"Aa' tau kita baru kenal, tapi gimana lagi, Yan? Hati Aa' udah keburu yakin. Sekarang Aa' ungkapin, kalau Aa' jatuh cinta sama mu Yan. Iyan mau, kan? Jadi pacar Aa'?" Fajar berucap di depan Rian sambil menatap wajah Rian dalam. Sebagai respons, Rian menunduk malu, kemudian mengangguk kecil tanpa menjawab sepatah katapun. Menggemaskan sekali.
Tapi Fajar tidak puas. Ia ingin ada kata-kata resmi yang keluar dari bibir Rian. Kalau boleh, Rian ingin saja disuruhnya menandatangi surat pernyataan bersedia menjadi pacarnya dengan tandatangan di atas materai sepuluh ribu. Oleh karena itu, Fajar sedikit mendesak.
"Gimana Yan? Kamu mau, kan?" tanyanya sekali lagi. Rian mengangguk semakin kuat. Ingin rasanya Fajar memakan manusia imut di depannya ini.
"Iya kan Yan?" tanya Fajar untuk terakhir kalinya, sekadar meyakini diri. Kali ini Rian mengangkat kepalanya, menatap Fajar dengan Maya bulatnya yang polos. Bibirnya sedikit memerah karena sejak tadi ia gigit tanpa alasan, membuatnya terlihat seperti sebuah stroberi.
"Iya A' Fajar. Iyan mau jadi pacar Aa'!" ucap Rian kemudian menubrukkan dirinya ke arah Fajar untuk memeluk Fajar dan menyembunyikan wajah merahnya di pundak pemuda itu. Aksinya tersebut disusul dengan tawa lebar Fajar.
Mereka resmi berpacaran–
"FAJAR, BANGUN! UDAH JAM BERAPA INI?" Setidaknya sampai teriakan Ibu Fajar menggema ke seantero rumah hingga membangunkan Fajar paksa dari mimpinya.
Ini dia pagi harinya Fajar.
🍦
Bangun tidur, sarapan sedikit, kemudian mandi pagi, sikat gigi, dan mengenakan seragam berjualan es krimnya. Setelahnya ia panaskan sebentar truk es krimnya, menyalin es krim yang ada di kulkas penyimpanannya ke dalam tangki truk es krimnya, mengecek segala kelengkapan berjualan, berpamitan pada kedua orang tua, barulah ia pergi berjualan.
Menjenuhkan, membosankan, dan hambar. Begitulah cara Fajar mendeskripsikan aktivitas paginya.
"Coba aja yang bangunin suara lembutnya Rian," ucapnya diam-diam dalam hati. Bisa dibilang, sejak kenal Rian, standar kehidupannya berubah.
Senyuman anak-anak yang menyukai es krimnya kalah telak dengan senyuman Rian yang manis dan kalem. Suasana taman yang ramai terasa sepi jika tak ada Rian yang menemani Hanan bermain di sana. Es krim stroberi yang ia jual kalah menggoda dibanding bibir Rian yang ranum. Astaga, kotor sekali pikiran Fajar.
Rian tahu Fajar menyukainya. Fajar juga tahu Rian menyukainya. Namun rasanya begitu sulit untuk mereka menjadi sebuah kesatuan. Rian terlalu tsundere, sedangkan Fajar terlalu sembrono dalam menangani tsundere-nya Rian. Akibatnya bukannya menyatu, keduanya sering terlibat pertengkaran konyol. Meski akhirnya mereka berbaikan dan tertawa bersama, tetapi tetap saja tak memberikan kemajuan pesat bagi hubungan mereka.
Langkah apa yang harus Fajar tempuh? Fajar berpikir keras, hingga akhirnya secercah ide memenuhi kepalanya. Namun buru-buru ia singkirkan ide tersebut. Rasa bimbang memenuhi relung hatinya. Merasa frustasi tak ada jalan lain, Fajar membulatkan tekad untuk mencoba menjalankan ide yang ia sendiri rancang dalam otaknya.
🍦
Clinton menaruh pandangan penuh curiga pada Fajar yang kini sibuk membuatkannya seporsi es krim spesial berukuran jumbo. Ini adalah salah satu bagian awal dari ide Fajar, yaitu membujuk Clinton untuk menjadi gurunya.
Iya, gurunya.
"Maksud Mas gimana, ya?" tanya Clinton pada Fajar. Di hadapannya seporsi es krim yang tadi Fajar hidangkan sudah mulai mencair. Sedikitpun tak ia hiraukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream
Fiksi Penggemarcome a little closer, 'cause you looking thirsty. • a mini-fic of FajRi