chocolate

506 35 19
                                    

Hamparan padang rumput yang disinari cahaya matahari terik dan didatangi banyak anak-anak adalah suatu ladang duit yang menguntungkan bagi Fajar. Dengan pakaian kemeja putih yang menutupi tubuh tingginya, sebuah bordiran warna-warni menghiasi seragamnya tersebut tepat di atas dada sebelah kiri. "Ice Cream Jay!", begitu kira-kira tulisan tersebut tertulis.

Jangan lupakan juga truk es krim mininya yang warnanya tak kalah mencolok. Dengan warna dasar putih, di hiasi corak cokelat, pink, hijau, dan krem, melambangkan masing-masing rasa dari es krim yang ia jual.

Yap, Fajar adalah penjual es krim. Asal muasalnya cukup menarik untuk ditelusuri. Berawal dari kegemaran Fajar pada segala sesuatu yang dingin. Mulai dari ruang ATM sampai es batu. Fajar menyukai sensasi sejuk yang terasa di inderanya. Obsesi Fajar semakin menjadi ketika Ibunya memberikan es krim pertamanya pada usia 8 tahun. Maklum, Ibu Fajar cukup ketat mengawasi gizi yang masuk ke dalam tubuh anaknya tersebut. Dan es krim adalah salah satu kategori yang diklaim Ibu Fajar sebagai makanan nirgizi sehingga tidak boleh masuk ke dalam sistem pencernaan Fajar.

Setelah hari itu, Fajar sering ke tempat penjual es krim. Fajar bukan ingin makan es krim, ia hanya ingin bermain-main dengan suasana dingin dari box penyimpanan es krim. Terkadang ia bantu sang penjual es krim berjualan. Perasaannya senang ketika melihat orang-orang bahagia karena es krim. Fajar percaya bahwa sensasi bahagia yang ditimbulkan dari dinginnya es krim adalah suatu hal yang sudah sepatutnya dialami oleh setiap orang.

Dan di sinilah Fajar sekarang. Menarik napas dalam di depan truk mininya, sebelum ia mengendarai benda tersebut ke arah taman bermain yang terletak di simpang jalan, persis di seberang SPBU.

"Yok bisa yok," ucap Fajar memberi semangat pada dirinya sendiri sebelum memulai hari.

🍦

"Om es krimnya 1 ya,"

"Kami juga 1 Om, gak pakai kacang ya."

"Om kami dulu Om, tante kami udah nunggu Om."

Rombongan anak-anak memang tak pernah bisa diam. Apalagi dalam hal mengantre untuk mendapatkan secorong es krim. Mereka akan berteriak sampai pesanan mereka berada di tangan mereka. Hal itulah yang senantiasa menjadi penyemangat Fajar. Ia suka membagikan kebahagiaan dari secorong es krim kepada anak-anak yang menjadi pelanggan setianya.

Sampai hari beranjak petang, mobil truk Fajar sudah mulai sepi. Sudah hampir maghrib, pertanda bahwa saatnya Fajar kembali pulang. Saat sedang sibuk berkemas, seorang anak menghampiri mobil truk Fajar.

"Om, es kim cokyat satu." pinta anak tersebut dengan lidah yang sedikit cadel. Fajar yang tengah sibuk membereskan truknya menoleh sejenak, mendapati seorang anak laki-laki manis menggenggam uang pecahan lima ribuan sedang berdiri di dekat truknya. Anak tersebut nampaknya datang sendirian.

"Oke anak manis. Om buatin dulu, ya."

Fajar dengan cekatan mengambil secorong es krim yang kemudian ditutupi sehelai tisu pada sisi tubuh corong, menekan tombol semacam dispenser bagi es krim cokelat, sedikit membuat gerakan memutat agar es krim tampak cantik, dan diakhiri dengan menaburi kacang dan saus cokelat di atas es krim tersebut. Satu porsi es krim cokelat siap disantap.

"Ini sayang es krimnya," ujar Fajar dengan senyum lebar nan manisnya ke arah anak tersebut. Baru saja tangan mungil sang anak hendak menyambut es krim yang Fajar beri, sebuah suara memanggil muncul dari belakang anak tersebut.

"Hanan!" suara tersebut datang dari seorang pemuda yang tampaknya masih seumuran dengan Fajar. Merasa namanya dipanggil, anak tersebut justru melongok ke arah suara dan sekonyong-konyong mengabaikan es krim yang disodorkan Fajar.

"Hanan jangan makan es krim sayang. Nanti gigi kamu rusak, loh." ujar pemuda tadi sambil berjongkok agar tubuhnya sama tinggi dengan anak bernama Hanan tersebut.

"Tapi Anan mau es kim Om Iyan!" Hanan berseru sambil membuat ekspresi cemberut.

"Es krimnya besok aja. Nanti Om beliin yang lebih besar, ya? Ayo sekarang pulang dulu. Mau maghrib ini." Pemuda yang dipanggil Om Iyan tadi dengan sigap membawa tubuh Hanan ke gendongannya sebelum bersiap untuk pergi dari sana. Fajar yang menyaksikan hal tersebut tentu saja tak terima.

"Loh, Mas. Ini es krim anaknya gimana?" Fajar melayangkan pertanyaan. Rian yang diberi pertanyaan hanya menatap Fajar dengan tatapan dingin.

"Belum dibayar, kan? Yaudah untuk Mas aja. Ponakan saya gak boleh makan es krim." Mendapati jawaban tersebut, mata Fajar berkedut jengkel.

"Loh, gak bisa gitu dong Mas. Mas tetap harus bayar dong, kalau gak saya rugi!" Ujar Fajar tak terima.

"Loh, justru kalau saya bayar saya dong yang rugi. Kan ponakan saya gak makan es krim. Saya juga 'nggak suka es krim gituan."  Balas Rian tak mau kalah.

"Gak bisa Mas. Pokoknya Mas tetap harus bayar." balas Fajar mutlak.

"Kalau saya gak mau bayar gimana? Wong, es krimnya juga belum kami makan. Udah dulu ya Mas, udah mau maghrib. Mending Mas cepat tuh makan es krimnya, udah keburu cair." ucap Rian cuek sambil berlalu dari hadapan Fajar.

Fajar yang menyaksikan Rian pergi bergegas mengejar Rian untuk meminta pertanggungjawaban. Baru saja kakinya melangkah, tangannya terasa basah dan lengket. Benar saja, es krim tadi sudah keburu cair. Secara reflek Fajar menjilati es krim tersebut agar tidak terlalu mengotori tangannya.

"Dasar manusia setan!" Teriak Fajar ketika tubuh Rian yang memboyong Hanan sudah semakin jauh dari pandangan.

to be continued

*Pojok Author

Yo guys, wkwk. Satu fanfic singkat terinspirasi dari komenan froyosourseli tentang kehausannya akan Fajri, ditambah dengan lagu Blackpink bareng Selena Gomez "Ice Cream" yang gak sengaja lewat di spotify-ku. Haha. Kalau aku 'nggak sibuk, fanficnya bakal tamat dalam seminggu. Karena fanficnya sengaja dibuat mini, ringan, dan menyegarkan :D

Ayo, jangan lupa divote, difollow juga akunya, dimasukin ke library dan reading list kalian, dan disimpan di dunia oranye rapat-rapat tanpa merembet ke dunia asli ;)

I love u guys, stay hydrated.

Ice Cream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang