3

214 9 0
                                    

Stilleto hitam itu menapak tanah setelah pintu mobil terbuka. "Trims sudah mengantarku," katanya. "Aku akan membawakan makan siang untukmu nanti."

Ashura menatapnya dari jendela mobil yang separuh terbuka dan mengangguk singkat. "Oke."

"Pastikan kalau kau memakannya sampai habis," tegas Indra.

Ashura tersenyum tipis. "Aku mengerti."

Begitulah. Pembicaraan mereka berakhir sampai sana. Tidak ada kata-kata bernada merayu untuk melelehkan hati satu sama lain—sebab keduanya tidak menyukai hal-hal seperti itu. Yang ada hanyalah kedua pasang mata yang saling mengikat dalam diam.

Bagi Indra, itu saja sudah cukup untuk memberinya energi hari itu.

"Indra."

Tetapi rupanya Ashura berpikir berbeda. Pria itu menggesturnya untuk membungkuk dan menjulurkan tubuhnya ke jendela mobil yang kali ini terbuka lebar.

Kemudian, bibir mereka bertemu.

Ciuman itu terjadi hanya dalam hitungan detik, tapi hal itu berhasil mempercepat laju detak jantung Indra. Panas menjalari kedua pipinya.

Ketika ciuman itu akhirnya berakhir, Indra cepat-cepat menjauh, gugup kalau Ashura bisa menangkap rona merah pada wajahnya. "Ashura, apa yang kau ...?"

Tetapi Ashura bersikap seolah-olah ciuman itu sama sekali tidak terjadi.

"Selamat bekerja."

Dengan satu senyuman tipis, suaminya meninggalkannya. Indra terus mengawasi mobil hitam itu sampai sepenuhnya menghilang dari pandangan.

"Pagi-pagi sudah mesra saja."

Indra menoleh. Entah sejak kapan Zetsu berdiri di dekatnya, dengan senyum menyebalkannya yang biasa.

"Zetsu," sapanya dingin. "Aku tidak tahu kalau pekerjaanmu sudah berbelok jadi komentator."

Yang disindir malah terkekeh. "Masih ketus seperti biasa, eh, Indra? Padahal aku mencoba berbaik-baik denganmu, lho." Jeda. "Yah, sekali pun aku tetap menyukaimu yang seperti ini, sih."

Indra memicingkan mata. Berbeda dengan Ashura yang selalu bisa membuatnya bahagia dengan mudah, Zetsu adalah definisi sempurna dari seseorang yang bisa memorak-porandakan suasana hatinya dalam hitungan detik.

"Kalau kau memang ingin berada di sisi baikku hari ini, lebih baik kamu kembali ke kantormu." Kedua tangannya yang bersilang di depan dada menggestur Zetsu untuk tidak mendekatinya lebih dari ini—walau sayang, Zetsu terlalu egois untuk memahaminya. "Aku sedang tidak ingin mendengar rayuanmu, Zetsu."

"Oh, ayolah, Indra. Kau pikir aku hanya ke sini untuk melihat wajah manismu?" Zetsu terkekeh lagi. "Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu."

Indra menahan diri untuk tidak mendesah. "Hal penting apa?"

"Rasanya lebih baik kalau kita bicara di dalam," kata Zetsu. Nada suaranya berubah serius. "Ini soal kasus yang 'itu'."

Indra bahkan tidak perlu bertanya untuk tahu kasus mana yang Zetsu maksud.

.

.

Seandainya saja waktu bisa dihentikan, maka Ashura akan memilih untuk berputar-putar dalam momen memasak sarapannya bersama Indra pagi itu.

Sebab ketika ia tiba di kantor, kepalanya langsung terasa penat dan dadanya begitu sesak oleh emosi yang campur aduk. Dalam hati Ashura bertanya-tanya kalau ibunya pernah merasakan hal serupa dalam situasi yang sama.

[COMMISSION] Orenda - Ashura x Fem!IndraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang