vanilla

256 35 14
                                    

Salah satu tantangan dalam berjualan es krim adalah musim hujan. Bagi Fajar, musim hujan berarti libur. Dan jika musim hujannya berlangsung cukup lama, berarti saatnya Fajar untuk bekerja sambilan yang lain. Kebetulan Fajar cukup multitalent, mulai dari jadi waiters sampai jadi supir bisa Fajar lakoni.

Namun kali ini, Fajar lebih memilik menjadi ojek daring. "Sekalian jalan-jalan", begitu kata Fajar ketika Ibunya bertanya mengenai alasannya mengambil kerja sambilan sebagai ojek daring. Setelah melewati proses administrasi yang cukup panjang, Fajar resmi menjadi salah satu mitra ojek daring. Berbekal sebuah motor dan doa dari kedua orangtua, Fajar melaju dengan motornya menumbus gerimis tipis yang turun pada siang itu.

Pelanggan pertamanya adalah pengguna layanan antar makanan yang memesan ayam cepat saji dari sebuah restoran. Pesanannya cukup banyak, terdiri dari tiga porsi ayam goreng, tiga gelas minuman soda, dan dua mangkuk sup. Sambil bersenandung kecil, Fajar mengarahkan motornya ke arah restoran.

Musim hujan tampaknya tak hanya berdampak pada bisnis es krimnya, ketika Fajar sampai di restoran tersebut, restoran terasa begitu sepi. Hanya ada beberapa ojek yang seprofesi dengannya saat ini sedang mengantre makanan. Tanpa membuang waktu, Fajar ikutan mengantre dan memesan makanan persis seperti apa yang dipesan oleh pelanggannya.

🍦

Sudah tiga kali Fajar berkeliling kompleks yang diyakini oleh ponselnya sebagai alamat sang pelanggan. Cuaca semakin mendung pertanda hujan lebat akan datang membuat Fajar ingin buru-buru menyelesaikan pesanannya. Fajar meraih ponselnya dari dalam saku dan memutuskan untuk menelpon pelanggannya tersebut. Ketika nada panggilan telah tersambung, segera saja Fajar bertanya.

"Halo, Mbak, ini rumahnya yang mana, ya?"

"Maaf Mas, saya cowok. Ini saya pakai akun Mbak saya,"

Fajar memutar bolanya jengkel, bukannya menjawab, pelanggannya malah sibuk mengklarifikasi gendernya. Memang sih, misgendering tidak baik dilakukan. Tapi posisinya saat ini sedang sangat terburu-buru. Meskipun demikian, Fajar tetap berusaha memegang prinsip "pelanggan adalah raja".

"Maaf Mas. Jadi di mana Mas rumahnya?"

"Yang warna krem. Sebelah lapangam voli."

Setelah mendapat penjelasan singkat tersebut, pandangan Fajar mengedar ke sekeliling, mencari keberadaan lapangan voli yang ternyata berlokasi hanya lima rumah di depannya. Segera saja Fajar mengarahkan motornya ke arah tujuan. Sesuka-sukanya Fajar dengan dingin, Fajar tetap tak suka dengan yang namanya kehujanan. Apalagi dengan hujan deras seperti ini. Sesaat, Fajar merutuki keputusannya untuk bekerja sambilan sebagai ojek daring di musim hujan seperti ini.

Namun dewi fortuna sedang tak sudi berada di pihak Fajar. Hujan deras tiba-tiba turun membasahi bumi. Fajar terbirit-birit menuju rumah tersebut sambil berteduh di terasnya

"Permisi, pesanannya Mas." Teriak Fajar sedikit kencang karena suara hujan cukup deras.

"Iya," sesosok pemuda yang tampak tak asing di pikiran Fajar keluar dari dalam rumah. Fajar berusaha mengingat siapa pemuda tersebut. Kulitnya putih, hidung mancung, tubuh berisi, bibir merah, mata bulat, dan pembawaan yang kalem. Apa mungkin pelanggannya adalah seorang artis Ibu Kota yang tak sengaja ia lihat di televisi?

"Mas? Kenapa melamun?" lamunan Fajar ambyar ketika pemuda tadi menegurnya. Fajar sedikit gelagapan dibuatnya.

"Aduh, maaf Mas. Saya tadi–"

Ice Cream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang