkan anak rambutnya. Gadis itu menoleh ke kiri, di sampingnya ada sebuah jendela besar yang membawa udara bergerak itu masuk. Senyum manisnya terukir. Meski dalam hati ia amat terluka, tetapi ia tak ingin membuat siapa pun kecewa.

Ini adalah yang terakhir.

Katakan pada dirimu, ini adalah yang terakhir.

Cantik, tersenyumlah. Semua orang memujamu.

Tiba-tiba tubuh Angel tersentak ke depan. Gadis itu hampir saja jatuh saat seseorang mendorong punggungnya tanpa sengaja. Hingga sebuah tangan meraih pundak Angel cepat dan membuat gadis itu jatuh dalam rengkuhan. Ini bukan kisah romansa ataupun cinderella. Angel terkesiap dan bangkit secepat mungkin.

"Pergi kau!" Gadis itu masih sama angkuhnya. Tangannya yang tremor sibuk menyibak-sibak debu tak terlihat pada gaunnya yang muram. Lelaki itu, yang membawa Angel dalam rengkuhannya hanya bisa menghela napas panjang.

"Kukira kamu akan mengerti. Aku datang untuk melihat permainanmu."

Angel diam seketika, gadis itu menoleh cepat lalu memasang senyum mengerikan. Baru kali ini ia temui manusia tak tahu malu seperti lelaki di depannya. Hingga belum sampai Angel membuka mulut, suara bel berbunyi nyaring tepat di atas mereka. Angel beruntung, setidaknya ia punya alasan untuk meninggalkan manusia menyebalkan di depannya.

"Kalau kau banya kasihan padaku, enyahlah! Aku tidak membutuhkanmu. Bahkan, aku sudah lupa kalau kau masih hidup."

Menyakitkan dan tak punya hati. Angel sadar dengan apa yang katakan. Dia juga sadar jika mungkin saja seseorang akan terluka saat mendengarnya berbicara. Tetapi, ia sudah tak tahu harus berbuat apa selain memperkeras pemikiran agar tak lagi terbuai dalam rayuan.

Seketika itu juga, terdengar suara puluhan langkah kaki yang buru-buru menaiki tangga. Angel mundur selangkah lalu menatap lelaki di depannya tajam. "Kukira kau sudah mati. Sebab kau sudah ribuan kali mengatakan tak bisa hidup tanpaku."

"A--aku ha--hanya .... "

"Omong kosong! Mungkin kau akan bahagia saat melihatku mati."

Tepat saat Angel mengatakan kata terakhirnya, nampak kerumunan siswa yang menaiki tangga. Angel berlari sangat cepat hingga rambutnya yang terurai panjang harus bergoyang ke kanan kiri dan terlihat agak berantakan. Siapa yang tahu seberapa dalam hati manusia? Bisa saja hari ini ia mengatakan cinta, tetapi esok hari justru ia lah yang menciptakan luka. Angel paham teori itu kini, saat hidupnya sudah akan berakhir.

Koridor lantai dua terlihat lebih ramai dan cerah. Setiap kelas dihias oleh penghuninya sesuai dengan tema yang mereka angkat. Angel berjalan cepat, takut lelaki tadi akan mengejar dan mengajaknya bicara lagi. Tepat di ujung koridor, kelas A nampak dalam pelupuk matanya. Sama halnya dengan kelas lain, kini kelas unggulan itu nampak lebih cerah, tak sesuram biasanya.

THE CLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang