2. Magic

39.4K 5.8K 129
                                    

Pagi baru saja menyongsong, dan di depan meja makan, sudah tersedia beberapa macam makanan, yang di masakan khusus oleh mamanya.

Angel berjalan dengan santai, salah satu tangannya ia masukan ke dalam saku kantong celananya.

"Morning Ma!" Sapanya, sebelum ia bergerak mengecup pipi kanan sang Mama.

Ranti mengangguk singkat. Ia masih sibuk tampaknya dengan peralatan dapur, sehingga tidak terlalu merespon sapaan putrinya.

"Makan dulu Ma!" Panggil Angel lagi dari meja makan, dan Ranti hanya membalas dengan gumaman kencang agar sang putri mendengar.

"Ayok di makan nak! Jangan di lihatin saja" ujar Ranti beberapa saat kemudian, setelah selesai dengan cucian piringnya, lalu berkumpul bersama Angel agar mereka bisa makan bersama.

"Kebiasaan deh Mama ini! Sudah tau aku males makan sendiri, malah di biarkan sendirian" kesal Angel.

Ranti mengangguk mengerti. Walau telinganya mendengar ocehan putrinya, tangannya masih tetap bergerak untuk membuatkan nasi pada dirinya dan putrinya.

"Kok pakai kaus oblong Gel? Ndak kuliah kamu?" Tanya Ranti heran.

Entahlah, putrinya yang satu ini adalah orang yang paling tidak bisa ia mengerti, walau ia adalah orangtuanya sendiri. Angel berbeda dengan putrinya yang satu lagi, Zely. Angel adalah anak jenius, hingga ia sudah mengikuti akselerasi dua kali.

Jika Zeli saat ini masih duduk di bangku kelas dua SMA, maka berbeda dengan Angel yang kini sudah mengambil jenjang Strata 1 semester empat. Walau Angel adalah gadis jenius, tapi tetap saja, gadis itu sama sekali tidak memanfaatkan kelebihannya itu. Anak gadisnya yang satu ini bahkan meminta izin padanya, agar ia cuti dari kampusnya selama dua semester, namun berjanji di saat ia kembali nanti, ia akan memulai penelitiannya.

"Mau ke rumah Papa mah" jawab Angel sekenaknya.

"Adek kamu baik-baik aja kan?" Tanya Ranti sedih.

Akhirnya, Angel mendongakan kepalanya agar melihat wajah Mamanya, dan seperti perkiraannya, Mamanya akan tampak sedih jika sudah menyangkut adiknya itu. Kekuasaan Papanya membuat Mamanya kini di awasi oleh polisi agar tidak berdekatan dengan Zeli.

Dan Angel juga tidak berniat membuat Mamanya semakin sedih, hingga harus berdusta saat ini. Ia mengangguk, lalu tersenyum menenangkan, "dia baik-baik aja kok ma" ujarnya tenang.

Tidak!!

Ia tidak akan memberitahukan pada Mamanya apa yang sebenarnya terjadi pada Zeli. Mamanya juga berhak bahagia. Cukup dirinya saja yang menjadi pengamat dan bertindak jika keadaan memang genting, seperti saat ini, ia harus bertemu dengan adiknya itu, agar memberikan pernyataan bahwa dirinya sedang di telantarkan. Ia hanya berharap bahwa Zeli mau mengikuti perkataannya.

^^^

Dua jam kemudian, tepatnya saat jam sudah menunjukkan angka sepuluh lewat tiga belas menit, Angel akhirnya sampai ke tempat tujuannya, yaitu rumah Papanya.

Dan seperti biasanya, tidak ada satupun yang menyambutnya, seakan dirinya memanglah orang asing disini, dan bukannya salah satu pewaris dari keluarga Salim.

Angel melanjutkan langkah kakinya menaiki tangga menuju kamar adiknya. Sesampai disana, matanya kembali terbelalak. Ini seperti dejavu.

Melangkah cepat, Angel menghentakkan tangan Zeli, hingga tangan adiknya itu terkulai lemas di samping badannya.

"Apa-apaan lo?" Kesal Angel dengan suara kerasnya.

Zeli gemetar, tanganya kembali menjangkau kancing seragam sekolahnya. "Papa suruh aku sekolah. Katanya, jangan sampai aku jadi sampah yang enggak tau diri, karna membolos" jawab Zeli pelan lalu mulai menangis tersedu-sedu.

Loving You is A Losing Game  (KUBACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang