S M ; d u a

42 8 4
                                    


'Hal yang paling aku sesali adalah membuat kalimat rintihan itu keluar dari bibirmu'

______________________________

"IBUU! IBU GIMANA SIH? NGEPELNYA YANG BENER DONG! IBU MAU LIHAT AKU MATI, HAH?!"

"Ma-maaf Rara, Ib-ibu gak sengaja."

"HALAHH! BENER-BENER IBU GAK TAHU DIUNTUNG!"

Tangan Rara mendarat dengan sangat kasar di pipi wanita paruh bayah itu. Rasa sakit di hatinya lebih mendominasi dari pada yang ia rasakan di pipinya.

"HARUSNYA IBU BERSYUKUR!! KALO GAK ADA AKU, IBU PASTI UDAH JADI PEMULUNG DILUAR SANA!" Teriaknya menggebu-gebu.

"Ma-maafin ibu Rara, tadi air pel-nya ketumpah, ibu lupa buat ngebersihin lagi," ucap wanita itu seraya menunduk takut. Tangannya gemetar hebat. Ia tau, setelah ini ia akan diperlakukan seperti dulu lagi.

"GAK USAH NGELES!! SEKARANG IBU IKUT AKU!!" Rara menarik paksa tangan ibunya.

Kini dihadapan keduanya, terdapat sebuah pintu usang. Ia mendorong kasar ibunya, lalu menguncinya dari luar.

"RARA!! TOLONG JANGAN KUNCIIN LAGI IBU NAK! IBU LAPER, DISINI GELAP!" Teriak wanita itu seraya mengetok-ngetok kasar pintu yang telah usang.

"MULAI HARI INI, IBU GAK BOLEH MAKAN TANPA SEIJIN AKU! KALO IBU NGELANGGAR, IBU AKAN DAPET YANG LEBIH PARAH DARI INI. DAN MULAI HARI INI JUGA, IBU AKAN TIDUR DISINI SAMPAI SETERUSNYA!"

"Raaa, to-tolongin ibu, ibu gak bisa napas," ucap wanita itu, Rara sedikit terkejut mendengar rintihan ibunya. Tapi, masa bodoh, ia sudah sangat membenci wanita itu.

"Aku udah gak peduli sama ibu, ibu itu nyusahin, ibu itu cuma jadi beban buat aku. Tapi kenapa ibu gak sadar akan hal itu?" Ucapnya menggebu-gebu. Bersamaan dengan itu, air matanya jatuh membentuk sungai kecil di pipi mulusnya.

Sedangkan Rina-ibu Rara menanggapi ucapan Rara dengan senyuman. "Maafin ibu nak, ibu belum bisa bahagiain kamu," selanjutnya, semuanya menjadi gelap.

*****

"Makasih sayang, kamu udah ngebebasin ibu. Tadi ibu sesak disana, untungnya ibu bawa obat asma," ujar Rina tersenyum hangat pada anaknya.

Rara menanggapi malas omongan ibunya. "Gak usah bawel bu, aku butuh makanan bukan omongan gak bermutu ibu!"

Meski begitu, Rina tetap tersenyum. Ia mengambil piring lalu menyendokkan nasi serta beberapa lauk untuk puteri kecilnya. "Selamat makan sayang," ujarnya.

Rara yang melihat ibunya tengah menyendok lauk dan juga sayur langsung melototkan matanya tajam. "Yang nyuruh ibu ikutan makan siapa?! Aku ngebebasin ibu, bukan berarti ibu boleh makan!"

Rina memejamkan matanya, kemudian menghela napas lelah. "Maaf nak, ibu dari kemarin malam belum makan. Tolong ijinin ibu buat makan yah?" Pintanya dengan nada memohon.

Rara menggeleng tak setuju. "Ibu budek apa gimana sih? Kalo aku bilang nggak yah nggak?!"

"Tolong ibu Rara, ijinin ibu makan, biar satu sendok aja gak papa kok nak. Ibu mau minum obat," pintanya lagi. Kini kedua telapak tangannya menyatu didepan dada, memohon.

Merasa sedikit iba, Rara menganggukan kepalanya samar. "Ingat, hanya satu sendok!" Ucapnya penuh penekanan.

Ibu Rara mengangguk senang. Ia mengambil sedikit nasi, menyendok sedikit sayur kangkung, juga sesuir ayam panggang yang disatukan disendok makan. Kemudian memakannya dengan lahap.

Sorry Mom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang