Empat

118 15 1
                                    

《》

"Lo mikir apa, sih! Gimana bisa lo pilih divisi acara? Segala diterima lagi bentukan kayak lo. Asa akan sama lo terus kan, Nat?"

Serentetan pertanyaan tanpa jeda dan berulang itu menyambut hangat Nathea di pagi hari. Pelakunya, sudah pasti Kinan Aquila. Nathea sengaja bertandang ke fakultas Kinan untuk membagi kegembiraan karena ia resmi menjadi bagian dari kepanitiaan. Sayang, bukan ucapan selamat dan kehebohan bahagia yang didapatnya.

"Anggap aja aku lagi beruntung, Kin. Asa enggak mungkin lah sama aku terus. Kan beda divisi."

"Ck, gue kenal lo itu bukan sehari, dua hari. Lo pulang sendiri aja gue udah was-was, ini lagi sok superior masuk divisi acara. Ospek universitas pula. Garis bawah, bold... Uni. Ver. Si. Tas. Lo bisa pulang malem banget, belum lagi mondar-mandir urus ini itu. Tanpa Asa pula."

"Jangan berlebihan gitu, tenang Kin. Aku bisa."

"Bisa apa? Tempo hari lo ngeyel berangkat sendiri ke kampus naik bis. Apa coba hasilnya? Kecopetan, sampai nangis kan lo karena panik takut diomelin. Siapa coba yang ikut sibuk sana-sini? Udah deh Nat, nggak usah aneh-aneh."

Seperti dugaan, Kinan mengungkit kembali keteledoran Nathea yang lalu sebagai penguat keresahannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Seperti dugaan, Kinan mengungkit kembali keteledoran Nathea yang lalu sebagai penguat keresahannya.

Sungguh. Nathea hanya ingin merasakan kesibukan sebagai mahasiswa. Ikut organisasi dan bertemu banyak orang lintas jurusan. Kinan sendiri sering kali berkomentar kalau Nathea enggak punya banyak teman. Kenapa sekarang ia juga yang terkesan melarang?

"Jadi aku mundur aja?" tanya Nathea hati-hati sekaligus mencoba peruntungan dari jawaban Kinan selanjutnya.

"Bukan gitu maksud gue. Lo boleh ikutan tapi cari yang aman. Divisinya nggak berat atau malah masuk humas sekalian."

"Mana ada divisi yang santai, Kin. Lagian aku bosen kalo ketemunya Asa lagi, Asa lagi. Aku pastiin hubungin kamu atau Asa kalau aku pulang malam. Aku kasih kabar ada yang anterin pulang atau enggak. Gimana?"

Bernegosiasi dengan Kinan menjadi opsi terkahir yang dipilih Nathea. Ia enggak mau melewatkan kesempatan apalagi harus menunggu lagi tahun depan.

"Tanya Asa, deh."

Tamat sudah. Nathea lebih baik bernego dengan Kinan daripada mahluk benama Angkasa Biru Ganesha. Belum bertemu saja, ia sudah pusing. Berpikir penjelasan seperti apa yang harus diberikannya nanti.

--

Beristirahat di kosan dengan kasur yang nyaman rasanya menjadi hal paling diinginkan Nathea saat ini. Badanya cukup kaget menerima jadwal padat yang datang tiba-tiba.

Bagaimana enggak. Setelah bergelut dengan empat mata kuliah sejak pagi, ia masih harus membuat rundown yang diminta Mbak Rani-koordinator divisi-hingga pukul sebelas malam.

"Maaf aku lama. Yuk, kamu mau makan dulu nggak?"

"Gue antar lo pulang aja. Kerjaan lo udah beres, kan?" Konfirmasi Asa.

"Udah, dong! Makanya aku baru selesai jam segini. Kamu yakin nggak makan dulu? Tadi sambil nunggu udah masuk makanan apa aja?"

"Gorengan."

"Doang? Mampir dulu deh ke Sudirman, kamu harus makan yang benar."

"Benar darimana, junk food gitu. Kita pulang aja supaya lo cepat istirahat, gue juga istirahat."

"Terus kamu tidur dengan perut kosong? Kita sama-sama capek, jangan debat dan jangan bikin sakit diri sendiri."

Kalimat final Nathea menutup percakapan keduanya sebelum beranjak.

"Kenapa dari awal lo nggak bilang sama gue kalo ikut divisi acara?" Asa menyuapkan sesendok penuh siomay

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Kenapa dari awal lo nggak bilang sama gue kalo ikut divisi acara?" Asa menyuapkan sesendok penuh siomay.

Iya. Asa menolak mentah-mentah perihal junk food untuk santapan dini hari. Beruntung di dekat kosan Nathea masih ada penjual siomay. Dipastikan Asa kenyang, pun lega karena Nathea akan berhenti mengomel.

"Should I?"

"Jangan nantangin gue. Lo balik malem begini yang ketar-ketir siapa lagi kalo bukan gue. Masih tanya lo harus kasih tau gue atau enggak?"

Asa dan kekhawatirannya. Terkadang Nathea bingung, harus merasa bersyukur dengan kehadiran Asa yang super peduli ini atau malah digerutu.

Ia sangat mengerti kalau sampai saat ini Asa masih kesal bercampur khawatir perihal dirinya. Tapi bukan berarti ia bisa mendiamkan Nathea, apalagi setelah mencecarnya tempo hari lalu.

Nathea pun menggeleng enggak mengerti dengan isi pikiran Asa, "Sekalian aja aku dilem sama kamu."

"Boleh! Kita ke Toko Merah sekarang nih beli power glue. Jadi lo nggak bisa kabur dari gue."

"Udah tutup! Besok kita konsul aja, yuk. Aku jadi khawatir sama kewarasan kamu. Aku temenin, deh."

Asa langsung menatap tajam Nathea, "Bisa-bisanya lo malah ajak gue konsul. Gue lagi marah, loh. Gila. Harusnya gue masuk geniuses record, jadi manusia paling tahan banting sama lo."

"Udah sewajarnya, kamu kan ikut judo. Nggak heran kalau tahan banting, Sa." Tawa Nathea semakin menjadi.

Berani sekali cewek ini tertawa setelah mengolok Asa. Padahal si lawan bicara sudah pusing setengah mati memikirkan nasib Nathea nantinya selama mengurus ospek.

"Aku cuma ikut divisi acara ospek bukan mau ikut perang. Kalo pun ada apa-apa, orang pertama yang aku mintain tolong pasti kamu sama Kinan. Udah ya, jangan berlebihan." Nathea mengusap lengan kiri Asa. Dengan harapan si galak itu bisa sedikit mereda.

"Manis banget lo kalo ada maunya. Dasar cewek."

Terserah Nathea mau bilang berlebihan. Asalkan Asa bisa membuat Nathea tetap terlihat dalam jangkauannya. Catat. Dalam jangkauannya.

**

Cerita MudaWhere stories live. Discover now