BAB 12 LARI KE TEROWONGAN AIR

116 21 0
                                    

Dua orang prajurit menggiring Jupiter, Bob, dan Rudi kembali ke tempat mereka dikurung dalam ruangan bawah tanah. Rudi berjalan paling belakang. Sementara iring-iringan itu menuruni tangga batu, pengawal yang berjalan di belakangnya mendekatkan diri lalu berbisik-bisik.

"Dalam terowongan air ada tikus-tikus ramah," bisik pengawal itu. Rudi mengangguk tanda mengerti. Sesaat kemudian ia beserta kedua remaja lainnya didorong masuk ke dalam bilik sempit yang tadi, dengan dindingnya yang lembab serta lilin yang menyala berkelip-kelip. Pintu besi berdentang nyaring ketika ditutup kembali. Kedua prajurit yang mengawal menempati posisi masing-masing di luar. Ketiga remaja itu ditinggal sendiri di dalam.

Selama beberapa saat ketiga-tiganya sama-sama membisu. Di tengah kesunyian saat itu, Bob dan Jupiter mendengar bunyi menggelegak pelan. Kedengarannya seperti ada air mengalir.

"Terowongan air limbah kota Denzo melintas di bawah istana ini," kata Rudi menjelaskan. "Rupanya saat ini sedang hujan deras di luar. Air yang tercurah mengalir masuk ke dalam got, dan dari situ masuk ke terowongan limbah. Terowongan air di kota ini sudah berabad-abad tuanya. Wujudnya bukan pipa seperti gorong-gorong modern, tapi terbuat dari batu.

Tingginya ada yang melebihi orang berdiri. Dasarnya datar, sedang bagian atasnya melengkung. Saat musim kering terowongan itu bisa dilewati dengan jalan kaki. Sedang saat musim penghujan perahu kecil bisa lewat di situ.

"Orang jarang berani memasukinya. Tapi aku, Elena, dan beberapa orang lagi tahu benar seluruh salurannya. Jika kita bisa masuk ke situ dan air tidak begitu dalam, kita bisa melewatinya menuju ke tempat aman. Lewat terowongan kita bisa muncul di jalan dekat gedung Kedutaan Besar Amerika. Dari lubang keluar kalian bisa cepat-cepat lari menyelamatkan diri."

Jupiter merenungkan hal itu sebentar. Kemudian ia menggeleng.

"Kita terkurung di balik pintu besi yang dikunci dari luar," katanya. "Kita takkan bisa ke mana-mana." "Coba ada kesempatan sedikit saja untuk keluar dari sini," kata Rudi, "di ujung gang yang di luar ada lubang masuk ke terowongan."

Ia berhenti sebentar.

"Di sana ada yang menunggu untuk menolong kita," sambungnya. "Aku tadi menerima kabar tentang itu dari salah seorang pengawal. 'Dalam terowongan ada tikus-tikus ramah'," katanya. "Maksudnya, beberapa anggota Pengamen menunggu kita di situ."

"Tapi kurasa Jupiter benar," sela Bob. "Kita tidak bisa keluar dari sini, kalau tidak dikeluarkan oleh Adipati Stefan. Siapa kelana tua bangka tadi? Kurasa ia bisa membaca pikiran kita!" Rudi mengangguk.

"Paling tidak, ia bisa menebaknya," kata pemuda itu. "Pak Tua Anton itu raja kaum kelana yang tinggal segelintir saja jumlahnya di Varania. Kata orang umurnya sudah seratus tahun dan ia memiliki kekuatan gaib. Yang jelas, ia tahu keadaan yang sebenarnya mengenai Labah-labah Perak itu. Tapi aku merasa sedih karena ia tadi berkata pada Adipati Stefan bahwa ia mendengar dentangan lonceng kemenangan. Itu berarti bahwa perjuangan kita sia-sia. Ayahku akan ditangkap-begitu pula kawan-kawanku. Sedang aku dan Elena..." Rudi terdiam.

Bob bisa membayangkan perasaannya saat itu.

"Kita tidak boleh putus asa," katanya membesarkan hati, "walau harapan kelihatannya sama sekali tidak ada bagi kita! Kau punya ide, Jupe?"

"Ya-aku punya ide bagaimana kita bisa keluar dari sini," kata Jupiter lambat-lambat. "Pertama-tama kita harus bisa membuat para penjaga membuka pintu. Setelah itu kita harus menaklukkan mereka." "Menaklukkan dua orang dewasa?" tanya Rudi. "Tanpa senjata lagi? Mustahil!"

"Aku ingat pada sesuatu," kata Jupiter sambil mengerutkan kening. "Tentu saja itu cuma kisah-tapi rasanya bisa dilaksanakan. Aku membacanya dalam buku kisah misteri yang diberikan Mr. Hitchcock pada kita." "Bagaimana idemu itu, Jupe?" tanya Bob bersemangat.

(09) TRIO DETEKTIF : MISTERI LABA-LABA PERAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang