ELUSIF [1]

11 5 8
                                    

Happy Reading!

"Hujan tidak hanya datang membawa kenangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hujan tidak hanya datang membawa kenangan. Hujan datang, untuk membawa air mataku mengalir bersamanya."

__Elusif__

"Good morning, my little princess."

Sayup-sayup terdengar suara pria paruh baya di balik pintu kamar seorang gadis kecil yang saat ini sedang meringkuk dalam selimut tebalnya.

"Aleena, bangun Sayang. Hari ini kita jadi pergi kan?" Mama membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati. Berjalan ke arah meja belajar, lalu menekan saklar lampu. Disusul oleh papa yang menyingkap gorden pada jendela kamar gadis kecil itu.

Tanpa permisi, sinar matahari pagi masuk ke dalam kamar berukuran luas dengan nuansa pink itu melalui ventilasi. Aleena menarik selimutnya, menyembunyikan tubuh mungilnya, namun sepersekian detik kemudian, papa dan mama menarik kedua ujung selimut itu.

"Peek a boo!" Papa dan mama tertawa renyah menatap Aleena yang cemberut sembari mengusap kedua matanya.

Papa menarik kedua tangan Aleena lalu menyandarkan putri kecilnya di tumpukan bantal yang telah disusun mama.

Aleena memang benar-benar berkedudukan sebagai putri di rumah itu. Satu-satunya orang yang menguasai seluruh kasih sayang mama dan papa. Aleena selalu mendapatkan semua yang dia inginkan tanpa pernah mendengar kata 'nanti' satu kali pun. Tidak pernah ada satu tetes air mata yang berani jatuh membasahi pipinya, kecuali saat pertama kali Aleena belajar mengendarai sepeda.

Rumah itu terasa seperti surga bagi papa, mama, dan Aleena.

Sampai suatu hari, semuanya berubah dalam sekejap. Tidak ada senyuman yang tulus, tawa yang nyata, serta peluk yang menghangatkan.

Embusan angin malam menusuk kulit seorang gadis yang kini tengah berdiri mematung di hadapan sebuah bangunan. Bangunan, yang disebut rumah oleh orang-orang, yang dulunya dipenuhi oleh kehangatan dan kebahagiaan. Namun nyatanya, tempat yang dulunya ia anggap sebagai tempat pulang dan ruangan ternyaman, malah menjadi alasan untuk pergi karena ketakutan.

Satu per satu air mata berjatuhan membasahi pipi tirus gadis itu. Sangat sulit rasanya untuk terus membuatnya tertahan di pelupuk mata. Dadanya sesak. Jantungnya berpacu dengan cepat.

Ada rasa rindu, yang tercampur aduk dengan rasa takut. Ada rasa hangat yang perlahan mendekap erat, tetapi di sisi lain, rasa kecewa seolah dengan gesit mencekiknya.

Aleena masih dengan jelas mengingat semua kejadian itu. Seketika seluruh tubuhnya gemetar. Panas dingin kembali mampu melahapnya.

Ini bukan hal yang baik. Aleena harus bisa menghilangkan bayangan buruk itu. Ia tidak boleh terus-menerus hidup dalam keterpurukan. Seringkali Aleena meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, tetap saja alam bawah sadarnya menolak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELUSIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang