《》
"Nat, udah lama ya? Ayo balik," gema suara Asa memasuki rungu Nathea, sesaat setelah ajakan pulang Satya dilontarkan.
Semakin mendekati hari pelaksanaan orientasi, semakin padat pula timeline yang dikerjakan masing-masing divisi. Tak terkecuali Nathea, terlebih Asa.
Karenanya Nathea paham betul untuk enggak menggantungkan nasib transportasi pulang-pergi kepada Asa.
"Permisi, kak. Saya duluan."
Umpatan demi umpatan langsung dikumandangkan Satya, dalam hati saja tentunya. Jaga image sebagai senior bertatakrama masih dijunjung tinggi oleh Satya. Kalau kata Bunda, "mau nakal boleh, Mas. Tapi tatakrama dan isi otak mutlak."
Ok Bunda, at least tata krama di lingkungan kampus ya. Di luar kampus beda lagi ceritanya."Widih... baru sekali ketemu, udah pasang target aja lo. Cakep sih tapi. Ada pawang nggak, tuh?"
"Target, target. Gue nggak sebrengsek lo, Dra. Lagian udah malem, terus gua ajak balik bareng secara dia aja sendirian. Salah gue dimana? Kalo tahu ada yang jemput, yaudah aja. Santai."
"Penjabarannya lengkap ya, Pak."
"Kudu, wajib, otak lo suka kemana-mana kalo nggak gue jelasin lengkap. Balik deh gue, besok rabes terakhir, kan?"
"Yoiii awas lo kabur. Anak-anak lo, gue goreng besok."
Satya tertawa ringan. Diandra memang nggak mau jauh dari Satya atau gimana? Diancam segala. Satya juga tahu tanggungjawabnya, Dra. Tenang.
Menjadikan fotografi sebagai hobi, keputusan terbaik yang pernah dibuat Arkharega Wira Aryasatya. Enggak seperti kebanyakan orang sampai rela merogoh kantong untuk si hobi. Satya membuat hobi itu jadi media kala ia butuh distraksi. Distraksi soal mumetnya kuliah teknik, distraksi dari permintaan Bunda agar Satya pulang, distraksi kesibukan yang dirasa semakin hari makin nggak ada istirahat.
"Mas, besok mau ikut hunting ndak?"
"Kemana, tuh? Ogah ah kalo ke Malioboro lagi."
"Ndak dongggg. Kali ini mainnya ke daerah atas, Mas."
Apa?
Mau berprasangka Satya mendedikasikan diri ikut UKM fotografi karena hobinya?
Nope, enggak sama sekali. Eksistensi Satya sebagai Komdis dalam kepanitiaan, membuat ia mengenal beberapa tim dokumentasi yang juga anak UKM fotografi. Itu kenapa Satya bisa santai keluar-masuk sekre UKM bahkan ditawarin duluan ikut anak fotografi hunting. Nggak selalu Satya terima memang, ia masih tahu diri, kok. Ditambah niat perginya kalau lagi suntuk aja."Gas kalo gitu. Sore turun kan? Rabes nih, rabes."
"Atur, Mas. Alat tempur sama kendaraan, mandiri seperti biasa to?"
"Tentunya. Thank you ya, Lih."
--
"Kayaknya besok aku pulang sendiri aja deh, Sa. Selesai rabes pasti kumpul lagi divisi aku, cek ulang semuanya dan revisi kalo ada masukan waktu rabes."
Lagi-lagi Nathea dan segala kemandiriannya. Dia tuh paham nggak sih kalau masih suka bikin orang khawatir. Ok, ini terkesan berlebihan pun nggak patut mengingat Nathea bukan lagi siswa Sekolah Dasar yang perlu dijaga ekstra. Tapi mau bagaimana lagi, Asa juga Kinan jadi saksi keseharian Nathea. Nyatanya ia belum bisa dibiarkan mandiri.
Sesekali, mungkin. Selalu? biar Asa dan Kinan berpikir puluhan ribu kali lagi.
"Lo kira divisi gue udah tangguh? Hari terakhir sebelum acara leyeh-leyeh. Memang nggak akan diforsir, sih. Cuma kan tetap perlu last meeting."
"Iya dehhh, terserah Asa aja. Selama nggak repot. Nggak akan repot, Nat. Ok, Asa."
Usapan acak dihadiahkan Asa untuk teman mengemudinya itu, "Apa sih lo. Statement sendiri, approval sendiri. Udah sampai nih mbak. Turun, gih."
"Aku diusirrrr?"
"Drama banget lo sekarang. Salah nih gue kasih usul supaya lo ikut jadi panitia."
"Hehehe aku ketawa aja. Soalnya Asa bener."
"Udah sana. Makan dulu jangan lupa dan besok tunggu gue aja selesai rabes."
"Iya Asa, iyaaaa. Kayak kaset rusak diulang terus pesennya. Aku inget luar kepala, tenang aja."
"Sama jangan mau kalo ada yang ajak lo pulang bareng."
Wets, maksudnya gimana ya Angkasa Biru Ganesha?
**
YOU ARE READING
Cerita Muda
FanfictionCita-cita sederhana masa muda berdampingan dengan luka yang dimiliki masing-masing, berpijak di tempat yang sama untuk tetap merasa hidup.