8

158 7 0
                                    

Sudah satu jam lamanya Vajra membaca komiknya, tapi fokusnya tidak benar-benar ada di sana. Padahal saat itu ia sedang membaca adegan mesra dari karakter yang mirip sekali dengan Naruto-san dan Sasuke-san—dan seharusnya ia memasang cengiran lebarnya seperti biasa.

Sayang, saat ini kasusnya berbeda.

Sudah hampir sebulan sejak ayahnya tidak pernah menampakkan diri. Sekalinya terlihat, ia akan bersikap seolah-olah Vajra tidak ada di sana—seakan hatinya sedang tertuju pada sesuatu yang lain.

Atau memang benar begitu.

Vajra menggigit bibir. Ia merasa tolol sekali karena terlambat sadar kalau sikap tidak wajar ayahnya ini pasti bukan hanya disebabkan oleh pekerjaannya yang menumpuk.

Sebab, ayahnya akan selalu menghabiskan waktu bersama Vajra setiap kali ia pulang kerja. Vajra masih ingat bagaimana ia menyambut ayahnya begitu ia memasuki genkan, merangkulnya bahkan sebelum sang ayah sempat melepas sepatu, dan ayahnya akan selalu—dan tidak pernah tidak—memberinya pelukan dan satu kecupan manis di dahi.

Sekarang, berminggu-minggu tanpa pelukan dan kecupan membuat Vajra merasa hampa.

Vajra mendesah. Kali ini komiknya yang terbuka mendarat di wajah.

Mudah-mudahan saja otousan tidak apa-apa, gumamnya khawatir. Juga okaasan.

Ibunya sendiri bilang kalau semuanya akan baik-baik saja, juga bahwa ayahnya akan kembali normal setelah semua ini berlalu, tapi Vajra tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari keragu-raguan dalam suara ibunya.

Namun Vajra juga tidak sebodoh itu untuk tidak mengucapkannya. Dia memilih untuk diam, mengangguk-angguk pada janji-janji ibunya, dan memeluk sang ibu—berharap kalau semua itu bisa menggantikan pelukan dari ayahnya, kendati sangat sedikit.

"Tidak apa-apa, okaasan," kata Vajra lembut, sementara wajahnya terbenam pada punggung ibunya. "Aku tahu kalau semuanya akan baik-baik saja."

Ibunya tidak menjawab, tapi melihat senyumnya saja sudah cukup bagi Vajra.

Nanti—entah kapan—senyum itu tidak akan lagi terlihat terpaksa seperti ini.

Dan pada saat itu tiba, ayahnya akan berada di sini, bersama mereka bertiga.

.

.

Menurut ingatan Zetsu—dan ia tidak mungkin salah mengingat—hari ini adalah hari di mana nasib buruk akan menimpanya bertubi-tubi.

Pada hari ini, seharusnya Zetsu menempati bangku CEO Otsutsuki corp.

Dan pada hari ini—kendati ia benci mengakuinya—seharusnya tubuh Ashura sudah terkurung di balik jeruji. Tanpa pengadilan, tanpa posesi apa pun, pria itu dimasukkan ke penjara seolah-olah tempatnya memang berada di sana.

Tapi pagi ini ia sudah dikejutkan dengan Ashura, yang tiba-tiba saja mengusulkan rapat dadakan pada siang hari itu, dan tidak ada satu pun yang menolaknya—kecuali Zetsu, tentu saja.

"Kukira kau sudah bukan CEO-nya lagi," katanya sinis. "Atas hak apa kamu bisa memutuskan rapat tanpa seizinku?"

Ashura, yang duduk di ujung meja yang berseberangan dengannya, balik menatapnya dengan tenang. "Dan kupikir posisi CEO masih belum diserahkan padamu," katanya. "Jadi secara teknis kau masih belum punya hak untuk memberi izin itu, kan?"

Zetsu membalasnya dengan dengus, tapi ia berhenti memprotes—setidaknya untuk saat ini.

"Baiklah." Suara Ashura membawa semua kepala tertoleh padanya. "Karena semua sudah berkumpul, kurasa kita bisa mulai sekarang."

[COMMISSION] Orenda - Ashura x Fem!IndraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang