Happy reading ❤
Bagi penganut paham ‘rebahan itu surga dunia’ seperti Feby akan terasa berat jika harus kembali ke sekolah di hari Senin, setelah sebelumnya hari Sabtu dan Minggu libur. Alarm sudah meraung-raung sejak subuh tapi dia memilih melanjutkan mimpi, karena bang Shawn Mendes sedang berkunjung. Jadilah dia terlambat bangun dan harus berangkat ke sekolah menggunakan angkot. Aarav dengan tanpa berdosa meninggalkannya walaupun sudah dibujuk Diah, ibunya.
“Bang, tungguin adeklah, kasian kalo ditinggal. Ntar dia telat kalo naik angkot.”
“Bu, biar Ebi lebih disiplin. Jangan kebiasaan bangun kesiangan.”
Begitulah lebih kurang kalimat Aarav sebelum berangkat sekolah dengan motor matic merah kebanggaannya. Jika kalimat itu sudah dikumandangkan si cuek bin datar bin kaku bin tegaan itu, Diah tak bisa menahannya lebih lama. Karena jelas juga yang salah adalah Feby, dia tidak bisa tepat waktu.
“Astaga lupa kan bawa dasi, padahal upacara.”
Feby terdiam di depan gerbang ketika sadar salah sati benda wajib dipakai saat upacara bendera masih tertinggal di meja belajarnya.
“Parah, sebelum upacara ada razia dasi ama topi lagi,” gumam Feby sambil menggaruk pelipis kepalanya.
“Masa beli dasi lagi, kan sayang duit jajan padahal dasi gue udah ada tiga. Mending duitnya gue tabung di celengan ayam.”
“Argghhh kesel deh gue.”
“Pake dasi gue aja.”
Feby menoleh heran. Ari sudah ada di sampingnya dengan senyum sejuta watt miliknya. Si pemilik kulit sawo matang itu hobi sekali tersenyum.
Ari menyodorkan dasinya namun Feby malah terpaku di tempatnya semula. Ari mengintip jam tangannya lalu manarik pergelangan tangan Feby. “Buruan yuk! Lima menit lagi gerbang tutup.”
“Ehhh iya, gue malah bengong.”
Mereka berdua berlari menuju barisan gedung kelas. Saat di tangga, barulah Feby sadar jika Ari masih menggenggam tangannya.
“Maaf tadi gue refleks aja. Takut telat.”
Feby mengangguk pelan.“Ini dasinya, lo pake ya. Biar gak dihukum ntar.”
Feby menggelengkan kepala. Dia tidak mau Ari jadi kena hukum karena menyerahkan dasinya. “Gak usah lah. Gue bisa beli ntar di koperasi.”
Ari terkekeh kemudian mengalungkan dasinya di pundak Feby. “Gue punya dasi banyak di laci. Sayang duitnya lo beli dasi, mending masukin celengan ayam. Hehehe.”
Tanpa memperpanjang perdebatan, Ari menaiki anak yang yang akan membawanya ke barisan kelas sebelas di lantai dua. Feby hanya tersenyum sambil berjalan ke arah kelasnya. Tak lupa dia menyimpulkan dasi yang diberi Ari.
“Pagi Feby.”
Buru-buru Feby balik badan lagi kemudian mendongak ke arah barisan tangga. Senyum yang sempat terbersit di bibirnya mendadak sirna berubah menjadi dengusan kesal. Bagaimana wajah tidak muram kalau masih pagi dia harus bertemu dengan Ivan yang gayanya sok keren?
“Kok diem? Sakit gigi?” tanya Ivan lagi. “Kemaren dijemput sama Ogy ya? Padahal yang janji nyusulin lo si Ben.”
Feby mengabaikan Ivan yang sudah berada di sampingnya. Menyandarkan tubuh ke dinding sementara sebelah tangannya dimasukkan ke saku celana. Sebuah senyuman tak luput dari bibirnya meski saat ini wajah Feby kecut tak karuan.
“Maaf ya buat kemaren,” ujar Ivan tapi Feby sudah berlalu tanpa menggubrisnya sedikitpun.
***Pelajaran pertama di hari Senin yang cerah, secerah senyum mantan yang udah move on adalah Fisika. Tentu sebagian besar penghuni kelas merasa terbebani. Bagaimana tidak, sudah pelajarannya sulit ditambah lagi gurunya super killer, Pak Waji namanya. Sekali saja muridnya menguap maka siap-siap disuruh mengerjakan soal di papan tulis. Jika tidak bisa maka relakan diri untuk berlari tiga kali keliling lapangan basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSTOPABLE LOVE
Teen FictionBukan kisah preman sekolah. Tidak mengandung cerita anak genk motor. Hanya sebuah kisah klasik dimana benci dan cinta hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis.