Sudah 3 hari setelah kepergian Nyonya Payton tetapi Faith masih sangat depresi akan hal tersebut. Saat ini ayahnya sedang membujuk Faith untuk makan. Faith hanya dapat memakan 2 piring makanan sejak kematian ibunya. Sudah 2 hari Faith tidak masuk sekolah. Berbeda dengan Faith, Zilqa yang masih kecil sudah bisa beraktivitas seperti semula. "Faith, ayah menyerah, baiklah jika kau tak mau memakan ini tapi kau harus masuk sekolah besok" ucap ayah Faith sambil menutup pintu kamar Faith dan Zilqa.
"Tidurlah Faith besok kamu sekolah sayang" bujuk ayah Faith. "Adikmu Zilqa sudah tertidur, sebaiknya kamu juga tidur, ayah akan tidur disini untuk menjaga kalian" mohonnya lagi. "Jika kamu bermimpi buruk lagi ayah akan menenangkanmu disini, ayah disini Faith" kata ayah Faith kembali. Akhirnya Faith bersedia untuk tidur dan segera memejamkan kedua matanya.
"Matt!, karatnya menghitam!, apinya membeku!, kita akan terbakar!, lubangnya!, argghhhh" suara teriakan Faith membuat ayah Faith terbangun. "Faith,?, bangun! Kau hanya bermimpi!" Teriak ayahnya yang membuat Faith terbangun. Faith bernafas dengan berat dan terus menghembuskan nafasnya. Ayahnya memberikan segelas air kepadanya. Faith meminumnya dan kembali tidur.
"Kak, wanita itu lemah ya?" Suara Zilqa membuyarkan lamunan kakaknya. "Apa maksudmu Zee?" Faith kebingungan atas pertanyaan adiknya. "Kata temanku, wanita dan anak kecil itu lemah fisiknya" Zilqa mulai cemberut. "Kenapa dia berkata begitu?" tanya Faith. "Aku, Faith Easton dan Harvey Findley teman sekolahku sedang bermain dorong mendorong, dan yang menang Harvey, lalu dia bilang wanita dan anak kecil itu lemah, namun ada pengecualian untuknya karena dia anak kecil yang kuat, aku sedih" tiba-tiba Zilqa berhenti bermain dengan bonekanya. "Sedih?, mengapa sedih Zilqa?" Faith masih bingung dengan Zilqa. "Harvey menyindirku?, aku tidak, aku, apa itu, apa karena, karena aku sering panas dan berbaring dirumah karena tubuhku yang lemah?" Wajah Zilqa mulai memerah. Faith merasa iba terhadap adiknya. Hatinya sudah menangis. Adiknya memang memiliki fisik yang sangat lemah. Zilqa sangat sering jatuh sakit. Mendengar kalimatnya yang belum sempurna dan masih terbata-bata malah membuat pengertian dari perkataannya makin jelas. Baru saja ia pulang dari sekolah tapi saat Faith pulang ia disuguhkan dengan suasana sedih ini lagi.
Wajah Zilqa sudah merah. Sebentar lagi ia akan menangis. Faith tidak bisa melihat adiknya menangis. Dia harus menghibur Zilqa. Jika Zilqa menangis maka siapa saja yang melihatnya menangis pasti hatinya akan tersentuh. Faith tidak tahu bagaimana Zilqa bisa mendapat keajaiban tersebut. Tangisannya begitu halus, air matanya sangat bening dan membawa perasaannya keluar untuk dibagi kepada orang lain. "Lihat!, kartun kesukaanmu sudah mulai acaranya!" teriak Faith sambil menunjuk kearah TV. Syukurlah ia menjadi terhibur karena acara TV itu, setidaknya ia tidak jadi menangis.
Mimpi buruknya benar-benar telah merusak harinya. Faith berdecak kesal sendiri di kamarnya. "Siapa itu Matt, Felicia, Fortune?, apa itu Negeri Diachronikó?!, persetan dengan takdir, dan nasib!, aku tak percaya semua itu!" Faith melempar tasnya dan membanting tubuhnya ke atas kasur. "Faith, kau lupa kita akan kerja kelompok dirumahku hari ini?"
Sedari tadi Adam terus menawarkan kue cokelatnya kepada Faith namun Faith terus menolak. "Ayolah Faith, satu keping saja, aku tahu kamu belum makan sejak tadi malam" Faith merasa terdesak dengan kalimat Adam akhirnya ia mengambil satu keping kuenya. Clang!. "Apa itu!" Adam langsung berlari ke sumber kebisingan tadi. Faith merasa penasaran dan akhirnya ia menyusul Adam. Saat Faith tiba di tempat dimana suara itu berasal sangat terkejut. "Bagaimana bisa?" Hanya kalimat terakhir Adam yang Faith dengar. "Ada apa Adam?" Faith menghampiri Adam. "Kepala Jeanne terluka" kata Adam sambil mengobati luka Jeanne. Kelihatannya ada sedikit darah keluar dari luka yang tertutupi rambut tersebut. Faith menatap Jeanne dengan perasaan heran. Aneh!, anak ini sama sekali tidak menangis. Tidak ada ekspresi yang terpampang diwajah kecilnya.
"Jeanne sering bertingkah laku aneh melebihi tingkah laku aneh yang ia lakukan biasanya akhir-akhir ini" Adam mengeluh sambil membuka buku tulisnya. Setelah kejadian tadi mereka melanjutkan kegiatan mereka. "Faith aku jadi teringat tentang mimpimu yang pernah kau ceritakan beberapa bulan yang lalu" Adam mengalihkan topik pembicaraan. "Yang mana?" Faith benar-benar lupa. "Kau melihat persimpangan jalan dan kau bilang itu seperti dihutan, kau mendengar suara merdu piano tapi kau melihat kabut di ujung jalan sebelah kanan, lalu kau melihat seorang anak kecil bermain sepeda dan kau mengejarnya dengan sepedamu, lalu kau melihat ayahmu dan dirimu dikejar oleh seorang penjahat di atas tebing yang tinggi namun kau tidak menceritakan kelanjutannya" cerita Adam. "Lupakan itu Adam, itu hanyalah sebuah mimpi, tak ada artinya" kata Faith sambil membuka bukunya. Adam hanya mengangguk. "Kau memaksa otakmu untuk tak percaya hal itu tapi hatimu dan waktu akan selalu mendesakmu untuk mengerti Faith" jawab Adam atas balasan Faith padanya. "Sudahlah Adam, aku tahu kamu pintar di bidang bahasa" Faith tertawa. "Baiklah Faith, aku berhenti" Adam ikut tertawa.
Sebenarnya Adam sangat penasaran dengan Faith. Ia memang teman dekatnya namun tidak berarti ia benar-benar mengenali seorang Faith. Terlalu banyak misteri dari seorang dirinya. Berada didekatnya dan membuatnya pulih dari luka kehilangan keluarganya sudah sangat membuat Adam bahagia hari ini. Setidaknya ia bisa membuat Faith tersenyum dan tertawa walaupun ia tahu pikirannya masih belum tenang dan hatinya masih hidup sebuah lubang. Lubang dari keputus asaan, kesedihan, kekecewaan, emosinya, dan amarahnya yang selalu ia redam hingga lubang itu bernafas dalam hatinya. Adam sadar bahwa ia hanyalah anak kecil yang sedang mencari jati dirinya, dan mencari orang-orang yang benar untuk membantunya mencari makna dari sebuah kehidupan yang sedang ia tinggali saat ini.
"Adam aku pamit pulang, salam untuk adik-adik dan kakakmu" ucap Faith yang membuat Adam tersadar dari lamunannya. Adam mengangguk dan pergi ke kamarnya. Faith pulang agak malam hari ini. Ia masih mengkhawatirkan adiknya. Ia menjadi agak frustrasi sekarang. Ia pikir Adam tidak seharusnya mengingatkannya atas mimpinya tersebut. Ia punya banyak cerita bunga tidur yang ia ingat. Ada mimpi yang berusaha untuk ia lupakan tapi kejadian di mimpi itu tidak mau lepas dari kepalanya. Banyak juga mimpi yang ia sudah lupakan namun karena keadaan, waktu, tempat, nada, ataupun benda dapat membuatnya teringat akan mimpinya yang sudah lama ia lupakan. Ia berusaha membuang memori akan mimpi-mimpi itu. Faith ingin hidup di dunia nyata, di dalam kenyataan saja bukan di dunia mimpi yang tidak jelas, semuanya seperti bayangan kabur. Faith tidak mau percaya lagi dengan hal yang tidak masuk akal menurutnya.
Ia tidak lagi percaya dengan hal-hal yang diluar nalar manusia. Tidak, dia sudah memaksakan dirinya untuk begitu. Ia membungkam hati kecilnya yang berbicara sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Obscurity
Science FictionSebuah kisah tentang seorang anak laki-laki yang dilema karena ia selalu tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Faith Skylar Alden Thrussell adalah anak tunggal dari Jakko Wilcox Thrussell yang hanya bekerja sebagai pegawai biasa dan Payt...