Fajar menarik napasnya dalam-dalam. Di hadapannya Rian menunggu dengan mata bulat penuh tanda tanya. Hanan kali ini tak ikut bersamanya.
Iya, Fajar ingin buru-buru meresmikan hubungan mereka. Menulis nama Rian di bio sosial medianya, berkencan dengannya saban minggu, berbagi cerita, suka, duka, lara, maupun gelisah. Kesimpulannya, Fajar ingin menyatakan cintanya pada Rian.
"Ada apa, Jar? Kamu ada masalah?" Rian bertanya memastikan. Fajar memang tampak tak baik-baik saja. Ia gelisah, di pelipisnya butiran keringat dingin turun pelan-pelan. Senyumannya canggung dan tekesan memaksa, dan sorot matanya tidak fokus entah kemana.
"Aku cuma ... butuh waktu sebentar. Please, jangan pergi," ucap Fajar terbata.
Fajar sendiri tak pernah tahu kalau menyatakan cinta akan sedemikian rumit dan sulitnya. Ia tak ingat kapan terakhir kali ia menyatakan cinta pada orang lain. Mungkin pada masa SMA.
"Jar, aku gak akan pergi sebelum kamu ceritain masalahnya. Aku bakal nunggu kamu untuk siap buat cerita, aku siap dengerin, Jar." ucap Rian pada Fajar. Tersirat nada khawatir dari ucapan tersebut. Dikiranya Fajar sedang ada masalah serius.
Padahal satu-satunya masalah Fajar adalah, sikap Rian yang sama sekali tidak punya inisiatif untuk melanjutkan hubungan mereka ke arah yang lebih tinggi. Sekadar info, Rian tidak lagi marah ketika Fajar memanggilnya 'sayang' sesekali, setidaknya di room chat pribadi mereka.
"Aku–" ucapan Fajar terputus, keraguan merundung relung hatinya dalam. Rian masih menunjukkan raut muka khawatir.
"Aku sebenernya–" terputus lagi. Pandangan Fajar beralih ke arah meja, ia tak sanggup menatap Rian yang dengan polosnya menunggu sebuah kalimat utuh keluar dari mulut Fajar.
"Aku suka," ucap Fajar, kemudian menarik napas dalam.
"Suka apa Jar?" tanya Rian.
"akusukarian." ucap Fajar terlampau cepat, buru-buru menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. Tak sanggup melihat respons Rian.
"Apa? Pelan-pelan Jar. Kamu suka apa? Durian?" tanya Rian sekali lagi, sekadar memastikan apa yang ia dengar. Fajar di hadapannya hanya mampu menepuk jidat sebelum kembali menarik napas dalam.
"Iya aku suka duRIAN," ucap Fajar. Rian mengangguk. Sepertinya tak mengerti apa yang Fajar maksudnya.
"Aku juga suka." balas Rian. "Aku kira kamu tadi mau ngomong apa tadi," ucap Rian lagi sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Fajar kembali menhela napasnya.
"Jadi, gimana?" satu lagi pertanyaan polos Rian lontarkan.
"Ya, gak gimana-gimana sih Yan. Aku cuma mau bilang, aku suka sama duRIAN. du-RI-AN." ucap Fajar penuh penekanan.
"Aku pengen bikin es krim duRIAN. Karena duRIAN itu manis. Walaupun di luar keliatan tajam, tapi duRIAN itu lembut di dalamnya. DuRIAN itu selalu sukses ngalihin perhatian, entah karena harumnya, atau karena enaknya. Itu alasannya Yan, aku cinta mati sama duRIAN! Tapi kamu tahu apa? DuRIAN terlalu tinggi bergantung di atas pohon sedang aku terlalu kecil berada di bawahnya, berusaha menggapainya!" jelas Fajar panjang lebar dengan nada yang meledak-ledak. Dadanya naik-turun setelah berbicara panjang lebar dalam satu tarikan napas.
Rian mengangguk mahfum. Kemudian mengenggam tangan Fajar erat sambil menatap matanya dalam.
"Tapi Jar, duRIAN itu bukan buah yang bisa dipetik. Ia tahu kapan ia harus jatuh, ia tahu waktunya Jar," Rian berhenti sejenak, sebelum kemudian melanjutkan, "Ini persoalan waktu. Mungkin duRIANmu belum merasa cukup matang untuk jatuh ke hatimu." jelas Rian dengan nada setenang mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream
Fanfictioncome a little closer, 'cause you looking thirsty. • a mini-fic of FajRi