BAB 11 ANTON YANG MISTERIUS

122 22 0
                                    

Bob terkapar dengan mata terpejam. Samar-samar didengarnya suara Jupiter bercakap-cakap dengan Rudi. "Yah," kata Jupiter dengan suram, "beginilah nasib kita sekarang-terjerat seperti jangkrik tadi. Sama sekali tak kusangka bahwa di balik pintu ada penjaga."

"Aku juga tidak menyangka," balas Rudi sama-sama lesu. "Tadi ketika melihat kamar kosong, aku lantas beranggapan bahwa mereka akan bersikap lalai. Tapi untunglah, setidak-tidaknya Pete dan Elena masih bisa lari."

"Tapi apa yang bisa mereka lakukan?" tanya Jupiter. "Aku tidak tahu. Mungkin tidak bisa apa-apa, kecuali

melaporkan kejadian yang menimpa kita pada ayahku serta kelompoknya. Kusangsikan kemungkinan ayahku bisa menyelamatkan kita. Tapi ia bisa bersembunyi, menghindarkan diri dari kejaran Adipati Stefan."

"Sedang kita dan Djaro terjebak dalam kesulitan," gumam Jupiter. "Kami kemari untuk menolong Djaro-tapi ternyata malah gagal. He-kelihatannya Bob mulai sadar lagi. Kasihan, dua kali kepalanya benjol."

Bob membuka matanya. Ia terbaring di atas pembaringan yang kasar buatannya. Tubuhnya terselubung selimut. Matanya terkejap-kejap lalu dengan lambat mulai mengenali keadaan sekelilingnya. Cahaya lilin yang temaram menerangi dinding batu di sisinya serta langit-langit di atas yang juga dari batu. Di seberang ruangan nampak pintu yang kokoh dengan sebuah lubang kecil untuk mengintip. Jupiter berdiri membungkuk, mengamat-amati dirinya. Rudi ada di sebelahnya. Bob bangun, lalu duduk. Benjolan di belakang kepalanya terasa berdenyut- denyut.

"Lain kali kalau aku ke Varania lagi, aku akan memakai helm," katanya sambil mencoba tersenyum.

"Bagus-jadi ternyata kau tidak apa-apa!" kata Rudi dengan gembira.

"Kau bisa ingat lagi sekarang?" desak Jupiter. "Peras ingatanmu, Bob!"

"Tentu saja aku masih ingat," kata Bob. "Tahu-tahu ada dua pengawal menyerbu masuk ke dalam kamar. Kau dan Rudi bergulat dengan mereka, lalu aku ikut terseret sehingga jatuh terbanting. Sampai di situ aku masih ingat. Dan kini tentunya kita dikurung di salah satu tempat."

"Bukan itu maksudku," kata Jupiter. "Sudah ingat lagi atau tidak tentang Labah-labah Perak itu? Kauapakan waktu itu? Benturan kepala mengenai benda keras bisa menyebabkan hilang ingatan, tapi benturan berikut bisa menyebabkan ingatan itu datang lagi."

"Tidak-aku masih tetap belum ingat apa-apa mengenainya," kata Bob sambil menggeleng.

"Mungkin itu malah lebih baik," kata Rudi dengan suram. "Dengan begitu Adipati Stefan tidak bisa mengorek keterangan apa-apa darimu."

Saat itu terdengar bunyi gemerincing di luar. Pintu berat yang terbuat dari besi itu bergerak ke dalam. Dua orang berpakaian seragam barisan pengawal istana masuk dengan langkah berderap. Mereka membawa senter. Cahayanya yang menyilaukan terarah pada ketiga remaja yang ada dalam ruangan sempit itu. Kedua prajurit itu masing-masing memegang pedang.

"Ayo ikut!" bentak seorang dari mereka. "Adipati Stefan sudah menunggu di ruang interogasi. Cepat bangun dan ikuti kami.

Jangan coba melarikan diri, kalau tidak ingin mengalami nasib yang lebih buruk lagi!" Sambil berkata begitu ia menggerakkan pedangnya dengan sikap mengancam.

Ketiga remaja itu bangun dengan lambat. Kemudian mereka digiring melewati suatu gang yang lembab, diapit sebelah depan dan belakang oleh kedua prajurit barisan pengawal tadi. Di belakang mereka gang batu itu menurun ke tempat gelap, sementara di depan agak naik. Iring-iringan itu melalui pintu- pintu yang tertutup, lalu mendaki sebuah tangga. Di ujung atas ada dua prajurit lagi yang menjaga dengan sikap tegak.

(09) TRIO DETEKTIF : MISTERI LABA-LABA PERAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang