S M ; t i g a

36 8 1
                                    

'Bisakah kita kembali seperti dahulu? Mendengar canda tawamu, itu yang sekarang ini saat ingin aku dengar'

_______________________________

"Ya ampun Ra, kamu kenapa nak?" Tanya Rina dengan raut khawatir yang tercetak jelas di wajahnya.

Ia menghampiri anaknya yang hampir tumbang di ambang pintu. "Ya Tuhan, kamu mabuk lagi?" Tanyannya dengan nada memelas.

Rara berpegang kuat pada daun pintu, menjaga keseimbangan badannya. Ia menatap sinis Rina. "Diam bu!"

"Kamu kenapa minum lagi sih sayang? Ibu takut kenapa-kenapa," Rara menatap sinis ibunya. "Ibu gak usah sok peduli sama aku! Ini kan yang ibu mau? Ibu mau lihat aku mati juga kan?!"

Rina menggeleng samar. "Ibu nggak pernah punya niat seperti itu Rara,"

Ia menghampiri Rara yang berjalan tergopoh-gopoh. Dengan tidak sudinya, Rara menepis tangan sang Ibu. "Gak usah sentuh-sentuh aku! Aku jijik sama ibu!"

"Sekalipun aku mati, aku gak sudi di pegang-pegang sama ibu!" Ucapnya lagi dengan intonasi yang meninggi.

Hati Rina sangat sakit mendengar ucapan putrinya. Sesulit itu kah ia memaafkan Rina?

"Tolong Rara, ibu minta kamu jangan kaya gini, ibu sayang sama kamu nak, ibu peduli sama kamu," ucapnya lirih, berharap hati Rara sedikit luluh.

"Alah bacot! Mulut ibu itu kotor! Semua penuh dusta!" Tukasnya tajam. Ia mendorong Rina, sampai kepala wanita itu terbentur ditembok cukup keras.

"Arghh... to-tolong Rara, ke-kepala ibu sa-sakit," pintanya memohon, ia memegang kepalanya yang sudah mengeluarkan darah.

Masih diatas kesadarannya, Rara tersenyum puas. Ia berjongkok menatap Rina remeh. "Ini yang aku mau bu! Aku mau ibu mati!" Tukasnya tajam dan melangkah pergi meninggalkan Rina yang menatapnya sendu.

"Semakin kamu jahat sama ibu, semakin ibu menyayangi kamu Rara," ia tersenyum tipis di tengah kesadarannya yang menghilang.

*****


'Byurr!'

Dengan tak berperasaan, Rara menyiram ibunya dengan seember air yang terisi penuh.

"BANGUN!" Jeritnya tegas.

Teriakan yang nyaring itu, berhasil menyadarkan kesadaran Rina. Ia tersenyum melihat Rara yang sudah cantik mengenakan seragam sekolahnya.

Ia segera bangkit berdiri, meski kepala masih sedikit pening. Ia menatap anaknya dengan senyuman khas seorang ibu.

"Selamat pagi sayang, maaf ibu baru bangun," ujarnya, ia menatap dirinya yang kini sudah basah kuyup akibat ulah anaknya.

Rara merotasikan matanya malas. Bersedekap dada, ia menatap ibunya nyalang. "Ibu gak bikinin aku sarapan lagi?!"

Rina menggeleng takut, kini pandangannya sudah tertuju pada lantai. "Maaf Rara, tadi malam ibu pingsan, ibu baru bangun,"

"Dasar gak guna! Ibu itu kenapa sih suka mancing emosi aku?!" Tanyanya tajam.

"Ma-maaf Rara," gumam Rina pelan.

Sorry Mom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang