Bab 4

744 33 0
                                    

Begitu sampai di depan apartemennya, Elliana segera masuk ke dalam. Bagas dengan setia mengikutinya karena ingin meminta penjelasan kenapa Elliana menangis. Setelah mengunci pintu apartemen Elliana, Bagas mengikuti gadis itu masuk ke kamarnya.

Bagas hanya bisa menghela napas saat melihat gadis itu duduk di pinggir tempat tidur sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tak memiliki pilihan lain, akhirnya Bagas juga duduk di sebelah gadis itu.

Mata Bagas memandang sekeliling kamar Elliana, kalau saja lampu di kamar ini menyala pasti mata Bagas akan sedikit sakit karena warna merah muda yang memenuhi kamar ini. Dia jadi teringat saat Elliana baru pertama kali pindah kemari, saat mereka bertengkar apakah akan menggunakan warna merah muda atau putih di kamar ini. Dan Ellianalah pemenangnya, lagipula ini memang kamar Elliana, kan?

"Bagas," panggil Elliana tiba-tiba.

Lamunan Bagas menghilang, ia segera menoleh ke arah Elliana. Lagi-lagi tatapan mata itu, begitu menyedihkan, begitulah pikir Bagas. Tanpa bisa ditahan, tangan Bagas mengusap pelan pipi Elliana, "Kau kenapa lagi, Elli?"

Selama beberapa detik, Elliana terus menatap Bagas. Dia sudah memikirkannya, satu-satunya cara untuk melupakan Kendrick adalah dengan memiliki lelaki yang terikat dengannya sama seperti Kendrick yang memiliki ikatan dengan Devika. Karena itu...

"Bagas, tidurlah denganku, menyatulah denganku," ucap Elliana mantap.

Mata Bagas melebar mendengar ucapan Elliana. Dia segera menurunkan tangannya dari wajah Elliana. Kedua tangannya kali ini berpindah ke atas pundak Elliana, "Apa yang sedang kau bicarakan, hah?!" bentak Bagas sambil menggoyang-goyangkan kedua pundak tersebut.

"Aku ingin melupakan Kendrick. Karena itu, aku ingin kau mengikat dirimu denganku. Aku yakin dengan itu aku akan bisa melupakan Kendrick," sahut Elliana dengan suara yang sama kerasnya dengan suara Bagas barusan. "Aku mohon, Bagas," pinta Elliana memelas.

Bagas mengerutkan dahinya, "Tetap saja, itu tidak benar."

Melihat Bagas yang tidak mau mengabulkan permintaannya, Elliana mengambil langkah lebih dulu. Dengan cepat, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Bagas dan mencium bibir laki-laki tersebut.

Dengan cepat pula, Bagas mendorong Elliana sehingga ciuman mereka terlepas. "Sadar, Elliana. Kau sudah gila!"

Elliana menepis tangan Bagas, "Aku tidak gila, Bagas," sahut Elliana dengan suara parau. "Kalau ... kalau kau mau melakukannya, aku akan menerima pernyataan cintamu, Bagas. Jadi, kumohon."

Lagi Elliana mendekatkan wajahnya ke Bagas dan menciumnya kembali. Kali ini, gadis itu bahkan berani melumat pelan bibir Bagas. Sedangkan Bagas hanya terdiam begitu mendengar kata-kata Elliana barusan. Tubuhnya tiba-tiba saja kaku. Bukankah dulu dia pernah berkata bahwa ia rela menjadi pelampiasan Elliana asalkan dia bisa bersama Elliana? Lalu sekarang?

Dari pandangannya, Bagas dapat melihat Elliana yang sedang berusaha merangsangnya. Dengan pelan, Bagas menjauhkan wajah Elliana darinya. Ditatapnya mata gadis itu lekat-lekat dengan lembut. "Baik, kau menang, Elliana," ucap Bagas.

Dengan perlahan Bagas mencium dahi Elliana kemudian hidungnya, pipinya dan berakhir di bibir Elliana. Ciuman itu begitu lembut bahkan Elliana tidak sadar kalau dia sudah terlentang di atas kasurnya dengan tubuh Bagas yang berada di atasnya.

Bagas sudah tidak menciumnya, mereka hanya saling menatap. Baik Elliana maupun Bagas dapat merasakan degup jantung mereka yang semakin keras. Kedua pasang mata tersebut berusaha saling menyelami emosi satu sama lain.

"Tumpahkan semua perasaanmu padaku, Bagas," ucap Elliana dan ia segera menerima ciuman dari Bagas lagi. Kali ini ciuman Bagas sudah menjadi lumatan lembut hingga membuat Elliana melenguh.

Kita, Kamu, dan Dia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang