Happy reading ❤
Tanggal merah di kalender adalah salah satu berkat paling nikmat bagi pencinta kaum rebahan di seluruh dunia. Salah satu anggota dari kaum terhormat itu adalah Feby. Baginya, hari libur di hari Sabtu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam tempo sesantai-santainya.
Dia sudah menyusun rencana untuk sepanjang hari. Menonton drama korea ditemani cemilan dari warung sebelah yang sudah dia beli tadi malam. Tidak perlu keluar kamar kecuali ada urusan mendesak ke kamar mandi. Pastinya rencananya akan dimulai setelah dia bangun pukul sembilan pagi.
Sekarang masih pukul delapan. Feby dengan pakaian tidur bermotif pisang memanfaatkan satu jam tersisa sebelum dia harus membuka laptop demi kepentingan drakor dengan tubuh dibenamkan di balik selimut. Sebenarnya sejak pukul enam dia sudah sadar, hanya saja haram hukumnya melanggar aturan jam bangun di hari libur.
“Ebi!”
Samar-samar Feby mendengar ketukan disertai suara seseorang di balik pintu kamarnya. Bukannya bangkit untuk membuka pintu, Feby memilih pura-pura tidak mendengar. Ada saja yang berniat merusak hari liburnya.
“EBI!!”
Kali ini suara panggilan itu lebih keras. Awalnya hanya dibarengi ketukan, sekarang malah berupa gedoran. Mungkin sebentar lagi disertai gemporan. Feby kesal bukan main. Dia menyibak selimut yang menutup wajahnya lalu memasang telinga baik-baik untuk menyelediki siapa yang sudah berani-beraninya membangunkan singa betina yang sedang berhibernasi.
“Siapa?” tanya Feby.
“Udah bangun?”
Feby mengendus ada yang tidak beres. Suara itu jelas bukan milik Aarav, abangnya. Lagipula seluruh anggota keluarga tahu betul kebiasaan Feby. Takkan ada yang membangunkannya jika tidak ada yang mendesak.
Dengan tidak rela, Feby membuka pintu. Wajahnya yang awalnya kusut berubah menjadi tidak terdefenisikan. Sebuah cengiran menjengkelkan yang menyambut Feby. Ingin sekali rasanya gadis itu membanting pintu sekalian pintunya copot dari engselnya kemudian menimpa si pengganggu. Namun niatnya urung karena jika pintu kamarnya lepas maka yang menjadi korban hanyalah dirinya sendiri.
“Pagi Ebi!” sapa Ivan ramah sambil memamerkan senyumnya yang paling manis menurutnya tapi mengundang emosi bagi Feby.
“Lo ngapain bangunin gue?”
Ivan hanya cengar-cengir ketika Feby tidak menggunakan embel-embel ‘bang’ saat berbicara dengannya. Bukan hanya sekali atau dua kali, sejak Feby masih SMP dia tidak pernah sopan pada Ivan. Tapi enatah kenapa, cowok itu malah senang dengan sifat ketus Feby.
“Mau minta tolong loh, Feb.”
Feby memutar bola mata. “Minta tolong sama Pak Lurah sana, jangan sama gue.”
“Kan yang bakal jadi ibu dari anak-anak gue kelak itu elo, bukan Pak Lurah.”
Feby memicingkan mata memastikan yang ada di hadapannya benar-benar manusia bukannya jelamaan lutung yang ngaku-ngaku sebagai Ivan.
“Gak usah terharu kali, Feb. Kalo gue udah jadi penyanyi papan atas selevel sama Brumo Mars, gue bakalan tetap minang Feby seorang kok.”
“Sumpah ya, lo lupa makan obat ya?” Feby geleng-geleng kepala namun Ivan malah semakin melebarkan senyumnya.
“Gue sakit apa emang?”
“Sakit jiwa lo.”
Ivan tidak tersinggung sama sekali. Dia mengacak-acak rambut Feby sehingga gadis itu semakin kesal. Jika yang melakukan itu adalah Ben atau Ogy, Feby tidak akan semarah itu karena keduanya sudah dia anggap seperti abangnya sendiri. Tapi masalahnya, sekarang dia berhadapan dengan Ivander Febry. Feby dan Febry Meski memiliki nama yang hampir mirip, cewek itu tidak pernah bisa akur dengan Ivan, malah cenderung seperti kucing dan tikus got. Sudah pasti yang jadi tikus got adalah Ivan. Jangan lupakan tikus gotnya sok ganteng dan sok terkenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSTOPABLE LOVE
أدب المراهقينBukan kisah preman sekolah. Tidak mengandung cerita anak genk motor. Hanya sebuah kisah klasik dimana benci dan cinta hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis.