Asa Berkabut

859 60 1
                                    

"Rasa patah itu setiap orang pasti rasa."

: : :

"Panji, aku bisanya apa sih?"

Kahiyang tuturkan semua beban hatinya pada sore itu, di kala senja mulai redup- tak jauh dari stand makanan yang paling disukai oleh Panji Mandala. Si pemuda asyik menggenggam tusukan sosis, mengerlingkan matanya tanpa memberikan sepenuhnya atensi mata kepada sang gadis.

"Bisa bikin orang kesal mungkin?" Begitu jawabannya, dengan nada acuh tak acuh- lebih memilih sosis bakar tersayang dibandingkan teman dekatnya.

Kahiyang memajukan bibir bawahnya, "Kalau soal itu bukan cuma orang lain kok. Aku sendiri juga.. kadang kesel sama diriku sendiri..kh"

"Yahh kok nangis sihh. Cengeng banget, cep dong cep!"

"Aku lagi sedih tau, Nji."

"Bukan! Sosismu nanti basah kena air mata tuh! Daripada kamu banjiri sosisnya pakai air matamu, mending kamu kasih aku aja sini."

Tahu-tahu pipi pemuda itu ia raih, membuat bibirnya membuka ruang agar sosis bakar yang di pegangnya bisa masuk ke dalam mulut. Panji sampai terbengong-bengong dibuatnya, sebab setelah sosisnya berhasil berpindah kepemilikan- gadis itu menangis kembali.

"Panji, aku itu engga berguna banget.."

"Aku sedih karena aku pikir, gunaku itu sebenarnya apa?"

"Sekarang udah malam tahun baru lagi. Besok, tahunnya udah ganti lagi, tapi targetku dari tahun-tahun sebelumnya belum juga ada yang tercapai."

"Prosesnya yang butuh banyak waktu, atau aku yang belum terlalu berusaha? Atau aku yang memang engga ada bakat buat penuhin targetku itu?"

"Aku selalu mikir sampai mau gila rasanya."

"Kenapa aku engga bisa apa-apa?"

"Nilai gunaku itu apa?"

"Apa pada akhirnya aku cuma bisa dibanggakan kalau aku bisa nikah sama laki-laki baik dan jadi perempuan sempurna buat suamiku? Aku engga mau, Panji."

"Aku mau jadi sempurna buat diriku sendiri dulu. Aku engga mau kalau mimpi sama proses yang kujalani pada akhirnya cuma jadi cerita masa lalu buat masa depan."

"Aku mau lihat hasil yang bisa aku buat. Tapi yang aku lihat cuma gagal, gagal, gagal, gagal, terus gagal. Aku mulai ini bahkan dari Mas Alka masuk SMA, sampai sekarang Mas Alka jadi apa yang dia mau. Aku.."

"...belum jadi apa-apa."

Pernyataan demi pernyataan keluar dari mulut Kahiyang untuk kemudian dicerna oleh indra pendengar milik Panji. Pemuda itu hanya diam saja, menggigit sosis bakar sedikit demi sedikit, ia merasa bahwa dirinya tidak perlu mengeluarkan kata apapun.

"Sebelas tahun, tujuh belas tahun, sembilan belas tahun, dua puluh tahun. Butuh berapa waktu lagi buat aku berjalan?"

"Aku capek."

"Engga ada manusia yang ga capek kok. Engga ada manusia yang selalu gagal juga tanpa sebuah alasan yang jelas." Panji mengeluarkan kalimat usai menelan gigitan sosis terakhirnya.

Kahiyang menunduk dalam.

"Buat kamu, akhir dari usaha itu mungkin seperti lukisan yang punya makna abstrak. Kalau kelihatan gagal ya gagal, kalau kelihatan berhasil ya berhasil. Kalau seperti gagal, mungkin suatu saat bisa terlihat berhasil begitu juga sebaliknya."

"Tapi Panji,"

"Akhir dari hidup seseorang itu adalah hal yang mutlak dan pasti, meski waktunya tidak ada yang bisa tahu."

"Aku takut."

"Takut kalau nantinya aku engga bisa kasih liat apa-apa yang bisa aku banggakan."

Kemudian percakapan malam itu terus berlanjut walaupun diterpa semilir angin malam yang terlampau dingin untuk diterima kulit begitu saja. Kembang api meledak indah di langit biru gelap yang tampak tenang.

Kahiyang tersenyum tipis, matanya yang memerah segera mengalihkan pandangan ke atas langit, meninggalkan Panji yang masih terhanyut dan terbawa arus tatapan mata juga percakapan yang ditunjukkan olehnya.

"Hei, Hiya."

"Apa?"

"Bukan apa-apa."

Hei Kahiyang,

Aku juga jadi takut sepertimu.

Entah seperti apa kamu menilai tentang diriku.

Aku hebat kah? Aku yang kamu pikir lebih baik darimu kah?

Tapi kenyataannya sama, aku juga belum bisa memberikan apa-apa.

Pada siapa-siapa.

Maka dari itu, jangan terlalu sedih ya? Meskipun engga seberhasil ekspetasimu. Sejauh ini kamu keren.

Jadi jangan terlalu kecewa.

Seperti Bintang yang perlahan terjatuh karena dikatai buruk tanpa dan sengaja oleh orang lain, atau Naje yang brengsek begitu juga bukan berarti dia engga punya beban, atau aku yang terlihat serba bisa olehmu.

Atau malah Mas Alka dan Juang yang selalu kamu jadikan pembanding atas kegagalan usaha-usaha mu?

Kita semua pernah punya patah.

Kita semua pasti punya rasa lelah.

Cobaan itu walau engga sama takarannya, tapi setiap orang pasti punya.

Jangan sedih sendirian. Jangan takut sendirian juga.

Yang sakit bukan cuma kamu kok.

Kalau patah, kita tumbuh lagi ya?

Dari aku yang menjadi telinga,
Panji Mandala.

-


Banyak mimpi yang terkubur
Mengorbankan waktu tidur
Ku tak tahu lagi apa yang ku kejar.

p.s : ini satu universe sama rumah retak. hope u like it!

Rumah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang