3. Afterlife

144 13 3
                                    

"Om, om kenapa kok pucat"

Suara anak kecil di sebelahku membuyarkan lamunanku, Oh iya. Ghina, anak yang duduk di bangku penumpang sebelahku.
Namun, aku tidak merasa sakit, Bukannya Ghina yang pucat? dia terlihat tidak sehat.

Oh iya, tadi aku sedang menyeruput cup mie instan yang kupesan, kenapa aku bisa lupa?
saat aku memakan mie ku, aneh sekali, sudah dingin. Sudah berapa lama aku bengong?

"Om, sekalang jam belapa" tanya Ghina

Aku menatap jam tanganku, sekarang pukul delapan lewat tiga puluh, aku memberitahu Ghina lalu lanjut menghabiskan mie ku.

Namun rasanya aneh sekali, ada yang salah, aku tidak merasa kenyang, begitupun lapar, mie yang tadi kumakan rasanya seakan hanya lewat di mulutku dan tidak sampai ke tenggorokan.

"Pramugari, saya minta air" Panggilku kepada pramugari yang sedang lewat.

Pramugari tersebut menuangkan air ke gelas dan memberikannya kepadaku.

Astaga, pramugari ini pucat sekali.

Aku berusaha tidak menghiraukannya dan meminum airku, tapi aku tidak merasa dahaga, ataupun terpuaskan. Ada apa ini?

Aku melihat jam tanganku kembali, seakan waktu berhenti, jam ku tetap di angka delapan lewat tiga puluh.

"Mba, sekarang jam berapa? sepertinya jam saya rusak" tanyaku kepada pramugari tadi

"Jam delapan lewat tiga puluh" Jawabnya.

Apa?

"Penerbangan sudah selesai Pak, Kita tidak sampai tujuan" jawab pramugari tersebut tersenyum dengan wajahnya yang pucat.

Astaga, aku melupakan sesuatu yang dahsyat. Aku melupakan sesuatu yang penting.

"Om sakit?" Tanya Ghina bingung melihatku gelagapan.

Untuk sesaat, aku mengingat segalanya
Aku mengingat rasa sakit yang amat singkat ketika tulang tulangku remuk, kulitku terbakar, nafasku terhenti, aku mengingat ketika anak perempuan ini menjerit kesakitan saat bagian tubuhnya terpisah menjadi beberapa bagian, aku mengingat ketika api menyebar ke seluruh ruangan pesawat...

Aku mengingatnya
Aku mengingatnya

Orang orang disini, Semuanya, Termasuk aku, sudah mati dalam kecelakaan itu.

Bagaimana dengan Nimas dan keluargaku yang sedang menungguku pulang, Apakah mereka akan tegar mendengarnya?

Sial, aku belum mengatakan selamat tinggal, aku belum membahagiakan orangtuaku, aku belum memberikan mainan yang kubeli untuk adikku, aku belum melamar Nimas.

Aku tidak bisa menangis, tidak ada air mata yang keluar dari mataku
Aku tidak bisa menjerit, tenagaku sudah tidak ada lagi
Aku tidak bisa marah, semuanya sudah terjadi

Begitupun penumpang lain yang berada di dalam pesawat, mereka hanya akan tinggal disini selamanya

Di dalam pesawat yang terbang selamanya, pergi membawa kami ke alam baka.

*****

Eternal Flight (Based On SJ182) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang